2

8 2 0
                                    

"Sorry ya An, gua nggak bisa nganterin pulang". Lizbeth berkata dengan wajah sedihnya. Kami memang sudah berencana untuk pulang.

"Lah kenapa Liz?". Alexa memutar-mutar sedotannya menunggu jawaban Lizbeth.

"Gua disuruh nganterin Mama ke butik".

"Yaudah gua balik sendiri aja nggak papa".

"Eeeh nggak, biar gua aja yang nganterin lu balik". Sean menawarkan diri, diantara kami yang sering mengantarkan aku pulang adalah Sean, bisa dibilang aku paling dekat dengan Sean dibandingkan dengan yang lainnya.

"Ogah! Lu udah punya gebetan. Inget itu, ntar yang ada gua dilabrak lagi". Aku memutar bola mataku malas, aku tau betul siapa gebetan Sean, Retta namanya.

"Yaelah Al santai aja kali. Dia nggak semenyeramkan itu kok".

"Buat lu iya buat gua enggak".

"Emang lu tau siapa gebetan Sean Al?". Tehra mencondongkan tubuhnya kedepan.

"Tau anak SMA Garuda wkwkw. Udah lah gua mau pulang dulu ya. Kalian pulangnya hati-hati". Aku mengambil tas ku dan beranjak pergi meninggalkan mereka.

"Perumahan Bougenville no 7 ya pak".

"Siap neng".

Taksi yang aku tumpangi melaju dengan kecepatan sedang. Entah apa yang terjadi sampai sang supir harus mengerem mobilnya mendadak.

"Kenapa pak?".

"Anu neng, saya nggak sengaja nabrak orang". Suaranya terdengar gemetar, beliau pasti sangat ketakutan.

"Hah?". Dengan wajah pias aku turun dari mobil guna memeriksa apakah orang yang ditabrak ada luka serius atau tidak.

Wanita di depanku meringis kesakitan, dari telapak tangannya keluar darah segar yang mengalir cukup deras. Aku memejamkan mataku sejenak, perlu diketahui bahwa aku fobia dengan darah. Aku berjongkok, bertanya dengan nada khawatir.

"Ibu nggak papa? Ada yang sakit lagi? Kita kerumah sakit ya? Biar lukanya nggak infeksi". Dia menggenggam tanganku dengan senyum manisnya,

"Saya nggak papa nak, ini cuma luka kecil saja kok".

"Mmm tapi nanti bisa infeksi. Ibu naik ke mobil saja ya. Biar saya obati dulu lukanya". Ibu itu menurut, aku menuntunnya masuk. Aku mengobati lukanya dengan telaten, walaupun sembari meringis ketakutan. Disela pengobatan ini, ada sesi maaf-maafan antara sang ibu dengan supir taksi yang menabraknya.

"Saya antar pulang sekalian ya Bu?".

"Panggil Bunda saja. Tapi sepertinya tidak usah, saya takut merepotkan kamu".

"Nggak papa kok Bu, itung-itung permintaan maaf kami karena telah menabrak Bunda".

"Benar Bu, biar saya antar saja sekalian".

"Yasudah".

Di perjalanan kami berbincang banyak hal, namanya adalah Bunda Yasmin.

"Jadi Bunda punya panti asuhan?". Tanyaku penasaran.

"Ada nak, kalau kamu mau kamu boleh main kesana".

Aku tersenyum girang, "Kalau begitu Alina mau main ke tempatnya ya Bunda".

Bunda Yasmin tersenyum, manis sangat manis. Aku sedikit tertegun, jika saja Mama mau tersenyum padaku, apakah akan semanis dan semejukkan senyuman Bunda?. Aku menggeleng pelan, mengusir hayalan yang sepertinya tidak akan menjadi kenyataan.

"Kita sudah sampai".

Kami turun dari mobil setelah membayar ongkos. Mataku berbinar menatap bangunan sederhana namun besar di depanku.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 23, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Me and YouWhere stories live. Discover now