3

6.3K 393 11
                                    

Pagi-pagi benar, Dewi menyiapkan sendiri segala bumbu yang akan dia pergunakan untuk memasak. Padahal biasanya dia hanya mengawasi dan memerintah pegawai-pegawainya untuk melakukan pekerjaan tersebut. Tapi karena momennya berbeda, maka Dewi memastikan semuanya sendiri.

Kali ini dia memasak gulai ayam, tumis tahu, buncis dan tauge. Tak lupa juga Dewi menyiapkan sambal, pisang, kerupuk dan puding sebagai pencuci mulut. Semuanya akan dijadikan satu dalam kotak bekal khusus yang bisa dipakai ulang agar lebih higienis dan sampah dari makanannya tidak menambah volume sampah dunia.

Untuk menjaganya tetap hangat, Dewi juga memasukannya dalam tas alumunium foil yang besar seperti yang dimiliki para driver ojol pengantar makanan.

Dalam menyiapkan makanan, Dewi sangat profesional. Semua pegawai yang ada di dapur, wajib memakai sarung tangan plastik, penutup rambut dan mulut, agar masakannya tetap higienis. Itulah kenapa, Goddess Food tidak diragukan baik rasa dan kualitasnya karena selama delapan tahun ini Dewi mempertahankannya dengan baik.

Tapi kali ini dia merasa deg-degan karena masakannya akan dimakan oleh musuh bebuyutannya. Apakah musuhnya akan kecanduan makanannya atau tidak, Dewi tidak tahu.

"Tumben kamu turun tangan sendiri, ra? Ada pesanan khusus?", Tobi, mantan anak panti yang nasibnya beruntung karena diangkat oleh orang kaya datang menghampiri Dewi.

Laki-laki itulah yang selama ini menjadi penyokong dana atas semua usaha Dewi. Tobi juga yang selalu memotivasinya untuk hidup sehat.

"Aduhhh, kaget aku, Bang. Abang kapan datang?", Dewi yang sedang mencicipi kuah gulai ayam, hampir saja menjatuhkan sendoknya karena kaget.

Tobi memang acap kali datang tiba-tiba, tak tentu waktu. Kadang datang pagi-pagi sekali atau larut malam, sering pula menginap di tempatnya.

"Jam 3 pagi kalau ga salah", jawab Tobi enteng sambil mencomot kerupuk yang sudah selesai di goreng oleh pegawai Dewi.

Dewi memukul tangan Tobi yang dianggap tidak higienis itu, namun Tobi hanya terkekeh. Dia suka mengganggu Dewi saat masak.

"Jadi, ada acara spesial apa sampe kamu ga bolehin aku nyomot kerupuk?", tanya Tobi lagi.

"Ck, abang kok lupa sih, padahal kan abang yang bantu supaya katering kita yang menangin tender buat kantor musuh aku", jawab Dewi sambil mencuci tauge yang juga akan dimasak.

Tobi mengangguk mengerti, lalu keduanya terdiam. Dewi sama sekali tidak menyadari kalau Tobi sedari tadi memperhatikan gerak geriknya.

"Kamu yakin masih mau balas dendam?", entah kenapa Tobi merasa menyesal sudah membantu Dewi mendapatkan tender tersebut.

"Kenapa abang ikut-ikutan Tari sih? Kemarin dia juga bilang gitu lho. Padahal kan dari awal kalian dukung banget rencana aku. Sekarang kayak ga suka sama rencanaku", jawab Dewi sewot.

Dia menyerahkan taugenya yang sudah ditiriskan kepada salah satu pegawainya, lalu berjalan mendekati Tobi. Berbicara sambil memegangi makanan sangat tidak higienis, air ludahnya bisa masuk ke dalam makanan. Tapi kalau bicara sambil menggunakan masker juga tidak nyaman. Jadi Dewi lebih memilih untuk mengajak Tobi keluar dari dapur sekaligus menyiapkan sarapan untuk laki-laki itu.

"Bukan gitu, Wik. Abang cuma takut Leo akan membalas kamu lebih kejam lagi kalau dia tahu niat kamu mendekati dia. Ujung-ujungnya balas dendam kalian ga akan selesai-selesai", Tobi mengeluarkan ganjalan hatinya, tapi tidak semua. Ada hal lain yang membuatnya tidak yakin dengan rencana balas dendam Dewi.

"Kita udah pernah bahas ini, Bang dan waktu itu abang yang bilang supaya aku ga perlu takut karena abang akan belain aku. Sekarang abang berubah pikiran? Abang udah ga mau belain aku lagi? Oke, ga masalah kalau abang ga mau belain aku lagi. Aku bisa menjalankan misi balas dendamku sendirian. Abang duduk manis aja sambil makan sarapan abang", Dewi menyerahkan roti bakar yang sudah dioles selai srikaya kepada Tobi dengan kesal.

Dendam Si GendutWhere stories live. Discover now