Weekend

1.9K 153 0
                                    

Aku menopang dagu, mendengarkan Mira yang tengah bercerita sejak tadi pagi ketika aku masih tidur pulas dan si pengganggu Mira malah membangunkanku. Awalnya aku kesal, tapi setelah mendengar Mira yang ingin bercerita tentang kedekatannya dengan atasannya, aku jadi sedikit antusias.


"....pokoknya ya, Van, dia itu perhatian banget deh. Kadang nyebelin juga sih, tapi selebihnya itu karena kerjaan. Gue jadi jatuh cinta sama Mas Lingga, padahal awal masuk gue suka sama Mas Harlan."

Ya wajarlah. Mungkin karena Mas Lingga dan Mira sering barengan ya jadi begitu. Lama-lama menumbuhkan perasaan asing yang kita tidak duga. Hm, kalau kata anak jaman sekarang itu sedang ada di level bucin alias budak cinta.

Eh, tapi tunggu.

Lingga?

Oh, aku ingat. Lingga itu kan laki-laki yang menggendong Mira waktu tidak sadarkan diri dan ekspresinya terlihat panik. Owow! Jadi dia orangnya. Ganteng sih, tapi....masih gantengan Mister Scatneer.

"Terus..terus! Gue mau nanya sama lo, Van. Kalau misalkan Mas Lingga ngajakin gue serius gimana?" Tanya Mira antusias.

Aku mengernyitkan dahi. "Serius dalam hal apa? Pacaran apa langsung ke pelaminan nih?" Tanyaku memastikan.

Yaiya. Dalam hal apa dulu dia ngajak seriusnya. Kalau langsung ke pelaminan atau lebih enaknya di ajak nikah sih menurutku itu tidak perlu pikir panjang lagi. Tapi, kalau untuk pacaran, aku kurang setuju karena aku sendiri sangat amat malas membuang-buang waktu hanya untuk pacaran kalau ujung-ujungnya putus juga.

Aku memperhatikan ekspresi Mira yang tampak berpikir. Aku paham, pasti Mira belum mendapatkan kejelasan apa maksud dari kata serius itu.

"Mir, aku bakal iyain kalau misalkan ada seseorang ngajakin serius buat melangkah ke pelaminan. Kalau untuk pacaran, aku rasa kamu tau jawabannya untuk ukuran wanita seperti kita." Kataku.

"Kenapa?" Tanya Mira.

Aku tersenyum. "Di saat seseorang menginginkan kita untuk menjadi istrinya. Itu berarti seseorang itu mempunyai pemikiran masa depan dengan kita. Bagaimana dia merencanakan kebahagian dan juga segalanya. Kamu tahu sendiri lah."

Ya, mungkin saat ini Mira hanya bingung dengan pilihannya jika Mas Lingga, atasannya itu mengajak Mira menikah.

Aku jadi tersenyum kecil, kapan aku akan menikah dengan jodohku nanti ya? Yang pasti jodohku itu masih menjadi rahasia sang Maha Kuasa karena belum juga di pertemukan.

Mira mengangguk lalu tersenyum lebar. Kemudian memelukku erat hingga aku mendengar suara suara lirih Mira yang terus mengucapkan syukur.

Mira menguraikan pelukannya. Menatapku haru membuatku tak kuasa senang luar biasa.

"Aku percaya kamu, Mir. Apapun pilihan kamu, itu yang terbaik." Kataku menyemangatinya.


"Makasih banyak, Ivana. Gue enggak tahu meski kita baru kenal beberapa bulan ini tapi lo udah kayak sahabat yang udah kenal lama. Thanks." Ucapnya.


Aku tertawa. "You're welcome, Damira calon istri Bapak Lingga."

"Bisa aja lo. Eh, bukannya lo hari ini mau ke taman kota?" Tanya Mira langsung mengingatkan aku yang berniat pergi ke taman kota untuk bertemu Mbak Anes.

Aku mengangguk. "Baru jam delapan, masih ada setengah jam lagi. Ikut yuk, Mir? Masa nanti aku di sana jadi nyamuk sih!" Kataku kesal kala nanti di sana aku menyaksikan keluarga bahagia Mbak Anes.

Miss Red HeelsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang