Prolog

12.5K 628 57
                                    

Di dalam kamar dengan nuansa Jawa kuno seorang lelaki tengah menahan rasa sakit akibat patukan ular yang racunnya mulai menyebar ke seluruh tubuhnya.

" durung punjul wes kesusu kaselak jujul kasesalan hawa cupet kapepetan pamrih, tangeh nedya anggambuh maring hyang wisesa " ¹

Mendengar suara bisikan itu membuat lelaki itu melupakan rasa sakitnya dan menoleh ke kanan dan kiri untuk melihat siapa yang berbicara kepadanya.

Hingga tiba-tiba di depannya muncul sosok perempuan cantik namun sudah berumur tengah tersenyum menatapnya.

" Anakku Rangga Samudra..." Ucap perempuan itu.

Lelaki yang dipanggil Rangga itu mengerjap tak percaya dengan apa yang dilihatnya, sosok di depannya adalah orang yang paling dia rindukan selama ini. Kini sosok itu bagai bayangan yang tak bisa disentuh olehnya.

" Bunda Rara Semangkin..."

Perempuan itu tersenyum "iya nak, ibunda datang kepadamu untuk memberikan pengajaran atas perbuatan burukmu selama ini"

Rangga nampak terkejut mendengar itu.

"Kesombonganmu yang akan menghancurkanmu nak, dan inilah akibatnya . Alam semesta menghukummu dan akan memberikanmu kesempatan kedua untuk berbuat lebih baik di masa depan."

Rangga benar-benar tidak mengerti dengan maksud ucapan ibundanya, "Bukan maksud tak sopan ibunda, anakmu ini tidak mengerti."

"Ular yang mematukmu bukan ular sembarangan nak, itu adalah ular sihir."

Rangga makin tak mengerti dan mengingat ular yang mematuknya membuatnya menggeram kesal gara gara ular sialan itu aku harus kesakitan.

Mengerti apa yang dikatakan Rangga dalam hati perempuan itu tersenyum. " Kau akan mengerti sebentar lagi nak, maaf ibunda tak bisa membantumu. Suatu saat kau akan kembali merasakan kehidupan kembali, tapi bukan sebagai seorang Raden."

Lalu tiba-tiba terdengar suara petir dan angin kencang masuk ke dalam kamar Rangga. Rangga yang tak mengerti dengan apa yang terjadi berteriak meminta tolong kepada ibundanya. Tubuhnya tiba-tiba menjadi kaku dan dia merasa semakin kecil dan mengecil.

Tak berselang lama petir dan angin kencang itu menghilang dengan bersamaannya Rangga berubah menjadi patung kayu kecil.

Rara Semangkin sempat menitikkan air matanya namun segera menghapusnya. Dia mengambil Rangga yang sudah tak bisa berbicara itu akibat tubuhnya yang menjadi patung.

" Nduwur langit ijeh ono langit² ,  semoga kau dapat belajar dari kesalahanmu nak. Suatu saat kau akan kembali menjadi manusia kembali. Tunggulah dan nikmati."

Setelah itu Rara Semangkin menyerahkan patung anaknya kepada lelaki yang sedari tadi berdiri diam di pintu menyaksikan semuanya.

"Buatlah berita kematian tentangnya, dan simpanlah dia ditempat yang aman kangmas" ucap Rara Semangkin.

Lelaki itu adalah Panembahan Senopati atau Sutawijaya ayah dari Raden Rangga Samudra, raja Mataram Islam pertama.

" Akan aku jaga adinda, pergilah dengan tenang" balas Sutawijaya. Dia mencoba mengikhlaskan kedua orang yang sangat dia sayangi itu. Perlahan Rara Semangkin memudar dan sosoknya mulai menghilang.

Setelah kepergian istrinya dia mulai menyimpan patung kayu kecil itu ke dalam guci yang terletak di dalam kamar Rangga.

--o--

¹ (belum cukup kemampuan sudah ingin cepat terlihat pandai, terdorong hawa nafsu menjadikan sempit pemikiran, dengan seperti itu tidak mungkin dengan sang pencipta)

² (Atas langit masih ada langit)

Hai hai ,selamat membaca cerita gue yups.

QUERENCIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang