07. Canggung

25.6K 979 5
                                    

Setelah percakapan kemarin, Ifra merasa canggung jika bertemu dengan Haykal. Dia berusaha sebisa mungkin untuk berjauhan dengan dosennya itu. Jika bisa tak bertemu. Namun mereka ada kegiatan pagi itu, yakni pergi ke camp pengungsi lain untuk memberikan sembako dan pemeriksaan kesehatan secara gratis, jadi Ifra tak bisa untuk menghindari Haykal.

Formasi seperti kemarin, Ifra kembali disatukan dengan Haykal karena hanya dia dan dosennya itu yang tahu perihal menyangkut masalah kesehatan. Sebagai informasi, bantuan pemeriksaan gratis itu inisiatif dari Haykal. Semua alat-alat dan kebutuhan kesehatan yang menanggung Haykal dari uang sendiri bukan atas nama sponsor atau organisasi.

"Ifra, nggak lupa bawa pengukur tinggi badan sama timbangannya 'kan?" tanya Haykal membuat Ifra menoleh sekilas sebelum akhirnya kembali fokus pada warga pengungsi di depannya.

"Saya bawa kok, Ustadz. Ada di tas hitam sebelah kursi Ustadz," ujarnya tanpa lagi menatap Haykal. Kelihatannya memang Ifra tenang mengucapkan itu, tetapi jika bisa diterawang batinnya ramai dengan bacaan istighfar.

Haykal berterima kasih, lalu pemeriksaan itu dilewati begitu saja tanpa ada percakapan basa-basi antara Haykal maupun Ifra.

"Setelah dari sini kamu mau balik ke Indonesia atau langsung ke Arab Saudi?" tanya Haykal saat mereka istirahat sejenak setelah dua jam melayani para warga camp.

Ifra berpikir sembari memainkan lancing device. "Sepertinya saya langsung ke Arab Ustadz. Mau menyelesaikan semuanya baru nanti pulang. Biar nggak bolak-balik."

Haykal mengangguk-angguk. Dia pun bangkit untuk mengambil sebuah jarum cek darah yang berada di samping lengan Ifra.

Saat dia mendekat mengambik itu, Ifra refleks langsung menjauh, seolah dia ketakutan dengan Haykal.

Haykal sendiri berdiri tercengang dengan apa yang terjadi barusan. Tangannya berhenti di atas angin sembari memegang blood lancets itu.

"Saya cuma mengambil ini biar enggak menusuk ke kamu. Bahaya karena ini sudah bekas. Bisa ada bakeri atau virus tak terduga," ujar Haykal dengan wajah yang terkejut karena masih terbawa kejadian di mana Ifra bergerak cepat menghindar hanya karena melihat Haykal mendekat ke arahnya.

Ifra tersenyum malu. Setelah melihat Haykal kembali ke tempat duduknya, Ifra pun menunduk berpura-pura sibuk dengan aktivitasnya sendiri.

"Ifra," panggil Haykal. "Kamu ... menghindari saya?"

Ifra menutup wajahnya merasa malu karena ketahuan.

"Kenapa? Saya jadi tak nyaman sudah mengungkapkan perasaan saya."

Ifra segera menggelengkan kepalanya pada Haykal. "Bukan begitu, Ustadz."

Sebelum Ifra menjelaskan sesuatu, pemimpin relawan menghampiri mereka berdua untuk makan siang bersama para warga pengungsi.

Keduanya pun bangkit untuk mengikuti langkah pemimpin itu, diiringi kalimat Haykal yang membuat Ifra malu untuk sekali lagi.

Katanya, "Jangan malu seperti itu, karena saya jadi mengartikan hal baik untuk pernyataan saya kemarin."

***

"Umah, Abah, hal ini bukan sepele. Ini berkaitan dengan nyawa Abah. Akram berhak untuk tahu tentang ini. "

Mata Akram berkaca-kaca ketika mengatakan itu.

Kyai Habib yang duduk di seberangnya bersikap tenang. Beliau tersenyum lembut. "Abah sudah berumur. Hal seperti ini bukan sesuatu yang mengejutkan bagi kami. Abah bersyukur karena Abah diberi tanda untuk kematian Abah karena dengan begitu Abah lebih berusaha ikhlas atas semuanya sehingga lebih mendekatkan diri Abah pada yang Maha Kuasa."

Akad RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang