Bagian 11 - Rahasia Lain

1.1K 201 7
                                    

Senin, 8 Juni 2020.

Banyak hal yang harus dikerjakan pagi ini. Didi mulai membersihkan kamar tidurnya. Semua perabotan di dalamnya masih utuh dan kokoh. Sebuah kasur ukuran sedang, lemari berukuran besar dengan dua pintu, cermin ukuran sedang, meja belajar lengkap dengan kursi, dan sebuah kipas angin. Ia cukup memasukkan semua pakaiannya, beberapa buku, dan barang berharga lainnya seperti surat-surat kependudukan, uang, perhiasan, maupun piagam penghargaannya yang selama ini ia dapatkan dari kejuaraan di masa sekolahnya. Sedangkan semua benda-benda peninggalan orang tuanya disimpan di kamar lain. Ia sangat bersyukur atas kemurahan hati pemilik rumah terdahulu yang bersedia memberikan tempat ini untuknya.

Didi mengambil sebuah sapu dan mulai membersihkan seisi lantai rumah dari debu dan partikel kotor lainnya. Ia sesekali melirik sebuah televisi di depannya. Walaupun sebenarnya itu bukan miliknya, tetapi dia senang bisa mendapat sedikit hiburan dari benda elektronik tersebut. Kemudian ia kembali menyapu, membersihkan ruang tamu yang hanya terdapat kursi dan meja tamu berbahan kayu jati. Sisanya terlihat kosong dan polos. Setelah semua partikel kotor terkumpul, ia membuangnya langsung di depan teras rumah. Tidak ada yang menarik di halaman depan rumah selain rerumputan yang tumbuh tidak teratur dan menyebar sembarang arah.

Didi membuka semua jendela di setiap sisi rumah, baik di ruang tamu, ruang tengah yang hanya terdapat sebuah lemari pendek dengan sebuah televisi di atasnya, dan kedua kamar. Ketika memasuki dapur, Didi menyalakan kompor gas dan memasak air dengan panci yang tak terlalu besar, setidaknya cukup untuk dirinya sendiri dalam sehari. Lalu ia tinggalkan begitu saja hingga akhirnya masuk ke dalam kamar mandi.

----00----

Caca sedang bersepeda santai berkeliling kampung halamannya. Kebetulan Bono sedang tidak bersamanya karena sedang berkumpul bersama teman. Namun, ia sendiri masih ingin ditemani seseorang, takut ada orang jahat yang mungkin akan menculik dirinya lagi. Setidaknya kejadian yang menimpanya beberapa tahun silam sudah menyisakan trauma yang mendalam baginya.

Ketika sampai di pasar Sukamara yang kosong, Caca mulai merinding. Ia tahu sahabatnya pernah ditabrak mobil disini. Matanya tidak berani menatap jalan sepanjang pasar itu karena mungkin saja ada bercak darah yang tersisa. Sejauh ini, ada sejumlah kendaraan yang melintas dengan kecepatan biasa-biasa saja. Jadi, tidak mungkin ada kejadian serupa saat ini.

Sampai kayuhan sepedanya mulai lambat ketika melihat seorang gadis sebayanya yang juga menaiki sepeda sedang berteduh di bawah pohon tua yang batangnya terlihat mengerikan. Tanpa ragu Caca mulai menghampiri gadis itu.

"Hai." Caca melambaikan tangannya.

Gadis itu menoleh. Ia merasa tidak mengenal Caca. "Hai," jawabnya singkat.

"Kamu bersepeda sendirian ya? Mau kemana?"

"Um, hanya keliling-keliling desa ini saja."

"Mau nggak ikut bersepeda denganku?" tanya Caca tersenyum.

Gadis itu menatap pohon di sampingnya. Berlama-lama disana membuatnya semakin merinding, terlebih lagi dengan melihat bentuk ukiran alami dari pohon itu. "Baiklah. Ayo"

----00----

Air yang dimasak pada panci pun sudah mendidih. Didi yang baru selesai mandi dan ganti pakaian segera mematikan kompor. Kemudian ia menyiapkan dua gelas dan mengeluarkan dua toples masing-masing berisi gula dan bubuk kopi hitam. Ia pun mulai meracik keduanya kedalam dua gelas tersebut.

Setelah cukup lama, Didi membawa dua gelas kopi racikan darinya ke ruang tamu. Ia menaruhnya di meja di depan seseorang yang sedang duduk di kursi tamu. Baru dua menit lalu orang tersebut datang ke tempat ini.

Didi(k) Ada Apa Denganmu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang