Magic bottle

159 8 0
                                    

Ekpresi gadis itu tiba-tiba berubah. Sorot matanya berkilat gelap. Kemudian menatap lurus arwah berwajah pucat di hadapannya.

"Baiklah, kabulkan permintaan pertamaku. Buat aku menjadi wanita paling cantik dan langsing di kampusku."

"Baik!" Entah Nina harus menyebut sosok Jinnie apa. Ia tidak melayang seperti hantu, kakinya menapak tanah. Wajahnya pun tidak semengerikan hantu yang ia lihat di tv. Ia terlihat manusiawi kecuali tubuhnya yang hitam dan wajahnya yang pucat.

Jinnie memejamkan matanya dan mulai merapal mantra. Gadis itu menunggu dengan tegang. Jauh dalam hatinya ia khawatir tidak bisa berubah normal kembali.

Jinnie menjentik jarinya. Asap tipis terpercik di tangannya.

Mendadak Nina merasa belakang tubuhnya gatal. Reflex ia menggaruk pantatnya. Tak lama ia menjerit saat tangannya menyentuh bulu-bulu halus dan panjang.

"Akkkh... kenapa pantat aku berekor?"

"Sepertinya aku salah merapal mantra. Mungkin karena aku sudah lama tidak menggunakan kekuatanku. Tunggu!" Jawabnya datar membuat Nina ingin menggetok kepalanya kesal. Bagaimana bisa  mahluk yang konon katanya ahli dalam sihir menyihir seperti ini, bisa salah mengucapkan mantra. Apa kelamaan di botol membuatnya jadi bodoh?

Jinnie komat kamit merapalkan mantra lagi. Tak lama ia merasa hidungnya gatal.

"Jinnie, kok hidung aku gatal?"

Nina yang curiga karena gatalnya tak kunuung sembuh, membalikkan badannya menatap cermin di belakangnya. Seketika ia memekik kencang.

"Aarrgghh... hidung aku? Kenapa seperti paruh burung."

Nina memutar badan dan menatap Jinnie marah. Reflex, ia melempar Jinnie dengan botol parfum dari atas meja nakasnya. Namun lemparannya menembus tubuh Jinnie. Wajah Nina semakin pucat. Mahluk apa sebenarnya di hadapannya ini?

"Aku lupa memberitahumu. Kalau kau mau tubuhmu kembali lagi seperti semula, kamu harus membuat perjanjian lebih dulu."

Gadis itu mengumpat kesal. Namun ia dilanda ketakutan tubuhnya tidak bisa kembali normal lagi. Akhirnya ia pun mengangguk tanpa berpikir lagi.

"Lakukan apa pun, aku tak peduli. Aku hanya mau tubuhku normal kembali." Teriaknya marah.

Tanpa Nina sadari, sedari tadi ia tak mengeluarkan gagapnya. Kemarahan membuatnya lantang lancar berbicara. Kabut yang berada ditubuhnya semakin memperlihatkan auranya. Hitam pekat seperti malam.

Senyum Jinnie aneh. Seraya mengulurkan tangannya membuat Nina bingung.

"Apa ini?"

"Itu artinya kamu setuju dengan semua syaratnya. Kamu akan menjadi budakku dan berikan aku makanan sebagai syarat kecantikanmu. Sebagai balasannya, aku akan melindungimu dari orang-orang yang berniat jahat padamu."

Nina tercengang. Apa-apaan ini? Jadi budaknya? Ia tidak mau.

'Kau tidak bisa mengelak lagi. Bukankah dia bilang kalau ingin tubuhmu seperti semula, kau harus membuat perjanjian dengannya.'

'Dia menjebakku. Aku tidak mau.'

'Nasi sudah menjadi bubur. Memangnya kau mau mempunyai badan setengah hewan seperti itu?'

'Tapi?'

'Apalagi, Bodoh? Sekarang saatnya kamu membalas mereka yang sudah membulymu. Kalau aku jadi kamu, aku tidak akan berpikir dua kali.'

Mungkin kali ini Loly benar. Ia tidak punya pilihan selain menyetujuinya. Hidupnya sedang dalam bahaya. Hanya Jinnie yang bisa menolongnya.

"Lalu, bagaimana dengan memberimu makan? Apa maksudnya?"

Kesempatan KeduaWhere stories live. Discover now