Ketabahan Hati Aisyah 9 - Berakhir

6.3K 297 13
                                    

KHA 9. Berakhir

Maaf mungkin aku menganggu kalian. Tapi, aku hanya mau bilang terima kasih sekali sama Pak Isvan karena telah menolongku. Jujur saja aku kurang puas berterima kasih kemarin, tapi sekarang aku puas. Sekali lagi terima kasih, Pak Isvan.
—Raina Gabriella

🍁🍁🍁

"Istri Anda memang benar sedang mengandung, Pak. Usianya memasuki dua minggu. Selamat, Pak, Bu."

Kabar itu menyentak Isvan dan Aisyah. Tubuhnya seketika lemas tak berdaya mendengarnya. Rasa aneh menyeruak dalam dada, menimbulkan rasa nyaman yang teramat. Aisyah dan Isvan saling menatap penuh ketidak percayaan. Mata Aisyah berkaca-kaca penuh kebahagiaan, genggaman tangan mereka mengerat—sedikit bergetar.

Kabar ini bukan lelucon atau candaan, tapi Isvan merasa ini semua bagai mimpi yang membahagiakan. Penantian panjang mereka tidak berakhir sia-sia. Penantian mereka mencipta hasil manis. Isvan tersenyum pada Aisyah sebelum menoleh pada dokter di hadapan mereka. "Terima kasih, Dok. Kami permisi. Assalamualaikum," ucap Isvan diikuti Aisyah sebelum keluar dari ruangan.

Isvan menghentikan langkah di depan ruangan dan menatap Aisyah lekat, ia mengangkat dagu istrinya yang tertutup niqab. "Bagaimana perasaan kamu?"

Air mata menetes menjatuhi pipi dan merembes pada niqab Aisyah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Air mata menetes menjatuhi pipi dan merembes pada niqab Aisyah. Air mata penuh syukur, Isvan senang melihat istrinya bahagia. Aisyah menggelengkan kepala. "Aku nggak tahu, Mas. Sulit buat percaya ini. Melihat bagaimana penantian kita yang begitu lama, rasanya seperti mimpi saat mendengar kalau aku hamil."

"But this happened. This isn't a dream either," bisik Isvan sedikit tegas.

Aisyah mengangguk mengerti. "I know, just speechless. Ini nggak pernah aku duga. Aku pikir kita nggak punya kesempatan. Aku pikir Allah memang menakdirkan kita untuk terus berdua selamanya."

"Alhamdulillah. Ya, atas apa yang Dia lakukan untuk kita hari ini, apa yang pantas kita ucapkan pada-Nya selain alhamdulillah? Dia begitu baik pada kita, Aisyah—benar-benar baik." Isvan mengusap pipi kanan Aisyah lembut, sementara bibirnya mengecup yang kiri.

"Alhamdulillah," ujar Aisyah, air matanya menetes. "Alhamdulillah, alhamdulillah. Berapa kali lagi alhamdulillah yang harus aku ucapkan untuk-Nya? Sebanyak apa pun itu, nggak akan pernah cukup."

"Seperti yang aku bilang sama kamu. Mungkin Allah sedang memberi kita waktu hanya berdua, sebelum Dia mendatangkan seorang anak di antara kita. Sebelum dia hadir dan merusuh ketika aku sedang ingin berdua sama kamu." Isvan mengerling sebelum mengecup pipi Aisyah. Istrinya itu tertawa, tapi merona di balik niqabnya.

Isvan mengusap perut Aisyah sebelum berbisik, "Rabbi hab li mil ladunka zurriyyatan tayyibah. Innaka sami'ud-du'a." Isvan terkekeh kecil. "Ayo kita cari es krim. Aku mau es krim," ujar Isvan manja—menggoda Aisyah seolah sedang mengidam.

Ketabahan Hati Aisyah [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang