04 → makan yang banyak

67 10 1
                                    

Biasanya, gue bodoh dalam melihat perubahan fisik orang sekalipun udah lama nggak bertemu. Tapi sekarang, entah perasaan gue doang atau gimana, tapi Daffa kelihatan kurusan dari terakhir kita ketemu. Dan itu sekitar lebih dari seminggu lalu. Pipinya yang biasa gue colok menirus, begitu juga badannya yang menurut mata gue terlihat lebih ramping dari sebelumnya. Kalau udah begini, yang terlintas di otak gue adalah pasti dia lagi banyak pikiran. Walaupun nggak semuanya dia ceritakan ke gue.

"Makan yang banyak." Gue menyodorkan beberapa piring yang isinya beragam makanan.

Hari ini gue sengaja mengajak dia makan di restoran buffet. Gue juga sengaja tadi ambil makanan lebih banyak dari biasanya.

Daffa menatap gue heran. "Kapan aku makan gak banyak?"

"Kamu kurusan," gerutu gue merengut.

Dia nggak menanggapi omongan gue barusan. Sambil menyuap puding dengan santai, dia menopang dagu di telapak tangannya yang kosong. Matanya melihat lurus ke arah gue, tapi gue nggak mau meladeninya lebih lanjut.

"Berarti berhasil, dong," gumamnya kemudian.

"Apanya?"

"Nge-gym nya."

Mata gue sontak membulat bersamaan dengan pipi gue yang terasa panas untuk alasan yang nggak tentu. Ngaco banget ini anak. Nggak ada angin, nggak ada hujan tiba-tiba bilang gitu. Dari mana ... sejarahnya Daffa nge-gym? Buat apa juga nge-gym kalau dia udah bisa olahraga dengan main futsal setiap minggu?

"Bohong," tukas gue setelah kembali mendapatkan keseimbangan.

"Beneran."

Gue menatapnya menuntut penjelasan sedangkan Daffa udah menahan seringainya yang super menyebalkan itu. Dia mengisyaratkan gue untuk mengulurkan tangan. Tanpa gue sadari, tangan gue udah mendarat di lengannya.

"Kerasa, kan?"

"Apaan, sih!" cicit gue, secepat kilat kembali menarik tangan dengan muka yang terasa panas. For the record, gue nggak merasakan apa-apa karena memang nggak ngeh! "Dasar freak!"

"Belum kebentuk sepenuhnya, sih, makanya aku nggak bilang. Ntar aja kalau udah ada hasilnya."

Di bawah meja tangan gue udah meremas tisu saking gregetnya. Dia bahkan cuma perlu menggoda gue dengan candaan soal nge-gym dan gue udah berhasil dikalahkan. Kalau Daffa penyakit, gue udah kena stadium 4 selalu luluh lantak dibuatnya.

"Makan aja, deh!"

Dia mengeluarkan senjata andalannya. Sebuah senyum sok polos yang diikuti kata-kata, "Iya iya." dengan nada mengolok-olok.




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 17, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

book of loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang