Part 2

4K 313 17
                                    

Pagi ini Libby akan menemani Ose ke suatu tempat, tempat yang selalu Ose kunjungi setiap tanggal kematian ibunya. Itu artinya sudah 255 kali Ose mengunjungi tempat itu, Ose memang setiap bulan kesana untuk mengenang ibunya.

Setelah satu jam perjalanan mobil yang di tumpangi oleh Ose dan Libby sampai di tempat tujuan. Tempat itu tidak sesuai dengan yang Libby bayangkan, bukan sebuah tempat pemakaman melainkan tempat perbukitan yang jika berjalan lebih jauh lagi ia akan menemui jurang. Disana ada sebuah pohon Tabebuia Rosea yang sangat cantik, bunganya yang berwana pink berguguran di rerumputan. Ose dan Libby berdiri di depan pohon itu. Di batang pohon itu ada tulisan Anastasya Newmann (1968-1995).

"Selamat pagi Mama tercantik." Ose memegangi ukiran nama ibunya. "Ma, Ose membawa istri Ose kesini. Dia cantik kan, Ma? sama seperti Mama. Namanya Libby." Ose memperkenalkan Libby pada pohon itu.

"Libby kemarilah." Ose meminta Libby mendekatinya.

"Ini adalah tempat pemakaman Mama, cantik bukan. Aku sengaja meminta mama di makamkan disini agar setiap hari ada bunga yang menghiasi tempat peristirahatannya." Libby tak menyangka jika Ose bisa memikirkan hal se-romantis ini untuk Mama-nya. Libby memang tahu Ose sangat mencintai mamanya tapi ia tidak tahu kalau akan seistimewa ini.

"Pagi, Ma, aku Libby menantu Mama. Kata Ose, Mama cantik, aku yakin Mama pasti sangat cantik." Libby ikut berbicara pada pohon itu.

"Kamu dan Mama sama-sama cantik, tidak lebih cantik Mama sedikit," ucapan Ose membuat Libby tersenyum. Perasaan tulus Ose membuatnya tersentuh.

"Mama, Ose sudah punya teman tidur. Biasanya Mama atau Aunty Kia yang akan menemani Ose tapi sejak tiga minggu lalu Ose punya teman tidur baru. Dia bukan pengganti Mama dan Aunty Kiana karena dia istri Ose. Mama dan Aunty Kiana dua perempuan yang mengisi hati Ose dan sekarang ada Libby yang ikut menempatinya, kalian punya tempat yang spesial di hati Ose." lagi-lagi Libby dibuat terenyuh karena ucapan Ose.

Lama Libby hanya mendengarkan curahan hati Ose kepada sang mama, terkadang ia tersenyum mendengar celotehan Ose terkadang ia meringis saat mendengar kepolosan Ose. Ia merasa sangat jahat karena memperalat Ose demi memndapat uang, tapi mau bagaimana lagi, Libby tidak bisa lagi mundur. Mungkin Libby akan segera mempercepat smeua ini agar Ose tidak bergantung terlalu jauh padanya. Ia tidak mau menyakiti Ose lebih jauh.

"Libby, ikut aku." Ose sudah selesai dengan bercerita pada mamanya, ia mengajak Libby ke ujung bukit itu yang tak lain adalah jurang. Dua meter dari jurang itu ada kursi yang terbuat dari taman. Melihatnya saja Libby sudah ngeri, Libby berhenti tiga meter dari tepi jurang, ia tidak berani mendekat.

"Kenapa berhenti? ayo. Tenanglah ini tidak akan membuatmu mati." Ose menarik tangan Libby. Kaki Libby bergerak dengan rasa cemas.

"Duduklah." Ose meminta Libby untuk duduk di kursi kayu itu.

"Kamu tahu, aku sendiri yang membuat kursi ini. Aku suka duduk di tepi jurang ini. Rasanya menenangkan," kata Ose yang berdiri di samping Libby. Menenangkan ? Libby tidak mengerti jalan pikiran Ose, bukan dia memang selalu tidak mengerti jalan pikiran Ose.

"Ini adalah tempat untuk membuang segala rasa sepi yang aku rasakan." Ose mulai bercerita, tapi kali ini ia bercerita jauh dari aksen anak kecilnya, dia seperti Osega yang benar-benar berusia 26 tahun.

"Ose jangan kesana." Libby sekarang Ose ke tepi jurang, ia taku Ose akan terjatuh.

"Tidak apa, Libby, aku sudah biasa kesini. Ini tidak buruk." Ose semakin ke tepi jurang. Hati Libby berdenyut tidak menentu, ia di serang rasa takut. Bagaimana kalau Ose tergelincir dan jatuh.

"Ose, kemarilah." Libby tidak bisa menggapai Ose jadi ia hanya bisa menggunakan mulutnya untuk memanggil Ose.

"Kemarilah, Libby. Aku bersumpah ini tidak menakutkan." Ose meminta Libby mendekatinya.

Theatrical LoveWhere stories live. Discover now