2

6K 431 10
                                    

"Apa anda pemilik cafe ini?", Leo mengulang pertanyaannya karena gadis di depannya berubah seperti patung.

Baru kali ini ada perempuan yang pucat pasi saat dia menyapa. Mungkin perempuan ini takut karena sudah berlaku jahat pada Maurista, pikir Leo dalam hati.

"Ya, saya pemilik cafe ini. Ada keperluan apa ya?", tanya Dewi setelah berhasil menguasai dirinya. Dia memilih pura-pura tidak mengerti maksud dan tujuan kedatangan Leo dan Maurista.

Dewi juga bertingkah seolah-olah belum pernah mengenal Leo dan ternyata hal itu sangat sulit.

Melihat Leo seperti melihat ulasan peristiwa buruk yang terjadinya dulu. Tertawaan, cemoohan dan caci maki dari laki-laki itu beserta kawan-kawannya dulu, sanggup membuat Dewi kehilangan orientasinya.

"Saya hanya ingin mengambil kartu debit adik saya. Kenapa anda menahannya?", tanya Leo dengan raut tak suka. Kedua alisnya yang tebal menyatu dan tatapannya tajam menembus mata Dewi. Seolah-olah Leo siap menerkam Dewi jika perempuan itu salah memberi jawaban.

Lagi-lagi Dewi gugup, tatapan mata Leo membuat Dewi mengerut takut. Tanpa sadar perempuan itu menunduk, lalu meremas kedua jempolnya bergantian. Kebiasaan yang sudah sempat hilang, kini muncul lagi gara-gara satu orang yang sama.

Leo dan Maurista saling bertatapan bingung, apalagi Maurista. Gadis itu bertanya-tanya apa yang terjadi pada Dewi, sikapnya sekarang sangat bertolak belakang dengan siang tadi saat menghadapinya.

"Woy, malah diem! Balikin kartu debit gua!!!", bentak Maurista tak sabar.

Dewi tersadar dan dalam hati bersyukur karena suara Maurista mampu menyadarkannya dari suara-suara masa lalu.

Setelah menghela nafas berulang kali, Dewi mengangkat kepalanya dan menatap Leo dan Maurista tajam. Sepertinya orang tua Leo tidak mengajarkan sopan santun pada laki-laki itu dan adiknya. Keduanya nampak terbiasa memperlakukan orang lain dengan kasar.

"Adik anda membuat ulah di cafe saya, lalu saat saya minta dia untuk membayar tagihan, dia melempar kartu debitnya pada saya lalu pergi begitu saja. Saya tidak menahan kartunya. Jika dia tidak sanggup bayar, harusnya dia bilang saja bukannya malah membuat keributan dan membawa kakaknya kemari untuk mengambil kartu debitnya", cemooh Dewi santai.

"Lo!!", bentak Maurista marah sedang Leo menatap adiknya tajam.

"Apa itu benar?", tuntut Leo pada Maurista.

"Bang..", Maurista kehabisan kata-kata. Kalau dia bohong, Dewi pasti langsung menunjukan rekaman CCTV yang tadi. Tapi untuk berkata jujur, Maurista malu.

Leo menghela nafas, dari gelagat adiknya, Leo sudah tahu kalau adiknyalah yang bersalah.

"Berapa yang harus dibayar adik saya?", tanya Leo sambil menatap Dewi lagi.

Dewi mengerjapkan mata, Leo didepannya sama sekali berbeda dengan Leo yang dulu. Dia kira, Leo akan memarahinya dan membela adiknya tapi ternyata pemikirannya salah. Ah, mungkin karena Maurista adalah adik laki-laki itu jadi gadis itu lolos begitu saja. Padahal dulu, siapapun yang membuat Leo kesal pasti terkena semburan kemurkaannya.

"Tidak perlu, makanan yang dimakan tidak seberapa harganya. Saya hanya berharap adik anda belajar sesuatu dari kejadian ini. Dan kartunya saya kembalikan lagipula saya tidak tahu pinnya jadi saya gak bisa memakainya", Dewi menyodorkan kartu yang mereka permasalahkan dengan wajah datar.

Maurista melotot sedangkan Leo mengambil kartu tersebut sambil memperhatikan wajah Dewi yang dianggapnya familiar. Semakin lama ditatap, rasanya Leo kenal dengan gadis didepannya ini. Tapi dimana mereka pernah bertemu?

Dendam Si GendutWhere stories live. Discover now