21. Rumit

3K 252 12
                                    

      Seperti biasa, Pluto tidak tertarik dengan dunia luar. Gadis itu masih dalam zona nyaman membaca buku di bangkunya, dekat jendela yang mengarah ke lapangan basket. Sayangnya, ketenangan itu sirna saat sebuah pukulan keras menghantam pintu kelasnya.

    Kening Pluto mengerut kala melihat Devan berdiri di sana, anehnya cowok itu tidak memakai seragam seperti siswa lain. Penampilannya sedikit berantakan, rambutnya yang acak dan wajah kumal seperti tidak tidur semalaman. Ada apa dengannya?

    Semua orang menjadikan Devan pusat perhatian ketika mendekati meja Pluto. Tatapan cowok itu berbeda, begitu dingin tanpa ekspresi. Membuat Pluto semakin bingung.

    Baru gadis itu akan membuka mulut tapi tangannya sudah ditarik paksa untuk berdiri. Devan menarik Pluto keluar kelas entah akan kemana.

   "Van! Lo mau bawa gue kemana?"

   Pertanyaan Pluto pun Devan hiraukan. Cowok itu benar-benar berbeda hari ini. Pluto tidak suka ditarik-tarik, ia punya tenaga sendiri. Dihempas cengkraman Devan membuat langkah cowok itu berhenti.

    "Lo kenapa sih?" tanya Pluto sengit, memegangi pergelangan tangan yang perih.

    Devan terdiam, masih engan untuk  berbalik menghadap Pluto. Tangan cowok itu mengepal, menahan setiap gejolak dalam hatinya. Dalam satu kedipan Devan menghadap Pluto, menatap maniknya datar.

   "Lo yakin, jantung itu punya Venus?" tanya Devan terlampau datar, sampai tak peduli perubahan raut gadis di depannya.

   "Maksud lo apa nanya kayak gitu?" Pluto tersulut, membalas tatapan datar Devan penuh sengit. "Gue percaya sama dia!"

   Devan berdecih, merotasikan bola matanya meremehkan. Telunjuknya terangkat, menunjuk dada sebelah kiri Pluto sambil menahan rahang yang mulai mengeras.

    "Jantung itu, bukan punya Venus. Tapi punya sepupu gue!" sentak Devan tepat di depan wajah Pluto. Dadanya naik turun, mungkin jika sudah bisa sejak tadi ia melayangkan bogeman.

    Pluto linglung dalam sekejap, emosi yang tadi datang tiba-tiba hilang menjadi reaksi bingung. Kenapa Devan begini?

    "Maksud lo? Jangan ngaco, Van! Gue dengan jelas dikasih tau Kakak Venus bahwa dia yang donorin jantungnya."

    Mendengar nama itu, semakin menambah amarah Devan. Dia maju satu langkah, kembali menunjuk Pluto sengit.

    "Lo emang bego, Pluto. Jantung yang sekarang berdetak ditubuh lo itu jantung sepupu gue! SEPUPU GUE!" bentak Devan tak tertahan. 

    Koridor yang tadi sepi kini menjadi riuh, mendesak dua insan yang tengah berdebat itu. Nichol yang ikut mendengar keributan mendekat, begitu terkejut temannya itu sudah di sekolah.

    "Lo jangan ngarang, Devan. Gak lucu," balas Pluto lebih datar dari biasanya.

    "GUE GAK NGARANG!"

   "Van." Nichol menghadangi Devan yang akan maju lagi, cowok itu kesulitan mengatur emosinya tanpa melihat Pluto itu perempuan.

    "DENGER, JANTUNG ITU PUNYA AISYAH! BUKAN VENUS, SIALAN!"

    Pluto memang pintar, tapi saat ini kepintarannya itu tidak membantu. Gadis itu membatu di tempat. Devan yang di depannya, ini bukan Devan yang ceria dan berwarna. Tapi Devan yang penuh luka dan sakit hati. Tak ada lagi tatapan cerah dan wajah ceria itu.

     "A-aisyah?" gumam Pluto tak mengerti. Suaranya begitu bergetar saat mengingat nama itu.

    Ditatap mata penuh kecewa Devan, menambah sesak yang sejak tadi menjadi lebih. Pluto sudah merasa degub jantung dan pernapasannya tak normal.

    "Kenapa? Inget!" teriak Devan lagi. "Lo dibegoin Venus! Jantung itu punya sepupu gue!"

    Pluto menggeleng, tidak mungkin. Rega jelas-jelas memberi tahunya jika Venus pergi karena memberikan jantungnya. Pertahanan gadis itu runtuh, dia mulai berlutut ketika area jantungnya semakin sakit. Tangannya mulai mencengkram segaram bagian dada, berharap rasa sakit itu berkurang.

     "Van, gue gak ngerti." Pluto berusaha menyelesaikan ucapannya sebelum sebuah tangan menahan limbungnya pertahan gadis itu.

     "Dho, bawa dia pergi." Nichol memberi perintah pada Ridho, tangannya sibuk menahan Devan yang semakin menggila karena emosi.

    "Jelas lo gak akan ngerti, yang lo tau jantung itu punya Venus," ucapan Devan masih bisa Pluto dengar walau kesadarannya mulai diambang. Dadanya serasa semakin menyempit entah kenapa.

    Devan merongoh jaketnya, melemparkan sebuah buku diary ke lantai.

    "Baca!" teriaknya untuk terakhir kali. Karena setelah itu Devan pergi tertelan kerumunan dan menghilang dari pandangan Pluto.

    "Pluto? Lo denger gue? Pluto!" Ridho terus menepuk pipi gadis itu tapi sayang, matanya sudah tertutup sempurna.

    Ridho dengan gesit mengambil diary itu kemudian membawa tubuh Pluto pergi. Tubuh gadis itu sudah mulai membiru, keadaan yang tak bagus bagi penderita jantung.

_____

      "Lo berlebihan, Devan. Dia itu bisa sakit," Nichol menghempas tubuh Devan ke lantai rooftop.

    Devan langsung bangkit, menatap Nichol penuh amarah. "Berlebihan lo bilang? Dia udah bikin Aisyah meninggal!" sentaknya seraya mendorong bahu Nichol.

    "Gue tau, gue ngerti. Tapi lo gak perlu luapin emosi kayak tadi, Pluto itu cewek."

     "Terus kenapa kalo dia cewek? Kenapa juga lo malah belain dia? Suka lo sama dia!?" gertak Devan semakin menjadi. Bahkan saat ini cowok itu sudah mencengkram kerah seragam Nichol erat.

     "SADAR VAN! Lo marah kayak gini juga gak guna, gak bisa balikin Aisyah!"

    Perlahan cengkraman Devan melemah, tatapan tajam cowok itu pun berubah sedih. Devan berubah jongkok, mengusap rambutnya frustasi. Dan untuk pertama kalinya setelah satu tahun, Devan kembali menangis.

    Nichol mengerti, Devan kembali rapuh. Sulit membuat keadaan Devan seperti kemarin-kemarin tanpa memikirkan Aisyah. Dia ikut berjongkok, merengkuh bahu Devan kemudian memeluknya. Tak bisa dipungkiri bahwa ia juga merindukan Aisyah, gadis manja itu.

    "Gue gak terima, Ko. Aisyah segalanya buat gue," Devan menunduk dalam tangisnya, mencengkram lengan seragam Nichol meluapkan sakit yang selama ini ia pendam sendiri.

    "Justru dengan lo kayak gini, bikin Aisyah gak tenang di sana."

    Devan menggeleng kuat, membuat beberapa tetes air mata jatuh ke lantai. Ia tidak bisa terima perasaan ini.

    "Gue, gue udah suka sama Pluto. Tapi kenapa harus dia orang yang selama ini gue cari, Ko?" tanya Devan geram. "Lo 'kan tau gue gak bisa diem aja setelah tau siapa orangnya."

     Nichol membuang napasnya pasrah, Devan memang pernah bilang tepat di depan kuburan Aisyah. Bahwa jika menemukan siapa yang menerima donor jantung Aisyah Devan akan menghajar dan membenci orang itu. Tapi apa bisa Devan lakukan itu pada orang yang mengisi hatinya saat ini?

   "Lo boleh benci dia, tapi lo jangan kasarin dia. Lo sama aja kasarin Aisyah, karena jantung Aisyah ada di tubuh Pluto."

    "Dan kalo lo lebih teliti, semua sifat yang ada di Pluto hampir persis dengan sifat Aisyah."

     "Gue harap, lo gak sakitin jantung ade gue, Van."

    Perlahan Nichol berdiri, mengusap wajahnya kasar. Kemudian berlalu meninggalkan Devan yang masih termenung di lantai. Bergelut dengan isi pikiran dan suara hatinya.

_____

Hei, PLUTO! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang