-Part 21-

11.1K 369 6
                                    

Mereka berdua segera masuk ke dalam mobil meninggalkan gudang dengan puing bangunannya telah habis terbakar oleh ledakan bom.

Suasana dalam mobil hening. Tak ada dari mereka berdua yang mencoba untuk berbicara satu sama lain. Ditambah lagi aura dingin nan mencekam pada diri Vernon yang menatap secara mengintimidasi jalanan.

Hingga Lenard mencoba untuk mencairkan suasana. Sembari tangannya memegang kemudi ia melirik Vernon yang masih menatap tajam jalanan yang mereka lalui.

"Apa kakimu baik-baik saja?,"

"Hmm, hanya terkilir biasa, tidak usah khawatir," ujar Vernon dengan datar.

"Syukurlah," lega Lenard.

Tak lama kemudian Lenard mengalihkan paerhatiannya pada kemeja hitam yang dikenakan oleh Vernon. Penglihatannya menunjukkan rasa heran. Tampak warna kemeja di area sekitar bahu Vernon berbeda dibanding area yang lainnya. Menandakan jika daerah tersebut terdapat cairan darah.

Lenard mengerutkan dahinya. "Ada apa dengan bahumu? Kau terluka?,"

Vernon menoleh, tampak sunggingan senyum terlihat jelas diwajah tampannya.

"Aku mengatakan jika tidak usah khawatir, cepat bawa aku pulang agar aku bisa mengeluarkan peluru ini dalam tubuhku," terang Vernon.

"Kapan kau terkena tembak?," tanya Lenard lagi.

"Pada saat hujan peluru tadi,"

Lenard menghela napas hambar setelah mendengar jawaban Vernon dengan tenangnya. Lenard tak habis pikir, entah berapa banyak peluru yang pernah bersarang ditubuh Vernon sehingga ia seakan tak memiliki rasa sakit sedikitpun. Memang Vernon benar-benar iblis bertampang malaikat.

"Vernon, mungkinkah jika Barton membunuh orangnya sendiri?,"

Vernon menghela napas lelah sembari memijit pelipisnya pelan.

"Mungkin saja, karena orangnya ada pada kita, bisa jadi karena khawatir akan mengetahui rencananya, tapi aku akan tidak akan putus asa untuk memburu Barton, walau nyawa taruhannya," ujar Vernon dengan tenang.

"Aku percaya padamu Vernon, tapi bagaimana dengan Stella, kau juga harus melindunginya bukan?,"

Vernon terdiam sejenak. Ingatannya berputar pada beberapa jam lalu saat semua perlakuan manis diberikannya hingga pengakuan menyakitkan yang ia berikan.

Vernon menghela napas dengan singkat. "Aku dengan Stella telah selesai,"

Lenard yang awalnya menatap fokus pada jalanan secara sontak menoleh pada Vernon.

"Tunggu dulu, apa yang kau bicarakan?," Lenard mengerutkan dahinya bingung atas pernyataan Vernon.

"Tidak usah dibahas, hanya cerita yang tak penting," ujar Vernon dingin.

***
LawernFr's Hospital, New York, 12:30

Stella terduduk sendiri sembari matanya menatap taman hijau rumah sakit. Suasana kantin pada saat jam makan siang hari ini tidak terlalu ramai. Sehingga memungkinkan Stella mencari tempat duduk agak menepi namun masih menampakkan pemandangan hijau taman rumah sakit.

Tiba-tiba penglihatannya terhalau oleh seseorang yang begitu saja duduk dihadapannya.

"Apa yang sedang kau pikirkan?," suara dalam pria tiba-tiba. Membuat Stella menyadarkan lamunannya.

"Willie?! Kenapa kau disini? Apa kau bekerja disini?," tanya Stella kegirangan.

Willie tampak tampan dengan kemeja biru langit dengan satu kancing lepas dikerahnya, serta rambut dengan sisiran rapi.

A Man From HellOnde histórias criam vida. Descubra agora