Eight

4.1K 479 84
                                    


"Kenapa cemberutin Mas terus? Bibirmu rasanya sudah seperti bibir bebek, manyun terus." Jeongin
duduk disofa, menonton televisi sembari peluk bantal sofa. Bibirnya menukik turun, sedikit maju karena
sebal dengan Mas tertuanya.

"Gara-gara Mas Minho aku batal nonton konser tulus tau."
Bibirnya masih mencebik, mengencangkan pelukannya pada bantal sofa dan enggan menoleh pada Minho di sebelahnya.

"Hayolo Mas, adeknya diapain tuh?"
Sana menggoda, wanita yang sudah berpiyama cantik itu menggoda anak-anaknya saat melihat si sulung
dan si bungsu sedang bersama.

"Ngambek nih dia Mah, gagal nonton konser tulus sama pacarnya."

"Mas!" wajah Minho dipukul dengan bantal sofa, Sana hanya terkikik geli melihat interaksi kedua
anaknya.

"Jeongin jangan dipukul Mas Minhonya, kasihan. Nanti wajahnya jadi jelek."

"Biarin, biar Mas Minho enggak bisa dapet pacar, wlee." Jeongin menjulurkan lidahnya mengejek,
pipinya jadi sasaran empuk untuk Minho cubit.

"Mamah mau buat teh, kalian mau nggak?"

"Jeongin mau susu cokelat."

"Minho mau kopi susu."

Sana tersenyum lalu berlalu masuk ke dapur, Jeongin kembali pasang wajah cemberutnya. Mencebikkan
bibir dan mengabaikan Minho.

"Manyum-manyun terus nanti bibirmu Mas cium lho."

"Mana mungkin, Mas Minho kan lurus. Jijik toh cium-cium cowok homo kayak aku."

Minho menyerang, mendekatkan wajahnya pada wajah Jeongin. Mata Jeongin membelalak kaget, jarak
wajah mereka hanya sekitar lima senti. Terpaan napas masing-masing terasa menyapa kulit.

"Fiuh~" Minho meniup wajah Jeongin dan tertawa. "Ngapain kamu merem begitu? Beneran pikir bakal
Mas cium ya?"

"Ih Mas Minho!"

Pukulan bertubi-tubi Jeongin layangkan pada wajah Minho, tentu pukulan dengan bantal. Mana
mungkin Jeongin memukul dengan kepalan tangan kosong, cari mati namanya.

"Ampun! Ampun! Hahahahahaa aduh sudah Jeongin."

"Mas Minho jangan ketawa! Aku kesal dengarnya."

Wajah kesal Jeongin yang memerah terlihat sangat lucu, apalagi pipi gembilnya mengembung imut.
Posisi mereka sekarang agak ambigu, Minho berbaring di sofa dengan Jeongin yang menduduki perutnya
sembari pukul-pukul manja.

"Kalian ngapain?" Hyunjin entah sejak kapan sudah berdiri di belakang sofa yang dua sejoli itu tempati.
Memandang mereka datar dengan tatapan menyeramkan.

"Hyunjin mau kemana?" Sana datang dengan nampan berisi tiga gelas minuman.

Minho dan Jeongin memperbaiki posisi mereka, melihat ke arah Hyunjin yang berpakaian rapi.

"Sudah jam setengah sepuluh malam lho, kamu mau ngayap kemana?"

"Main sebentar, temen aku ada yang ulang tahun. Acaranya dari jam tujuh sampai jam dua belas, aku
baru ingat jadi mau berangkat sekarang."

Terlihat kebohongan yang begitu besar dari tiap silabel kalimat yang Hyunjin ucapkan.

"Sudah malam banget, kamu nggak usah datang." cegah Sana.

"Mah," Hyunjin merajuk, Sana tampak berpikir sejenak sebelum memutuskan.

"Jam dua belas sudah sampai rumah ya, kamu bawa kunci cadangan kan?"

Hyunjin mengecup pipi Sana lalu lari keluar dari rumah. "Makasih Mah
Oh ya, Mas Minho mending jangan dekat-dekat Jeongin. Nanti ketularan homo."

Road Not TakenDove le storie prendono vita. Scoprilo ora