25

199 4 0
                                    

Malik menatap lembut perempuan yang sedang tertidur disampingnya kesibukannya karena akan menghadapi ujian nasional dan menyiapkan kelulusannya untuk mengikuti test masuk perguruan tinggi membuatnya lupa waktu, Nana selalu datang kerumahnya untuk menemaninya belajar atau membuatkannya makanan dan secangkir teh madu.

“Dia pasti cape nunggu sampe ketiduran.” Gumam Malik yang mengelus rambut Nana yang tergerai, ia mengernyit saat melihat Nana mengerutkan keningnya dalam lelap.

Apa dia sedang bermimpi? Mungkin saja.

Perhatian Malik teralihkan dari wajah cantik Nana, ia mengambil ponselnya yang bergetar.

“Hallo tante.” Sapa Malik pada orang di sebrang sana

...

“Ap—apa? Beneran tante?” Malik berucap gugup.

...

“Iya tante, Malik kesana sekarang.” Ucap menutup sambungan telpon Malik kembali menatap Nana yang masih tertidur.

“Na, hei.” Dengan lembut Malik mengusap pipinya dan berbisik di telinga Nana.

“Nana, bangun.” Perlahan Nana membuka matanya dan meregangkan ototnya yang terasa pegal.

Hal pertama yang Nana lihat saat bangun adalah senyuman Malik, ia membalas senyuman itu dan merentangkan tangannya berharap Malik peka kalau ia ingin di peluk.

Malik mengerti dengan itu semua ia segera mendekat dan membawa Nana ke depakapnnya mengelus punggungnnya, ia harap kalau hubungan ini tidak akan pernah berakhir.

“Ayo, kaka kantar pulang.” Malik terkekeh saat Nana langsung melepaskan pelukannya dan menatap tajam padanya.

“Kak Malik udah selesai belajarnya? Maaf Nana ketiduran, kalo kak Malik cape Nana pulang sendiri aja.” Malik menggeleng dan memegang tangan Nana.

“Gak boleh, kakak antar kamu pulang ya. Ini udah malem gak mungkin kakak biarin kamu pulang sendiri.” Nana tersipu mendenger perhatian Malik, sangat manis.

Setelah mengantar Nana pulang Malik langsung menancapkan gas ke rumah sakit, tante Dita bilang keadaan Alif sudah membaik walau belum sadar tapi itu sudah jadi berita baik setelah beberapa bulan ia koma pasca operasi.

Malik melihat kedua orang tua Alif sedang duduk menunggu di depan ruangan anaknya, “Tante, Om.” Setelah menyalami mereka Malik berjalan melihat dari celah kaca yang ada di pintu kamar rawat Alif, disana sudah ada dokter yang sedang memeriksa keadaanya.

Beberapa alat sudah dilepas oleh dokter hanya tersisa alat pernafasan yang menjadi perantaranya untuk bernafas.

Saat dokter keluar dari ruangan dan berjalan kearah orangtua Alif, Malik memanfaatkan itu untuk menerobos masuk melihat keadaan sahabatnya itu.

“Gue tau lo bakal kuat Lif, gue janji bakal bawa Kia lo kesini. Gue janji.” Malik yakin kalau Alif mendengar ucapannya saat koma, jadi ia selalu mengucapkan kata positif tanpa keluh kesah pada Alif agar keadaanya cepat membaik.

...

Yoga berlari saat melihat Nara yang berjalan menuju lab dengan torso anatomi manusia  ditangannya, “Sini gue bantu.” Tanpa persetujuannya Yoga mengambil alih benda itu dari Nara.

” Tanpa persetujuannya Yoga mengambil alih benda itu dari Nara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Gak usah repot-repot, gue bisa sendiri.” Yoga menggeleng tersenyum pada Nara.

Nara hanya bisa pasrah dengan kelakuan Yoga yang akhir-akhir ini sangat baik padanya dia benar-benar membuktikan kalau dia akan membantunya dan menajdi temannya.

Nara tersenyum dan berjalan beriringan dengan Yoga menuju lab, sepanjang jalan Yoga tidak henti-hentinya membuat candaan yang menurut Nara itu garing tapi melihat ekspresi wajah Yoga ia jadi ingin ketawa sendiri.

“Nara.” langkah mereka terhenti saat seseorang memanggil namanya, Nara mendelik tak suka saat Malik berlalan mendekat.

“Na—“

“Mau apa?” potong Nara cepat, senyum yang tadi mengembang di wajah Malik kini mulai memudar melihat respon tak bersahabat dari Nara.

“Gue mau ngomong sama lo.” Ucap Malik pelan.

“Ngomong aja!” Malik menatap Yoga mengisyaratkan agar ia pergi meninggalkannya berdua dengan Nara.

“Ga, lo di sini aja.” Ucap Nara cepat saat melihat Yoga yang akan kembali melangkah.

“Lo ngobrol aja dulu, gue taro ini. Nanti gue temenin lagi.” setelah mengatakan itu Yoga berlalu dari hadapan mereka, ia tau maksud Malik ingin berbicara dengan Nara. yoga akan memberikan kesempatan untuk mereka berdua.

....

Nara POV

Tidak sekalipun aku menatap mata itu yang tidak pernah mengalihkan tatapannya padaku, Malik mengajakku ke kantin dan sudah beberapa menit tidak ada yang dia bicarakan.

Mie ayam yang ku pesan juga hanya diaduk-aduk sampai dingin.

“Lo mau ngomong apa sih?” tanyaku kesal karna dia hanya diam seribu bahasa, apa dia bisu?

Kulihat Malik menghela nafas.

“Gue minta maaf, Na. Soal yang wakt-“

“Lupain aja!” potongku cepat.

“Kalo gak ada lagi yang di omongin, gue duluan.” Aku sudah bersiap bangkit dari duduk, tapi tidak jadi karena Malik segera mencegah.

“Ck, kalo lo cuman diem aja. Lo udah buang waktu berharga gue!” seruku ketus, biar saja ini salahnya sendiri tidak bersuara dari tadi tapi dia jugak tidak memperbolehkanku pergi. Dasar aneh!

“Lo punya waktu gak sore ini?” aku berfikir mengingat sesuatu.

“Kenapa?” tanyaku akhirnya.

“Gue mau ajak lo ke suatu tempat.” Aku menggeleng cepat tidak mau pergi kemana-mana.

“Gak, lo gak usah so deket deh.” Aku bangkit dan pergi meninggalkannya, tidak peduli padanya bukan urusanku.

Langkahku terhenti saat tangan seseorang menahanku, “Na ini penting, ini soal Alif.” Aku melihat raut ketakutan di wajah Malik dan putus asa?

Entahlah yang jelas wajahnya kini sangat prihatin.

“Alif koma, lo harus tengokin dia. Dia butuh lo.” Seketika badanku kaku saat mendengar perkataan Malik, Alif koma? Abangnya koma, bagaimana bisa.

Jadi selama ini dia sakit kenapa aku sampai tidak tau, tidak-tidak ini pasti cuman akal-akalan Malik doang biar dia kepancing.

“Lo gak usah asal deh kalo ngomong, pake bawa-bawa Alif segala.”

“Gue gak bohong Na, dia pengen gue bawa lo kesana biar bisa liat keadaannya.” Nara tidak percaya dengan semua ucapan Malik ia tetap pada pendiriannya dan kekeras kepalaannya.

Dengan kasar aku menghempaskan tangan itu dan pergi menjauh tidak ada lagi yang perlu ia bicarakan dengan Malik.

....

Yoga melihat wajah Malik yang sudah sangat putus asa dengan penolakan Nara ia tak tega melihatnya, kalau saja ia tau semuanya pasti dengan senang hati dirinya akan membantu Malik memujuk Nara.

Yoga mendekat pada Malik dan memegang bahunya untuk memberi semangat untuk membujuk Nara.

“Kayanya lo yang harus ikut gue!” Yoga bingung dengan ucapan Malik tapi ia tetap menyetujui untuk ikut dengannya setelah pulang sekolah.

Yoga mengamati sekelilingnya, mereka sudah berjalan cukup jauh di lorong rumah sakit tapi tidak sampai-sampai. Ini pasti rumah sakit tempat Alif dirawat.

Akhirnya mereka sampai di pintu ruang pasien atas nama Alif Anggara, mereka masuk kedalam disana ada seorang suster yang sedang memeriksa.

“Ini Alif?” Tanya Yoga pelan dan di anggukin oleh Malik, wajahnya sangat mirip dengan Nara hanya saja dagunya lebih lancip.

“Dia nunggu Nara.” Malik melirik Yoga yang sedang membisu.

“Lo mau bantu gue kan.” Yoga menatap Malik sebentar lalu kembali melihat Alif.

“Ajak Nara kesini!”

450 Day [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang