PICA ? [8]

892 157 65
                                    

Warning! Banyak flashback :')

---

“Mulai sekarang, gue bakal ngawasin apapun yang lo lakuin dan lo makan.” Sean duduk di ranjang menghadap Yuna yang bersandar dengan selimut sebatas perut. Disuapkannya bubur ke mulut cewek itu.

“Gak enak.”

“Lo kan lagi sakit jelas aja gak enak rasa buburnya.”

“Gue…gak enak sama lo.”

Sean menghentikan kegiatannya, ditatapnya Yuna lekat. “Maksud lo?” Yuna menarik nafas.

“Lo gak takut Joy cemburu? Lo mesti mikirin perasaan dia kalo lo kasih perhatian berlebihan ke gue.”

Sean bergeming lalu menunduk, tangannya berputar mengaduk bubur. “Gue bahkan gak yakin sama perasaan gue sendiri. Ada cewek dan bukan dia yang bikin hati gue jadi aneh,” gumam Sean yang masih dapat didengar Yuna.

Yuna menajamkan tatapannya, jemarinya meremat selimut kemudian ia berbaring membelakangi Sean, ditariknya selimut itu hingga leher.

“Tinggalin gue sendiri, Sean. Gue pengen tidur lagi.”

Sean terkejut dengan sikap Yuna yang mendadak seperti ini. “Kenapa Na?”

Yuna memilih diam tak menjawab, ia pura-pura menutup mata. Cowok itu akhirnya menyerah, ia meletakkan bubur di atas nakas kemudian beranjak dari tempatnya. Yuna membuka mata dan bulir bening pun meleleh jatuh.

---

Sean tidak pulang ke rumah. Setelah Yuna pulang dijemput oleh ibunya,  Sean memutuskan untuk pergi ke suatu tempat. Dia bahkan lupa akan janjinya pada Joy. Cewek itu berkali-kali berusaha menelfon Sean, tapi nomornya tidak aktif. Sean sengaja mematikan handphone-nya.

Saat ini ia duduk di tepi danau dengan kedua lutut tertekuk. Melamun entah karena apa. Kemudian seorang pria dewasa usia sekitar 30-an menegurnya.

“Lagi galau ya dek?” Sean sontak terhenyak dan menoleh.

“Gak kok bang, hehe.”

“Kelihatan banget bohongnya.” Seketika Sean bungkam. Laki-laki yang mengaku bernama Dimas itu terkekeh. “Masa SMA emang banyak konflik hati, saya pernah muda jadi pernah ngerasain juga. Sok dewasa ngurusin masalah cinta.”

Sean hanya diam mendengarkan, tak berniat menanggapi apapun.

“Dulu saya bucin banget sama satu cewek, sampai gak sadar dijadiin babu sama dia. Lah, dianya main di belakang saya. Nilai-nilai saya banyak yang anjlok waktu itu. Terus ibu saya tiba-tiba sakit, saya jadi sadar kalo pacaran itu gak ada gunanya, yah emang dari awal tujuannya cuma seneng-seneng gak ada komitmen.

Waktu kuliah saya kepincut sama mahasiswi jurusan sebelah. Ternyata saya masih belum kapok pacaran, eh baru sebulan, putus. Gak lama dapet lagi, tiga bulan pacaran saya baru sadar dia kurang sopan sama ibu saya padahal saya udah mulai berkomitmen sama yang ini. Udah lama sebenernya ibu lebih suka kalo saya jalin hubungan sama sahabat deket saya namanya Dara. Singkat cerita, Dara jadi istri saya sekarang, karna saya percaya pilihan orang tua itu terbaik. Dan Alhamdulillah sekarang udah punya buntut dua.”

Dimas tertawa renyah, “Saya jadi curhat kan ini. Saya yakin jalan hidup kamu gak kayak saya. Jadi ambil positifnya aja. Ngomong-ngomong maaf loh ini, udah ganggu sesi menggalaunya adek Sean.”

Sean terkekeh singkat, “Gak apa-apa bang.”

‘Saya percaya, pilihan orang tua itu terbaik.’

Perkataan yang masih terngiang di telinga Sean hingga membuatnya susah tidur. Tetapi, dia juga akan menjadi lelaki pengecut dengan mengingkari janji yang dia setujui bersama papi kandungnya Joy dulu. Dan itu akan menjadi noda besar yang akan menghantui Sean selama hidupnya, dia tidak akan tenang, apalagi jika membuat Joy terluka. Sean mengusap kasar wajahnya.

SHORT STORIES || YoonHunWhere stories live. Discover now