16. Sesuatu yang Dirasa Indah

17.8K 654 10
                                    

Sesampainya di pondok tempat dirinya dulu nyantri, Haykal berjalan dengan langkah ringan. Di sampingnya, Akram mengikuti langkah kakaknya. Mereka sembari melihat sekitar yang sangat berbeda dengan dulu.

Sengaja mobil dia parkir di luar gerbang pondok agar Haykal bisa berjalan ke dalam sembari melihat-lihat. Syukur-syukur bisa bertemu dengan kenalannya dulu.

Tak luput dari perkiraan, Haykal bertemu dengan seseorang yang dikenalnya, yakni satpam pondok. Namanya Pak Nasir. Pria yang dulu terlihat gagah dengan tubuh berotot kini terlihat ke-bapak-bapakannya. Perutnya buncit dengan rambut yang sebagian sudah memutih.

Haykal mendekati Pak Nasir yang sedang merokok di gazebo depan ruangan satpam.

"Assalamualaikum, apa kabar Pak Nasir?" sapa Haykal sembari menyalami tangan pria paruh baya itu.

Pak Nasir balik menyalami Haykal, tetapi beliau tak ingat dengan Haykal.

"Sopo, Le? Alumni kene?"

Haykal mengangguk. Lalu dia dan Akram dipersilakan duduk di gazebo itu oleh Pak Nasir.

"Alumni tahun piro? Koyok e wes tuek ngunu."

Haykal tertawa renyah mendengar ucapan Pak Nasir. Baru kali ini ada yang mengatakan dirinya tua. Biasanya banyak yang mengatakan wajahnya membohongi umurnya yang sudah akan menginjak kepala empat.

"Dua ribu empat, Pak. Jaman Pakyai baru terdeteksi punya penyakit jantung."

Pak Nasir terlihat terkejut. "Joh, wes tuwek tenan toh koe."

Haykal hanya tersenyum tipis.

"Kyai sudah nggak pernah masuk rumah sakit, ya, Pak? Terakhir saya ingat yang di rumah sakit Surabaya sampai satu bulan itu."

Pak Nasir mematikan rokoknya yang tinggal setengah kelingking.

"Kyai saiki wes sehat. Malah seng sering sakit Bunyai," ujarnya sembari menghidupkan rokok baru.

Haykal mengangguk-angguk mendengarnya.

"Kyai sering cerito pas sakit pertama dulu. Waktu ngaos tiba-tiba kena serangan jantung. Jare untung e waktu iku enek santri seng paham tentang iku, terus jantung Kyai dipompa. Alhamdulillah Kyai bisa selamat. Alumni tahun 2004 pasti ngerti kejadian heboh iku. Awakmu juga 'kan?"

Haykal tersenyum tipis lalu mengangguk. Begitulah kesan dirinya yang melekat pada ingatan Kyai Rifa'i.

"Saiki, pesantren enek pelajaran wajib. Pertolongan pertama opo kesehatan dasar opo PMR ngunu, emboh opo jenenge. Yo iku, naudzubillah seumpama enek kejadian serupa atau kasus lain e, bisa saling membantu."

Haykal kembali hanya tersenyum.

"Sowan sek neng ndalem, Le. Takut keburu Kyai pergi. Saiki Kyai sering pergi soale masyarakat podo ngundang Kyai nek acarane untuk sholawatan. Pernah satu hari sampe tujuh acara." Pak Nasir menggeleng kecil. "Kok kuat yo, Kyai. Mugo-mugo diparingi sehat ambek Pengeran."

Haykal pun pamit pada Pak Nasir. Setelahnya dia segera melangkah ke arah ndalem berada.

"Yang diceritain Pak Nasir itu bukannya Mas, ya? Aku inget dulu Mas sampe masuk koran."

Haykal terkekeh lalu menepuk bahu Akram.

Baru sampai di halaman ndalem, Kyai Rifa'i telah terlihat sedang duduk-duduk di depan ndalem sembari menikmati cangkir kopinya.

Akad RahasiaWhere stories live. Discover now