24. Berubah: Thanks, Do.

3.3K 273 18
                                    

       Sekarang yang ada di kepala Pluto hanya kesunyian dan kesedihan. Walau lembaran soal di depannya, ruangan tempat ujiannya begitu ramai, dia seolah sendiri.

     Ujian ini sedikit menyebalkan untuknya. Di saat seperti ini dia selalu mengingat Devan. Cowok yang sudah terang-terangan tak ingin menatap dirinya lagi. Dia ingin tau bagaimana cowok itu menghadapi ujiannya, memberinya semangat seperti dulu.

    Percayalah, itu hanya angan-angan Pluto. Sekolah ini serasa benar-benar berbeda, tidak ada lagi tawa di bangku kantin, tidak ada lagi penantian di pos satpam, tidak ada lagi Devan yang mengacaukan tidurnya.

    Langkah Pluto berhenti, sejenak bangkit dari bayangan kenangan beberapa minggu kemarin bersama Devan. Sosok itu kini nyata, di depannya. Di antara kedua temannya yang saling rangkul. Tawa Devan seolah menyedot perhatian Pluto hanya untuk cowok itu.

    Tepat di depan Pluto berdiri, ketiga cowok itu juga berhenti. Tawa lebar Devan luntur dalam sekejap, berubah menjadi tatapan datar. Tangannya perlahan melepas rangkulan kedua sahabatnya, kembali bergerak maju. Pluto dalam diamnya berharap Devan akan menghampiri dirinya. Unfortunately, Devan tak menatap Pluto sama sekali. Bahkan bahu cowok itu menyenggol bahu Pluto sengaja kala melewati gadis itu.

    "Devan!" Pluto dengan berani berbalik, menyerukan nama. Napasnya begitu memburu tak ingin cowok itu kian menjauh.

    Devan berhenti, terdiam dalam pijakan. "Jauhin gue." Hening sesaat sebelum kembali melangkah.

    Hati Pluto kembali tertohok. Menggigit  bibir, gadis itu merunduk. Sesulit apapun, memang ini yang harus dia terima.

     Mendapat tepukkan di bahu, Pluto menoleh lemah. Ridho tersenyum lembut di sana.

    "Lo gak pa-pa?"

   Atensi Pluto teralih ke Nichol, cowok itu ikut menerbitkan senyuman. "Maaf soal sikap Devan, gue harap lo bisa ngertiin dia."

    Nichol berlalu lebih dulu, sedangkan Ridho menepuk bahu Pluto lagi dua kali sambil mengepalkan tangan satunya dan bergumam 'semangat!' sebelum menyusul pergi.

     Perlahan senyum lirih Pluto terbit. Setidaknya masih ada yang menatapnya tanpa tuduhan. Dia sudah bersyukur.

   _______

      Sodoran botol minum membuat Pluto mendongak. Gadis itu tersenyum, menerimanya dengan lemas. Beberapa akhir ini tubuhnya cepat lelah.

     "Iri, ya? Pengen ikutan?" tebak Ridho.

    Cowok itu ikut duduk di tribune, melihat teman-teman sekelas Pluto yang bermain sepak bola di lapangan.

    "Gue juga suka main bola," celetuk Ridho. "Pas mandi bola, ehehe."

    Mau tak mau Pluto ikut terkekeh. Dia membuka botol minum itu padahal dia tidak haus. Membuka dan menutupnya berulang kali mengisi kesunyian.

    "Eu ... Devan," Pluto melirik Ridho sebentar, menggigit bibir bawahnya pelan. "Devan gak papa?"

    Ridho menunjukan cengiran lebarnya seraya menopang tangan ke belakang. Wajah blasterannya itu terkena sinar matahari siang begitu tampan.

    "Devan gak akan baik-baik aja kalo menyangkut Aisyah," jujur Ridho.

    Helaan napas Pluto membuat Ridho menoleh. Cowok itu memaklumi. Tugasnya di sini hanya menjaga Pluto, bukan menjawab petanyaan. Dasar bodoh, lupa dengan tugas.

     "Lo mending jaga diri lo baik-baik, jaga kesehatan. Gak guna juga mikirin Devan si kutu kupret budak micin itu."

    Nah, sifat Ridho keluar walau di depan gadis. Sungguh memalukan, tapi terlalu jujur.

Hei, PLUTO! Onde histórias criam vida. Descubra agora