Sosok misterius

363 16 3
                                    

Kaki besar itu tak sengaja membawanya berlari ke belakang taman yang sepi. Ada banyak pepohonan besar yang saling menutupi membuat auranya  terasa aneh dan horor. Angin bertiup dingin mengalirkan hawa yang menarik tegang adrenalin. Namun Nina terus berjalan tak menyadari keganjilan tersebut. Pikirannya dipenuhi kejadian penolakan dirinya yang merenggut perhatiannya.

Sungguh gadis itu tak mengira lelaki yang ia anggap baik selama ini, ternyata memperdayanya. Leon memamfaatkan kebaikannya selama ini. Ia marah, sangat marah. Marah pada mereka dan juga dirinya. Bagaimana bisa ia tidak menyadari Leon sudah memperdayanya selama ini. Berpura-pura baik padanya hanya agar bisa memakan masakannya dan agar ia bisa mengerjakan semua tugasnya.

Bodoh! Nina terus merutuki kebodohannya sendiri. Sekarang ia tinggal menunggu waktu di mana dirinya akan hancur. Mereka mengancam akan menyebarluaskan video penolakan dirinya di media sosial. Yang berujung perundungan lagi. Arrgghh... kenapa ia harus mengalami ini lagi setelah sekian lama?

Tiba-tiba...

Duk...

Punggungnya menabrak sesuatu yang keras. Nina mendongakkan kepalanya terkejut.  Di hadapannya berdiri seorang lelaki jangkung berpakaian serba hitam melotot padanya. Aura yang pria keluarkan itu terasa menusuk membuatnya merinding.

"M-maaf." Katanya sambil meringis.

'Bodoh, seharusnya laki-laki yang menabraknya itu yang minta maaf, bukan kamu.' kata dewi batinnya tiba-tiba.

Eh, tunggu. Sejak kapan ia bisa mengumpat dalam hati.

"Lain kali pakai matamu untuk melihat jalan." Katanya dingin.

"M-maaf," cicitnya lirih.

'kau yang bodoh tidak memakai matamu, sialan!' lagi-lagi dewi batinnya memekik membuat kepala Nina sakit.

Laki-laki itu pergi. Nina melanjutkan kembali langkahnya sambil komat kamit.

"Dasar tidak sopan. Sudah menabraknya, tidak minta maaf pula. Sudah bagus, ia minta maaf. Semoga aku tidak bertemu cowok aneh itu lagi." 

Tiba-tiba salah satu kakinya menginjak benda licin, kemudian...

Brukk...

Ia terjatuh dengan pantat mendarat lebih dulu. Seketika penglihatannya memburam. Kepalanya menjadi berat. Kemudian ia meringis sambil meraba bagian yang sakit. Hingga sudut matanya menangkap sesuatu mengkilat yang membuat dirinya terjatuh.

"D-dasar b-botol sialan. K-kenapa bisa ada d-di situ?"

Sebuah botol kecil berwarna hijau transparan tergeletak di balik rumput yang tinggi. Yang kalau tidak diperhatikan memang tidak akan tampak.

"S-sepertinya milik pria tadi." Gumamnya kemudian menatap ke arah pria tadi. Sayang, pria itu sudah menghilang.

Entah mengapa sesuatu menggelitik pikirannya. Mendorong tangannya meraih botol tersebut. Botol itu terlihat lucu dengan ukiran-ukiran yang aneh. Setelah diperhatikan dengan seksama, ternyata ukiran itu berbentuk puluhan ular yang sedang bergelung. Untuk sesaat Nina terpesona karena keunikan gambar tersebut.

Namun bola matanya seketika membelalak saat ukiran itu bergerak-gerak hidup, dan salah satu ular itu mengangkat kepalanya, seraya menatap Nina tajam. Sontak Nina memekik terkejut.

"Argh... Ularrr!" Pekiknya sambil melempar botol itu.

