Bandung; halte

1.6K 116 0
                                    

Sabtu, 20 Januari 2017

Kring kringg

Suara lonceng berbunyi, menandakan ada seseorang yang baru saja membuka pintu cafe tempatku bekerja. Pemilik cafe sengaja menempelkan lonceng dibalik pintu agar membuat suasana lebih terasa hidup, ujarnya

Jika akhir pekan tiba, cafe akan dua atau tiga kali lebih ramai dari hari biasa. Dan aku hanya bekerja ketika akhir pekan saja, karena jika hari biasa aku harus kuliah. Namun karena sekarang sedang libur semester ganjil, aku akan bekerja selain hari kamis dan minggu, itu adalah hari liburku

Beruntung pemilik cafe ini sangat baik, ia membolehkanku bekerja part time untuk menambah uang jajan. Ia bilang lebih baik melakukan hal yang bermanfaat ketika liburan tiba, daripada hanya bermain-main saja dan tidak menghasilkan apapun

Aku bekerja di salah satu cafe yang terletak di tengah kota. Banyak orang bilang kalau kotaku ini adalah kota paling romantis di Jawa Barat. Padahal aku merasa biasa saja, tak ada yang romantis dari Bandung

Iya, Bandung memang biasa saja, sebelum seseorang dengan tubuh tinggi dan wajahnya yang terkesan masam namun tampan itu datang untuk berkunjung ke cafe

Aku tak pernah menyangka, di cafe itu akan menjadi tempat pertama pertemuanku dengannya. Dan lelaki itu, yang juga merubah sudut pandangku terhadap Bandung yang sebelumnya kuanggap biasa saja menjadi tak biasa

"Selamat datang" sapaku dengan senyuman pada seseorang yang baru saja datang menghampiri kasir untuk memesan

"Satu espresso" ucapnya sambil menyodorkan selembar uang

"Silahkan tunggu kopinya" aku menyodorkan struk pembayaran dan benda berukuran kecil yang biasa disebut sebagai alarm jika pesanan sudah siap "terima kasih" lanjutku masih dengan senyuman

Aku bekerja dari pukul 9 pagi hingga pukul 3 sore. Aku perempuan, pemilik cafe bilang ia tidak mengizinkan pegawai perempuannya bekerja hingga larut malam. Cafe ini akan buka pukul 9 pagi dan tutup pukul 10 malam, kecuali jika akhir pekan, akan tutup pukul 12 malam

Masih satu jam lagi hingga waktu pulang. Aku sudah bertukar posisi tidak lagi berjaga di kasir, sekarang aku sedang menjadi seorang barista—cita-cita terselubungku

Jam dindin berdetak, jarum pendek bergerak menunjukan pukul tiga sore. Aku bergegas ke dalam untuk mengganti pakaian dan mengambil tas

Sama seperti biasanya, aku berjalan menuju halte seorang diri. Aku pulang menggunakan bus kota atau yang biasa disebut Damri bagi orang Bandung

Hari itu halte tidak terlalu ramai, hanya ada aku yang sedang berdiri di pojok kanan, seorang ibu yang kurasa baru saja pulang bekerja, seorang lelaki yang sedang duduk di halte pojok kiri—oh tunggu! Bukankah dia yang tadi siang berkunjung ke cafe? Entahlah. Dan yang terakhir tiga orang yang sedang berdiri di dekat lelaki yang sedang duduk itu—sebentar, apakah lelaki itu berteman dengan tiga orang disampingnya? Kenapa ketiga orang itu terlihat mencurigakan?

Diam-diam aku memerhatikan ketiga orang itu. Dua orang diantara mereka maju kedepan seperti sedang memerhatikan jalanan, dan satu orang lagi—mereka pencopet! Lelaki itu sedang dalam bahaya

Dengan sigap aku berjalan mendekat ke arah lelaki itu "Hei kau! Apa kabar?" Teriakku memandang lelaki yang berkunjung ke cafe tadi siang

Kulihat dari balik ekor mata, ketiga lelaki yang sedang melakukan aksinya tersebut terlihat menegang dan menjauhi lelaki cafe yang kusapa tiba-tiba

Lelaki cafe itu hanya menengok ke arah kanan dan kiri, ia tak merasa mengenalku, tentu saja ia akan kebingungan

"Aku?" Ucapnya sambil menunjuk diri

Setelah kulihat pencopet itu pergi, aku langsung berbicara padanya

"Maaf sebelumnya, apakah barangmu ada yang hilang? Kau hampir saja dicopet oleh orang yang berada di dekatmu tadi" wajah lelaki itu terlhiat berubah menjadi panik

"Benarkah?" Ucapnya sambil menggeser tas selempang yang sebelumnya ia letakkan posisinya di belakang "astaga, tasku sudah terbuka. Hampir saja kameraku hilang" lelaki itu memegang dadanya

"Apakah tidak ada yang hilang?" Tanyaku lagi

Lelaki itu mengacak isi tas untuk kedua kalinya "sepertinya tidak ada. Terima kasih sudah memberitahuku" ia mendongkak menatapku

"Baiklah, kalau begitu kau harus lebih berhati-hati lagi" aku beranjak pergi ke tempatku sebelumnya

"Tunggu" lelaki itu meraik pergalangan tanganku "uh, maaf" ia melepas tangannya "aku Johnny. Aku benar-benar berterima kasih. Kalau tidak ada kau, mungkin semua barangku sudah hilang. Aku ingin membelikanmu segelas kopi atau teh jika kau berkenan. Kau yang bekerja di cafe, bukan? Tadi siang aku mengunjungi cafe tempatmu bekerja"

Apakah dia baru saja menyadari kalau aku yang bekerja di cafe?

"Ah, tidak perlu, aku harus segera pulang sekarang. Ya, aku bekerja di cafe yang siang tadi kau kunjungi"

"Baiklah, kalau begitu besok aku akan datang lagi ke cafe, terima kasih—" lelaki bernama Johnny itu menggantungkan kalimatnya sambil menunjukku "Amelia. Namaku Amelia" ucapku

"Ah, terima kasih Amelia, namamu sungguh cantik, sama seperti sikapmu" lanjutnya

Apa-apaan itu, apakah dia baru saja menggodaku? Tanpa pikir panjang aku hanya tersenyum lalu pergi karena pas sekali bus tujuanku sudah datang




To be continued....

Bandung [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang