My Job

2.7K 211 0
                                    

Sudut Pandang Ivana.

______

Pagi telah menyambutku. Aku segera terbangun dari tidur tidak nyenyakku untuk segera membersihkan diri dan memulai aktifitas rutin yang aku jalani hampir satu bulan ini. Aku baru mendapatkan pekerjaan pertamaku setelah lulus satu tahun lalu dari sebuah Universitas di sebuah kantor yang cukup terkenal. Aku disana menduduki bagian divisi keuangan.

Semangat masih membara kala aku tak lagi menganggur yang hampir membuatku frustasi karena belum juga dapat pekerjaan, tapi Ibu selalu menyemangatiku apapun keadaanya. Aku bersyukur, meski aku jauh dengan keluargaku, mereka selalu ada ketika aku butuh. Meski mereka akan ada hanya dengan menelponku saja.

Aku merias diri, seperti kebanyakan wanita lain. Memoleskan sedikit lipstik berwarna merah dan merapikan tatanan rambutku. Setelah dirasa cukup puas dengan penampilanku hari ini, aku segera mengambil tas dan beberapa berkas yang aku bawa pulang kemarin malam.


Akupun tanpa pikir panjang langsung mengunci pintu setelah memesan ojol takutnya nanti menunggu lama. Tapi sebentar, kayaknya ada yang kurang tapi apa ya? Aku merasa ada sesuatu yang tertinggal. Aku mengecek apa saja yang aku bawa hari ini.

Tas? Cek. Ponsel? Cek. Berkas? Cek. Dompet? Cek. Heels? OH YAAMPUN! Aku lupa memakainya. Aku menepuk keningku begitu menyadari saat ini aku hanya memakai sandal jepit. Pantas saja ketika menuruni tangga kost-an aku tak mendengar suara ketukan heelsku.

Secepat mungkin aku berlari kembali ke kamar. Mencari keberadaan heels kesayanganku yang aku beli berapa bulan lalu sebelum aku memutuskan pindah ke Jakarta. Mau ditaruh dimana mukaku kalau aku datang dengan memakai sandal jepit? Saking lupa aku sampai ceroboh begini.

"Maaf ya, Mas. Ini tadi ada yang ketinggalan, hehe." Ucapku menghampiri driver ojol yang sudah menungguku sedari tadi.

Driver itu hanya tersenyum saja. Tanpa pikir panjang lagi aku segera naik berharap aku segera sampai di kantor tempat aku bekerja.

Suasana jalanan pagi ini seperti biasa. Selalu ramai. Belum lagi macetnya itu, untung saja aku memesan ojol bisa dengan leluasa menembus kemacetan itu meski kadang terlambat beberapa menit.

Cukup menempuh waktu 20 menit saja, aku sampai di kantor dengan tenang tanpa terlambat. Aku segera memberikan lembaran uang kepada driver ojol. Merapikan kembali penampilanku yang sedikit acak-acakan dan menggenggam erat tas dan juga berkasku.

Aku tersenyum disaat resepsionis yang aku tidak tahu namanya itu tersenyum kearahku. Aku belum terlalu mengenal mereka, jadi aku hanya bisa tersenyum saja. Hingga lift membawaku menuju lantai 5 gedung pencakar langit ini yang memiliki lantai lebih dari 20 lantai.

"Pagiii, Mbak Anes, Mbak Trista, Mbak Lia, Mas Arik, Mas Yudha, Mas Lion--eh Lion apa Leon sih?" Ucapku riang begitu saja ketika keluar dari lift dan menyebutkan satu-persatu nama yang menjadi partnerku di kantor.

Namun aku lupa dengan salah satu nama mereka yakni Mas Lion atau entahlah siapa.

"Pagi juga, Ivana. Itu kamu kayak yang lagi ngabsen murid aja segala disebutin namanya," balas wanita berambut paling mencolok dari yang lain, yakni Mbak Trista. Dia memang sengaja mewarnai rambutnya dengan warna pirang. Tak habis pikir aku dengan alasannya yang aneh ketika aku bertanya.

Aku terkekeh pelan. "Sengaja, Mbak. Biar aku enggak lupa nama kalian."

"Halah! Udah kerja sebulan disini masa masih lupa. Eh tapi tadi kamu salah tuh nyebutin nama si Leon." Celetuk wanita yang duduk di kubikel sembari menatap laptop dihadapannya, Mbak Anes.

Miss Red HeelsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang