Chapter 22

5.2K 364 68
                                    

Rasanya Elora benar-benar tidak punya muka lagi di depan Aron, Sang Ayah. Bagaimana tidak jika pagi hari ini para wartawan sudah stand by di depan Pillnord Psychiatric Center untuk meminta klarifikasi mengenai berita miringnya bersama Edward yang tersebar luas di media cetak.

Elora bahkan harus menyamar dan naik melalui tangga darurat agar para wartawan itu tidak mengenalinya. Benar-benar gila. Elora tidak menyangka pengaruh Edward di dunia maya segila ini. Padahal berbagai tuduhan diberita itu tidak benar adanya dan itu malah memperkeruh suasana diantara Edward, Malik dan juga keluarganya.

Siapa sebenarnya yang tega melakukan itu semua?

Menarik pintu ruangannya, Elora di kejutkan dengan kehadiran seseorang yang sedang duduk santai di sofa.

"Malik."

Bibir Elora yang semula melengkung ke bawah tertarik ke atas menjadi sebuah senyuman. Tidak menyangka jika pacarnya akan menemuinya setelah perdebatan sengit mereka kemarin malam.

"Sejak kapan kau disini?"

"Sepuluh menit yang lalu."

"Diluar ada banyak wartawan." adu Elora.

"Maka dari itu aku mengkhawatirkanmu."

Elora mendekati Malik, membuka lebar kedua tangannya untuk memeluk lelakinya itu. "Aku tidak berniat untuk mengusirmu kemarin. Kemarin aku sedang kalut, Malik. Maaf."

Malik tidak membalas pelukan Elora membuat Elora paham jika lelakinya masih marah akibat perbuatannya yang lagi-lagi ceroboh. Tangan Elora terlepas dari tubuh Malik, kedua mata mereka bertemu.

"Aku tau aku salah, kata maaf memang tidak bisa merubah semua yang sudah terjadi. Tapi aku hanya sedikit kecewa ketika kau tidak bisa mempercayaiku seutuhnya."

"Aku percaya padamu."

Elora kembali tersenyum mendengarnya.

"Tapi aku tidak percaya pada Edward yang mengatakan jika dia tidak akan mencintaimu."

Mata Malik memancarkan keseriusan. Elora mendesah pelan, mengambil kedua tangan Malik lalu menggenggamnya erat. Tidak mengatakan apapun, Elora hanya menatap mata Malik dengan teduh, agar Malik bisa membaca jika ketakutannya tidak akan terjadi.

Nekad, Elora meju satu langkah. Meraih rahang Malik dengan kedua tangannya, lalu mengecup bibir tipis milik lelakinya itu dalam beberapa detik walau tidak ada balasan.

"Sekarang kau masih meragukanku, sayang?"

Malik membuka kedua matanya setelah Elora menyudahi ciumannya, "Untuk sekarang aku percaya hatimu masih miliku."

"Malik." Elora menangkup kembali wajah Malik, "Bukan hanya sekarang tapi selamanya."

Mendengar Elora yang terdengar gombal, Malik pun terkekeh sambil menempelkan tangannya di kening gadisnya. "Sehat?"

"Sehat setelah mencium bibirmu."

"Wanita penggoda!" Malik membungkam mulut Elora dengan kecupan bertubi-tubi, yang membuat Elora hanya terkekeh kegelian. "Aku tidak benar-benar bisa marah padamu, El."

Elora menyengir kuda, "I love you, Malik ku. Jangan marah lagi."

"Jangan selingkuh lagi?" Malik menaikan sebelah alisnya kemudian terkekeh melihat bibir Elora yang mengecurut secara seketika. "I love you, El."

***

Definisi ruang kerja Edward saat ini adalah seperti kapal pecah. Dokumen dan lembaran kertas berceceran dimana-mana, botol minuman halus tergelak secara sembarangan, serta baju-baju Edward yang tercecer keluar dari kopernya. Edward tidak pulang ke rumah setelah pulang dari Miami, dia menghabiskan waktunya di kantor, lebih tepatnya di ruang kerjanya yang memang sangat nyaman bagi Edward untuk menyendiri.

THE DEPRESSIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang