50 [Cacat yang tak Nampak]

24.5K 1.1K 7
                                    

Assalamu'alaikum
Aku update sekali tiga dong~
Langsung digas sampe ke ending 😂
Tapi kuharap nggak mengurangi feel dari cerita ini karena update yang terlalu cepet :3
Ok, happy reading
semoga suka ❤

🌹🌹🌹

Nami dan Rae sudah kembali duduk berhadapan, hujan deras sore menjelang malam itu sudah mulai mereda. Tesa sang pemilik kamar kos itu masih sabar menunggu di luar untuk memberikan keduanya privasi bicara. Nami merapatkan sweeternya ketika merasakan udara dingin menyerang tubuhnya, tangannya terulur mengusap permukaan cangkir teh yang hangat, demi menghalau dingin pada jemarinya yang lentik.

Rae terdiam, mengatur emosinya kembali setelah harus merasakan lagi bagaimana sakitnya atas luka lama yang selama ini terkubur dalam kotak memori hidupnya. Ia meraih cangkir miliknya, menyesap teh hangat itu sedikit demi sedikit, menenangkan gemuruh dadanya yang hampir membuatnya meledak.

Setelah beberapa saat terdiam, Nami kembali mengangkat wajah, melempar mimik wajah meminta penjelasan pada Rae.

Melihat itu Rae menghela napas. Sebenarnya iapun tak tahu harus menjawab apa akan pertanyaan wanita itu. Rae juga tak tahu apa yang membuat Fahmi sampai begitu berubah hanya karena pernikahnnya.

Mungkin, jawabannya bukan ada pada dirinya, melainkan ari Fahmi sendiri.

Rae menggigit bibir, ia akan bercerita apa yang ia tahu saja.

"Dari apa yang kutahu, mungkin semua bermula sejak penolakanku mengenai lamaran Fahmi.."

🍂🍂🍂


Serentetan kejadian yang Fahmi alami membuat pria itu mengalami luka psikologis dalam hatinya. Apalagi ketika waktu mempertemukannya kembali dengan adik kecilnya yang ia sayangi pada saat penerimaan siswa siswi baru SMAnya. Fahmi kelas tiga saat itu, dan adiknya yang dulu masihlah gadis kecil dengan deret gigi yang ompong satu kini menjelma menjadi remaja cantik penuh pesona.

Rasa bahagia itu menyeruak tak tertahankan ketika apa yang ia lihat bukanlah angan belaka. Namira, ia benar-benar ada di sana, bersama para siswa siswi baru yang lainnya, di antara kerumunan orang-orang yang berkumpul di lapangan sekolah pagi itu.

Dan perasaan bahagia Fahmi tampak jelas dimata Rae.

Kalau boleh jujur, lama kelamaan perasaan yang Rae rasakan menjadi lain atas semua perlakuan yang Fahmi berikan padanya. Wajar saja, ia seorang perempuan yang memiliki hati, bisa merasakan yang namanya 'baper' apalagi bila diperlakukan sedemikian berlebihan seperti itu.

Namun, Rae cukup tahu diri. Fahmi hanya menyimpan sebuah perasaan bersalah padanya, menyimpan luka psikologis dalam dirinya yang membuat dia selalu takut mengabaikan hal-hal kecil yang sebenarnya bisa menjadi berharga. Apalagi ketika dirinya begitu sering mendengar Fahmi membicarakan mengenai adik kecilnya yang menggemaskan, yang begitu ia sayang bahkan hingga sekarang.

Dan saat melihat bagaimana rupa sang adik kecil yang selalu dibangga-banggakan Fahmi itu, Rae aku-akui gadis yang kini menginjak usia remaja itu memiliki aura memikat tersendiri bagi siapa saja yang melihat. Perawakannya yang mungil dengan mata bulat berbinar itu menjadi daya tarik paling memikat. Tak heran, Fahmi sampai tak berkutit ketika melihat Namira yang memasuki gerbang sekolah dengan seragam putih abunya yang masih baru.

Namun sayang, kebahagiaan Fahmi tak bertahan lama ketika tahu bahwa, Namira tak sedikitpun mengingat dirinya. Memang, penampilannya jauh berbeda dari dahulu, ia tak lagi memakai kawat gigi, tak lagi memakai kacamata bulat, tak lagi berambut panjang yang sampai sebatas leher. Fahmi sudah menjadi seorang yang baru, wajar Nami tak mengenal Fahmi.

Takdir Dua Hati | END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang