Bandung; a call

299 55 0
                                    

Jakarta, 15 Desember 2019

"Kalau butuh sesuatu, bisa tekan tombol merah yang ada di belakang sini ya, Kak" ucap Suster setelah mengganti cairan infus.

Aku tersenyum dan mengangguk "Baik Sus, terima kasih"

Kalau kalian bertanya-tanya mengapa aku ada di rumah sakit, jawabannya tentu saja karena aku sakit. Haha mana ada orang lapar lalu dirawat di rumah sakit.

Oke itu jokes yang tidak lucu.

Saat ini aku berada di salah satu rumah sakit swasta ternama di Jakarta.

Ini sudah hari ke-5 aku berada di rumah sakit. Jenuh. Hari ini aku sedang sendiri karena ibu tidak bisa meninggalkan Doni sendirian di rumah, apalagi ia sedang UAS.

Sepupuku yang kuliah di Jakarta akan datang dan menginap disini. Ia lebih muda satu tahun dariku, tapi pengawakan dan gaya bicaranya seperti lebih tua jika dibandingkan denganku.

Ia bilang, hari ini akan datang terlambat karena harus pulang ke tempat kost untuk mengambil beberapa pakaiannya.

Aku mengambil topi di atas sofa yang biasa dijadikan tempat tidur oleh sepupuku. Ini sudah kemoterapi kelima, rambutku sudah kupangkas habis karena saat kemoterapi kedua rambutku mulai rontok dan aku cukup risih dengannya.

Aku berjalan menuju taman di samping rumah sakit. Udaranya cukup sejuk karena sedang mendung. Sebelum menuju taman, aku menyempatkan diri pergi ke kantin untuk membeli ice cream.

Apa kalian memiliki teman yang selalu ingin makan ice cream ketia ia sedang sakit? Kalau iya, temanmu itu seperti aku.

Ketika sakit—demam sekalipun, entah mengapa aku selalu ingin ice cream dan tak lama kemudian akan sembuh dengan sendirinya. Makanya ibu sering menyediakan ice cream di rumah kami.

Dengan berbalut pakaian rumah sakit aku duduk di bangku taman yang udaranya cukup sejuk karena sedang mendung dan posisiku persis dibawah pohon besar yang rindang.

"Josh! Please!" Tiba-tiba saja Joshua—sepupuku—menarik tanganku dan memakan ice cream yang sedang ku makan.

"Kau lupa? Tidak ada ice cream sampai pulang dari rumah sakit"

aku berdecak kesal "cuma hari ini saja, kok!"

Joshua tidak membalasku lagi dan membiarkan aku memakan sisa ice cream lalu duduk disampingku "Sedang apa kau disini?"

"Kau sendiri kenapa disini? Bukankah tadi pagi kau bilang akan datang malam?"

"Jika orang lain sedang bertanya, jangan bertanya balik" Joshua melayangkan satu jitakan di kepalaku.

"Sakit tahu!" Aku mengelus topi yang kupakai.

Sore itu ku habiskan dengan obrolan kecil bersama Joshua di taman rumah sakit.

*****

Bandung, 25 Januari 2017


"Espresso, please" ucap seorang lelaki jangkung dihadapan kasir.

"Again?" Gadis penjaga kasir itu hanya tersenyum bertanya pada pelanggannya.

"Hehe" balas lelaki jangkung sambil mengulas senyum manisnya.

"Biar aku yang bayar karena kemarin kau sudah mengajakku jalan-jalan"

Johnny hanya tersenyum kaku lalu menganggukkan kepalanya "baiklah, terima kasih"

Hari itu yang ku tahu lelaki jangkung bernama Johnny hanya menghabiskan waktu siangnya dengan ditemani Espresso dan croissants sambil mengetikkan sesuatu di laptop yang dibawanya.

Tak ada percakapan lain antara aku dan Johnny selama jam kerjaku masih berjalan.

Sesekali aku akan melirik Johnny yang begitu fokus berkutat dengan laptopnya. Kalau dilihat-lihat seperti ini, ternyata lelaki itu tampan juga.

Aku terkesiap begitu sadar bahwa Johnny sedang memergoki aku yang sedang menatapnya.

'ada apa' gumam Johnny tanpa suara, hanya dengan gerakan mulutnya.

Aku menggeleng malu lalu mengalihkan pandangan pada pintu masuk kafe.

Tepat pukul tiga—aku sudah selesai bekerja, namun saat aku akan pergi ke dalam untuk mengganti pakaian, aku tak melihat keberadaan Johnny di mejanya. Hanya ada 2 gelas kosong dan sebuah laptop yang masih menyala di atas meja.

Sepertinya Johnny sedang ke toilet, jadi aku memutuskan untuk mengganti pakaian terlebih dahulu.

"Sudah?" Ucap Johnny yang tiba-tiba ada di sampingku.

Tangan kiri Johnny sudah menenteng tas laptopnya, dan di tangan kanannya terdapat kunci mobil yang ia genggam.

"Hm hm" gumamku.

"Ayo ku antar pulang" Johnny berjalan mendahuluiku menuju mobilnya.

"Tidak usah, kau kan sedang liburan. Harusnya kau bersenang-senang saja"

Lelaki jangkung itu membalikkan badannya menghadapku "Bersenang-senang seperti apa yang maksud?" Alis sebelah kanannya terangkat.

"Liburan. Kau harusnya menjelajahi Bandung. Kan itu tujuanmu"

"Tidak mau, terserah aku saja" Johnny tertawa "ayo cepat nanti macet"

Dengan sedikit berlari akupun mengejar Johnny yang berjalan cukup jauh di depanku.

Lagi-lagi sore itu mendung. Johnny memintaku untuk mengantarnya membeli beberapa makanan ringan sebelum mengantarku ke rumah.

Ku kira Johnny membeli makanan ringan untuk persediaan dirinya di hotel, ternyata makanan ringan itu malah ia berikan pada Doni. Jelas saja Doni kegirangan, anak yang memiliki badan gemuk itu sangat suka ngemil, tak seperti aku yang ingin gemuk saja susah.

"Ah, kemarin aku melihat ini dan teringat padamu, jadi aku membelinya" Johnny menyodorkan gantungan kunci berbentuk kelinci berwarna merah muda dan putih "dan ini untukku" lanjutnya dengan memamerkan gantungan kunci berbentuk kelinci yang lain—berwarna hitam dan putih.

"Waahh terima kasih" aku tersenyum sambil memperhatikan gantungan kunci yang diberikan oleh Johnny.

Johnny tersenyum.

Drrtt drrttt drrtttt...

Getaran itu datang dari saku celana Johnny "sebentar" ucap Johnny setelah melihat layar ponselnya.

"Ada apa lagi?"
"..."
"Iya nanti ku belikan"
"..."
"Aku sedang tidak di hotel"
"..."
"Hm"
"..."
"Jaga kesehatanmu, jangan lupa makan"

To be continued....

Bandung [✓]Where stories live. Discover now