BAB 27

3.9K 211 0
                                    

"Saya mau pulang" ucap Ela.

Ela ia tidak ingin masuk ke dalam masalah Ali berlarut-larut. Sialnya Ali lagi-lagi membohonginya di depan publik seperti itu. Ia harus segera pulang ke Indonesia, sudah cukup liburannya berantakkan seperti ini. Oh Tuhan, kenapa ia begitu bodoh mengikuti kata-kata berengsek Ali. Lihatlah laki-laki itu tersenyum setelah mengatakan ia sudah menikah dan kini sedang berbulan madu. Itu sama sekali tidak menyelesaikan masalah, itu hanya menambah masalah baru. Ia hampir gila memikirkan itu. Padahal Ali mengatakan akan menyelesaikan masalah ini, tapi pernyataanya tadi membenarkan semuanya. Ali benar-benar sinting.

Ali menghentikan langkahnya, tepat di depan pintu lift, ia melirik Ela. "Pulang kemana?".

"Tentu saja ke Indonesia" ucap Ela.

"Kamu tidak akan pulang Ela" ucap Ali.

"Saya harus pulang Ali, liburan saya telah selesai" ucap Ela, mencoba tenang. Ia tidak ingin membuat keributan di tempat umum seperti ini.

"Kamu pikir kamu bisa pulang begitu saja?".

"Ya tentu saja, tiket kepulangan saya ke Jakarta sudah saya beli. Itu hak saya untuk pulang. Kamu tidak bisa melarang saya untuk pulang ke negara saya" sepertinya ia sudah tersulut Emosi.

"Jika saya tidak mengijinkan kamu pulang".

"Kamu bukan siapa-siapa saya, kenapa kamu melarang saya pulang?" Sekarang Ela tidak peduli lagi berbicara seperti ini didepan umum. Ia sudah kesal dengan prilaku Ali yang kelewat batas, selalu mengaturnya.

"Nyatanya semua orang mengenal kamu, dan mereka menganggap kamu istri saya. Tidak sepantasnya kamu pulang sendiri seperti itu".

"Saya tidak peduli, yang pasti saya harus pulang. Jangan bawa saya di dalam hidup kamu yang rumit ini" ucap Ela.

Ela bertolak pinggang, menghadap Ali, "saya sudah muak dengan semuanya, Kamu membohongi saya lagi. Pernyataan kamu, sama sekali tidak menyelesaikan masalah. Kamu malah membenarkan semuanya, lihatlah semuanya percaya bahwa saya dan kamu telah menikah dengan kamu".

Ali melangkah mendekat, ia menatap secara jelas, iris mata itu terlihat penuh emosi, Ali memegang dagu Ela dengan jemarinya, agar wajah itu sejejar denganya. "Saya memang membenarkannya semuanya, karena saya ingin, kamu menjadi milik saya".

Jantung Ela maraton ketika Ali melakukan itu kepadanya, "jadi kamu sengaja melakukan itu".

"Ya, tentu saja. Dari awal saya telah merencanakannya".

"Kenapa harus saya? Bukankah kamu bisa mendapatkan wanita lain selain saya, dengan uangmu itu?" Ucap Ela dengan berani.

"Ah, ya saya tahu. Kamu dari awal sudah ingin mempermainkan saya. Kamu sengaja melakukan semua ini. Saya terlalu bodoh mengikuti mau kamu. Terima kasih telah mempermainkan saya" ucap Ela, ia lalu meninggalkan Ali, tapi tangan Ali tidak kelah cepat, menariknya tangan itu kembali.

Pintu lift terbuka, kini ia sudah masuk ke dalam elevator. Ali memandangnya dengan intens, dan ia menekan nomor angka paling bawah, ia tahu angka itu menuju basemant. Ela hampir tidak percaya apa yang dilakukan Ali kepadanya. Apa maksud Ali menekan nomor itu.

Pintu lift tertutup dan ia dengan cepat menuburuk tubuh Ela, menyudutkannya ke dinding. Hingga terdengar jelas bunyi, antara benturan tubuh dan dinding. Seketik bibir Ali sudah melumat bibir Ela. Ela hampir tidak percaya bahwa Ali menciumnya disini. Ciuman itu begitu intens dan mengebu-ngebu. Ela sulit menyeimbanginya ciuman Ali, sedetik kemudian pintu lift terbuka, dan Ali menekan tombol hijau itu kembali agar pintu tertutup.

Ali melepaskan kecupannya, Ali tersenyum, melihat secara jelas, bibir bengkak Ela. Ali mengelus bibir tipis itu dengan jemarinya.

"Mari kita menikah" gumam Ali pelan, ia mengatur nafasnya.

Ela masih sulit mencerna kata-kata Ali. Sungguh ia masih tidak fokus untuk berpikir. Ciuman Ali masih bergeliya di otaknya. Ela mengatur nafasnya yang sulit di atur.

*********

Ali melirik Ela yang tengah tertidur, Ali tersenyum. Ia mengelus rambut panjang itu. Wanita inilah yang ia inginkan. Suara ponselnya terdengar, Ali meraih ponsel itu. Ia menatap layar ponsel, "ayah Calling".

Ali lalu menekan tombol hijau, Ali melangkah menjauhi Ela yang sedang tertidur itu. Ponsel itu ia letakkan di telinga kirinya.

"Iya, Ayah".

"Sepertinya ayah tidak perlu berpanjang lebar, kamu tidak mengakui bahwa saya ayah kamu" ucapnya di balik speaker.

Ali mengerutkan dahi dan tawanya hampir pecah, "tentu saja, ayah adalah ayah yang paling saya sayangi di dunia ini. Ayah merupakan, ayah terhebat yang pernah mengajarkan saya arti kesuksesan saya selama ini".

"Kenapa kamu tidak menganggap saya dan ibu kamu. Kamu memiliki orang tua Ali. Kamu menikah dengan wanita Indonesia secara diam-diam seperti itu. Bukankah itu sudah jelas kamu tidak menganggap kami orang tua kamu? Kamu tidak memberitahu kami, kamu tidak pernah membawa wanita itu dihadapan kami, kamu juga tidak pernah memperkenalkannya, Kamu pikir kami tidak merestui hubungan kamu dan wanita itu?".

"Apakah ayah merestui hubungan saya?".

"Apakah kami sekejam itu, hingga melarang anaknya untuk menikah?"

Ali tersenyum, ia tertawa atas penuturan ayahnya, "tentu saja setelah ini saya akan membawanya ke Beirut, saya pastikan akan membawanya kerumah, memperkenalkannya kepada Ayah dan Ibu".

"Bawahlah dia secepatnya, saya ingin melihat wanita seperti apa yang membuat kamu membatalkan pernikahan kamu dan Nihan".

"Ya, terima kasih ayah telah merestui hubungan kami".

"Ya, cepatlah pulang".

Sambungan itu lalu terputus, ia melirik Ela disana, wanita itu masih tertidur. Ali tersenyum penuh arti dan kini ia bahagia.

************

OM BULE MENJADI KEKASIHKU (SELESAI)Where stories live. Discover now