BAB 21

4K 178 0
                                    

Beberapa jam kemudian, Ela mengurung diri dikamar. Ela tidak berniat untuk keluar kamar. Ela memilih duduk di salah sofa menghadap jendela, menatap pemandangan dari jendela kamarnya. Ponsel miliknya sudah ia matikan dari tadi pagi, ia tidak ingin ada yang menggangu dirinya. Ia memikirkan nasibnya setelah ini, jujur ia tidak tahu akan berbuat apa.

Suara dentingan bell berbunyi, Ela menoleh 45 derajat menatap ke arah pintu. Ela sudah menduga itu bukan Ali, masalahnya Ali tidak perlu repot memencet tombol kamar seperti ini, ia selalu masuk tanpa sepengetahuannya, karena laki-laki memang telah memiliki kunci duplikat kamar ini.

Ela melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Ia membuka hendel pintu, Ela memandang Hasan disana. Ia sedang berdiri tepat dihadapannya.

"Apakah saya menggangu kamu?" Tanya Hasan.

Hasan memperhatikan penampilan Ela, wanita itu mengenakan sweater hitam dan celana jins hitam yang sangat pas ditubuhnya. Jujur ia terpana melihat wanita itu. Wanita itu ternyata cantik jika di perhatikan dekat seperti ini.

"Tidak" ucap Ela, ia memperlebar daun pintu.

Ela memperhatikan Hasan, laki-laki itu tersenyum menatapnya. Laki-laki itu mengenakan jas hitam dan terlihat sangat rapi. Mempersilahkan laki-laki itu masuk. Ela menutup pintu itu kembali. Hasan duduk disalah satu sofa, ia menatap Ela disana.

"Bagaimana keadaan kamu?" Tanya Hasan penasaran. Masalahnya kemarin wanita itu, ia tinggalkan tidak dalam keadaan baik-baik saja.

"Entahlah, saya masih tidak terima atas semua ini" ucap Ela.

"Ya, saya tahu. Mungkin kamu masih terkejut, sebaiknya kamu menjauh dari Ali".

"Ya, saya memang tidak ingin terlibat urusan dengannya" ucap Ela.

"Bagus kalau begitu, menjauhlah darinya".

"Iya, terima kasih" ucap Ela.

Hasan melirik Ela, ia menatap ruangan kamar itu, "kamu sudah makan?" Tanya Hasan penasaran, masalahnya ia tidak melihat Ela di ruangan Majesti tadi pagi.

"Belum, saya lagi tidak ingin makan".

"Tapi kamu harus makan, agar memulihkan stamina kamu. Apakah kamu perlu bantuan saya, kamu terlihat kacau".

Ela tersenyum getir, ia memandang Hasan. Laki-laki itu seakan tahu, apa yang di alaminya. "Bisakah kamu membawa saya pergi dari hotel ini. Semalam saya dan Ali bertengkar hebat. Saya hanya ingin menjauh darinya".

Alis Hasan terangkat, mendengar penuturan wanita itu, ada perasaan senang mendengar wanita itu dan Ali bertengkar. Ia kembali memperhatikan wajah Ela. Dibawah mata bening itu nampak sedikit menghitam, wanita itu terlihat kurang tidur.

Hasan tidak mempertanyakan lagi prihal tentang pertengkaran Ali dan wanita itu, baginya itu terlalu pribadi untuk menanyakannya.

"Ya, tentu saja. Saya akan membantu kamu. Sebaiknya kamu cari hotel yang jauh dari sini".

"Terima kasih, Hasan" ucap Ela.

"Iya sama-sama".

"Bisakah kamu merahasiakan ini kepada Ali. Saya tidak ingin dia mengetahui keberadaan saya" ucap Ela.

Hasan tersenyum, "ya, tentu saja saya akan merahasiakannya. Saya tidak ingin kamu menjadi korban, laki-laki brengsek seperti Ali. Lagian disini sudah tidak aman, karena para wartawan telah menemukan keberadaan kamu dan Ali".

"Iya" ucap Ela pelan.

"Bersiaplah, kita pergi sekarang. Kemasi semua barang-barang kamu".

"Iya, saya sudah siap dari tadi, itu koper saya" ucap Ela.

Hasan menegakkan tubuhnya dan melangkah mendekati koper hitam itu. "Hanya ini barang-barang kamu?" Tanya Hasan.

"Iya hanya itu saja".

"Ayo kita pergi dari sini. Saya tidak ingin, Ali melihat kamu pergi dengan saya. Jika ia tahu, masalah ini semakin panjang, dan setelah itu kamu akan melihat saya mengapung di danau Luzern, mati mengenaskan".

Ela tersenyum, dan tertawa atas ucapan Hasan. Sama sekali tidak masuk akal menurutnya. Hasan ikut tertawa, melihat wanita itu. Senyum itu begitu cantik, deretan gigi putihnya terlihat jelas. Pantas saja Ali menyukai wanita itu, ternyata senyum itu lah yang membuat semua laki-laki akan jatuh hati.

"Tertawalah seperti itu, karena senyum kamu sangat cantik" ucap Hasan, ia lalu menarik koper hitam milik Ela.

**********

Hasan membawanya pergi ke Radison Blu Hotel, yang letaknya tidak begitu jauh dari gunung Giri. Pemandangan disini juga cantik, terlihat alam yang indah. Hasan laki-laki baik, dan semuanya berbeda apa yang di katakan Ali kepadanya.

Hasan memesan kamar untuknya. Keberangkatannya tadi secara diam-diam. Ela sengaja mengenakan topi dan mengendap-endap atas kepergiannya. Hasan membawa mobil berwarna hitam. Ia tidak tahu, laki-laki itu mendapatkan mobil pribadi itu dari mana, karena mobil itu terlihat mahal dan berkelas. Mereka mungkin sudah terlahir dengan harta yang berlimpah.

Setelah pemesanan kamar selesai, Ali kembali menarik koper milik Ela, hingga ke kamar wanita itu. Ali membuka hendel pintu kamar, ia menatap ruangan, tidak lebih dari kamar hotel lainnya.

"Kamu berapa hari di Luzern?" Tanya Hasan, ia meletakkan koper itu di dekat lemari.

"Hanya 12 hari saja, setelah itu saya akan pulang ke Indonesia".

"Hanya sebentar ternyata".

"Ya, karena saya harus kembali kerja" ucap Ela.

"Begitu ternyata, kamu ingin makan apa, agar saya memesankan kamu makanan".

"Apa saja, saya tidak memilih makanan" Ela melangkah membuka gorden kamar, agar pencahayaan itu menerangi seluruh ruangan kamar.

Ela kembali menatap Hasan, "terima kasih".

"Iya sama-sama. Sebaiknya saya ke bawah dulu, membelikan kamu makanan".

"Iya".

Hasan tersenyum dan ia lalu melangkah menjauhi Ela. Membiarkan Ela mengemasi semua barang-barangnya.

**********

OM BULE MENJADI KEKASIHKU (SELESAI)Where stories live. Discover now