Botol itu terlempar jauh dan menghilang di udara dengan cepat. Nina memegangi dadanya yang berdetak kencang.

"B-botol apa i-itu? K-kenapa ularnya hidup? M-menyeramkan sekali."

Tak ingin bertemu botol mengerikan itu lagi, buru-buru Nina membalikkan badannya kembali ke arah kampus.

***

Baru saja kakinya menginjak lantai berwarna putih pucat saat dua orang perempuan menghadang jalannya.

"K-kamu d-ditolak L-Leon ya? K-kasihan. Haha..." perempuan berambut panjang itu menirukan cara bicaranya yang gagap dengan nada mengejek.

"Lagian udah gagap, gak tahu diri lagi. Masa nembak orang sepopuler Leon. Panteslah ditolak. Haha..." Tukas perempuan satunya lagi.

"Hanya karena Leon suka makan salad kamu, bukan berarti dia suka kamu."

Gadis itu bergetar, ia ingin membalas tapi ia tak bisa. Bahkan untuk menggerakkan mulutnya saja ia tak bisa.

"Kasus kamu viral di kampus. Nih, lihat!" Kata wanita itu sembari mengulurkan kotak pipih yang berisikan video penembakan yang dilakukan dirinya pada Leon tadi.

Tubuhnya semakin bergetar hebat saat video itu menayangkan dengan jelas dirinya yang sedang menembak Leon. Sorot matanya berkaca-kaca. Kedua perempuan itu menyeringai jahat melihatnya menangis.

"Semua orang sudah melihat video ini. Dan dalam sekejap mata, kamu akan menjadi bulan-bulanan Lioners. Kamu tahu kan, gimana ganasnya mantan-mantan Leon yang masih belum move on."

Nina menggigil. Bodoh sekali dia. Bagaimana dia bisa lupa dengan Lioners. Ia yakin hidupnya akan tamat. Tiba-tiba kepalanya basah dan bau anyir. Tangannya bergerak meraba kepalanya yang lengket. Telur. Kedua gadis itu melemparinya dengan telur!!

"Itu baru permulaan. Ucapkan selamat tinggal pada hidupmu yang tenang." Kata perempuan berambut panjang itu lagi.

"Aku kasih kamu saran bagus. Jangan masuk kampus sebelum kamu menguruskan badanmu alias keluar selamanya dari kampus ini, karena tidak mungkin kamu bisa menguruskan tubuh monstermu. Hahaha ..."

Nina berbalik pergi meninggalkan mereka dengan air mata yang tak henti membanjiri pipinya. Ia tak mengira kejadiannya akan semenyeramkan ini. Lioners akan semakin menjadi-jadi terhadapnya. Apa yangharus ia lakukan? Baru seperti ini saja ia tak sanggup. Bagaimana nanti?

Salahkan pikirannya yang semerawut, hingga tak menyadari kakinya membawanya menaiki tangga menuju kelasnya. Di tengah tangga tampak segerombolan mahasiswa yang sedang serius menonton sesuatu di ponselnya. Saat mendengar suara langkah kaki mendekat, mereka mengangkat wajahnya. Kemudian bibir mereka membentuk seringai mengejek.

"Ndut, g-gimana r-rasanya ditolak? Sakit ga?"

".... "

"S-sabar, Ndut. Cinta ditolak dukun bisa bertindak. Eh jangan dong, dosa. Haha..."

"L-Lain kali, ng-ngaca dulu sebelum nembak. P-pantes a-apa gak? M-masa si gagap gendut m-mau jadi p-pacar L-leon yang populer? Ngarep jadi calon istri pewaris kampus ini, ya?"

"..."

Pluk...

Salah seorang dari mereka melemparinya dengan permen karet yang sedang dikunyahnya. Bukannya simpatik, mereka justru semakin mentertawakannya.

"Biar kamu sadar diri siapa kamu."

'Kalian jahat. Hikkss...' teriaknya parau. Dalam hati.

Kesempatan KeduaWhere stories live. Discover now