BAB 23

4K 188 0
                                    

Nihan kini mendengar secara langsung, kenapa Ali membatalkan pernikahan itu. Benar kata Hasan, bahwa Ali telah berubah tidak memperdulikannya. Nihan ingin tahu, seperti apa wanita yang telah merebut Ali darinya. Ia melihat foto-foto wanita itu di media, wanita itu terlihat biasa saja, dan tidak sebanding dengan dirinya.

Ia harus bertemu dengan wanita itu, ia ingin memberi pelajaran kepada wanita yang telah berani merebut Ali darinya. Ia tidak ingin membiarkan Ali jatuh di pelukan wanita lain selain dirinya. Baginya Ali adalah miliknya, padahal sudah selangkah lagi ia akan memiliki Ali seutuhnya.

Nihan duduk di sofa, ia menekan ponsel. Ia akan meminta bantuan seseorang, untuk memberi pelajaran kepada wanita itu. Nihan menaruh ponselnya ditelinga kiri, suara sambungan terdengar jelas.

"Iya halo".

"Max, saya perlu bantuan kamu. Saya ada sedikit pekerjaan untuk kamu".

"Saya perlu secepatnya" ucapnya lagi.

"Terima kasih Max" ucap Nihan, ia menekan tombol merah itu.

Nihan tersenyum licik, ia meletakan ponselnya begitu saja. Ia melangkah dan membaringkan tubuhnya di tempat tidur.

Setelah ini, ia akan bertemu Hasan. Ia harus bertemu dengan Hasan. Setelah pulang dari Luzern ia pastikan, Ali jatuh dalam pelukkanya kembali.

*********

Malam harinya Hasan dan Ela, kini duduk di cafe sky garden letaknya di lantai paling atas. Angin malam memang sedang dingin, Ela mengeratkan blezer hitam yang dikenakannya. Ela menyesap kopi hangat, dipegangnya permukaan gelas itu.

"Ceritakan tentang kamu" ucap Hasan.

"Tentang saya? Apa yang ingin kamu ketahui".

"Keluarga kamu mungkin, hanya sekedar ingin tahu saja" ucapnya lagi.

"Saya anak kedua dari dua saudara. Saudara saya sudah menikah, kini tinggal di Medan. Medan itu salah satu kota di Indonesia. Orang tua saya mempunyai kebun kopi, sekarang sedang mengelola kebun kopi tersebut. Saya hidup sendiri di Jakarta, tinggal di kost yang letaknya dekat tempat saya bekerja. Hanya itulah yang bisa saya ceritakan, tidak ada yang spesial dalam hidup saya" ucap Ela

Hasan tersenyum, Kesederhanaan itulah yang di cari Ali.

"Bagaimana kehidupan kamu? Saya sudah mengira, kalian pasti orang-orang kaya, yang memiliki harta berlimpah, memiliki usaha minyak. Seperti orang-orang Dubai yang saya lihat di Tv".

Hasan tertawa, ia kembali menyesap kopi itu. Ia melirik Ela, "ya, negara kami memang sedikit lebih maju dari negara kalian. Saya jarang ke Dubai, Bisnis saya ada di Qatar dan Beirut, Ela".

"Benarkah? Qatar yang keren itu. Sewaktu-waktu saya akan kesana".

"Jika kamu mau, besok atau lusa, saya bisa mengajak kamu kesana".

Ela tersenyum, ia menatap Hasan. "Saya hanya bercanda Hasan".

"Kamu tidak ingin ke Qatar?".

"Ya, suatu saat nanti, saya akan ke negara paling kaya itu. Tapi tidak untuk sekarang Hasan".

"Oke, tidak masalah".

"Apakah kamu tahu, bagaimana cara menghapus nama saya di media itu" tanya Ela.

Alis Hasan terangkat, ia kembali melirik Ela, "satu-satunya cara yaitu blokir semua akun media sosial kamu. Kamu memberanikan diri, mengklarifikasi masalah itu di media, kamu berani berkata bahwa kamu tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Ali, dan setelah itu kita ke kantor google, meminta kepada pihak google akan menghapus semua yang terkait tentang dirimu".

"Sepertinya ribet sakali, Bisakah kamu membantu saya mengurus semua itu".

"Tentu saja, saya akan membantu kamu Ela".

"Terima kasih, mau membantu saya" Ela tersenyum.

Ela mengetatkan blezer yang di kenakannya, ia melirik Hasan, "Sepertinya malam ini dingin sekali" ucap Ela.

"Iya, sebaiknya kita masuk. Saya senang kenal dengan kamu Ela".

"Saya juga" Ela tersenyum.

Sementara di luar sana, sepasang mata menatapnya dari kejauhan menahan geram.

*********

Ali menatap bangunan hotel yang kini di tempati Ela. Ia harus bertemu dengan wanita itu. Ali melirik jam yang melingkar di tangannya, menunjukkan pukul 08.21 menit. Ali melangkahkan kakinya menuju lobby hotel. Ali mengedarkan pandangannya ke segala penujuru ruangan.

Ali melangkahkan kakinya menuju ruang majesti, karena ditempat itulah semua para tamu akan menikmati sarapan, ia pasti akan mendapati kedua orang itu disana. Benar dugaan Ali, ia mendapati Ela dan Hasan disana. Kedua orang itulah yang ia cari. Ali berjalan mendekati kedua orang tersebut. Sepertinya Hasan dan Ela, itu tidak menyadari kehadirannya.

Ela mengalihkan tatapanya dan betapa terkejutnya, ia mendapati Ali yang sudah tidak jauh darinya. Terlihat dari mata itu menyala-nyala. Oh Tuhan, Ali sungguh sangat mengerikan.

"Ali..." ucap Ela.

Hasan mengerutkan dahi, "siapa, Ali?" Tanya Hasan.

"Ali...".

Ela lalu menegakkan tubuhnya karena Ali kini sudah berada di hadapannya. Ali dengan cepat meraih kerah baju Hasan, hingga Hasan tersudutkan ke dinding. Kepalan tangannya, mendarat di wajah Hasan seketika, terdengar bunyi tinjuan itu cukup jelas.

Sedetik kemudian, meja itu terbalik, dan gelas jatuh ke lantai, hingga menimbulkan bunyi ubin dan pecahan kaca. Membuat kegaduhan seisi ruangan.

Ela menjauh dari meja dan ia berteriak. "Ali !"

Semua terjadi begitu cepat, dan semua para tamu hotel menatap kejadian tersebut. Dirinyalah menjadi pusat perhatian. Ela melihat kejadian itu begitu jelas, tepat didepan matanya.

Sementara Hasan, masih terkejut, hingga ia, belum siap untuk melawan Ali. Ali lalu meninju wajah Hasan sekali lagi, tinjauan itu sangat keras, hingga sudut bibir Hasan berdarah.

"Ali, sudah, lepaskan tangan kamu" teriak Ela.

Ia baru saja melihat Ali penuh emosi seperti itu, laki baik, romantis, ramah, semua jauh dari pandangannya, semua sifat itu hilang begitu saja. Baginya Ali tidak lebih dari laki-laki berengsek dan sangat mengerikan.

"Ali, lepaskam tangan kamu" teriak Ela sekali lagi.

"Ali lepaskan tangan kamu, kamu bisa membunuhnya" ucap Ela dengan suara meninggi, dan memohon kepada Ali.

*********

OM BULE MENJADI KEKASIHKU (SELESAI)Where stories live. Discover now