38. Kebenaran

11.2K 430 11
                                    

Rahman PoV

"Aku membencimu".

Layaknya disambar petir mendengar perkataanya. Setelah 5 tahun aku melewati masa masa sulit sendirian. Dan sekarang aku ingin melepas rinduku. Namun semuanya sudah berbeda.

Hancur hatiku dipatahkan sepatah patahnya oleh orang yang kucintai. Bahkan sekarang melihat wajahnya yang penuh tangis dan seakan tersakiti. Mengapa kita bertemu dalam keadaan seperti ini.

"Mengapa kamu membenciku?".

"Apa kamu masih tidak sadar?". Ucapnya marah padaku.

"Apa salahku padamu an. Aku benar benar merindukanmu, aku mencarimu".

"Benarkah mas. Kemana saja kamu lima tahun ini? Apa kamu tau bagaimana hidupku setelah kehilanganmu. Pernahkah kamu berfikir sehancur apa aku kehilangan kamu? Kenapa kamu kembali lagi haa.. ".

"Mengapa kamu marah kenapa kamu tak bahagia melihatku?".

"Bagaimana aku bisa bahagia kamu hancurkan  kebahagiaanku kedua kalinya mas. Masih lebih patah hatiku masih lebih sakit aku mas. Aku menjalani hidup tanpamu aku sudah baik baik saja dan sekarang kamu datang menghancurkanku". Aku semakin tidak mengerti dengannya.

"Apa maksudmu?".

"Dengarkan aku baik baik orang yang kamu tabrak adalah suamiku".

Serasa jantungku berhenti berdetak. Ana sudah menikah lagi dan aku sama sekali tidak tau. Bahkan ia juga tak tau bagaimana hidupku selama lima tahun ini. Aku kehilangan identitasku aku kehilangan keluargaku dan sekarang aku benar benar kehilangan istriku. Apa lagi ini ujian datang bertubi tubi padaku.

"Mohon maaf bapak, ibuk pasien tak terselamatkan". Ucap dokter itu seakan menambah sakitku melihat Ana terluka.

"Tidakkkkkkkkkkk mas Ferdi". Teriaknya dan langsung lari menemui laki laki itu.

Aku hanya melihat dari pintu aku tak berani mendekatinya.

"Mas Ferdi kenapa mas? Kenapa kamu tinggalin aku kenapa kejutanmu menyakitkan ku. Kamu bilang kamu mau memberi ku kejutan. Kamu berhasil mas aku terkejut tapi kumohon bangunlah. Anak anak menunggu mas kumohon jangan begini. Masssss bangunnn banguuunnn kumohon... hiksss...hiksss". Aku melihat ia begitu terluka dan aku melihat ia sangat mencintai laki laki itu.

Mungkinkah ada aku di hatinya setelah ini.

"Nak" ucap seseorang mengagetkanku.

"Bun..bundaa ini beneran bunda?".

"Bunda dengar semua pembicaraanmu dengan Ana".

"Maafkan aku bun. Aku meninggalkan kalian selama ini aku juga mengalami masa sulit bun. Siapa anak ini bun?".

"Dia anak Ana".

"Bersama laki laki itu?". Sungguh sakit hatiku sungguh sangat terluka bahkan ia sudah memiliki anak dengan laki laki itu.

"Iya nak. Sekarang Ana benar benar membencimu hanya kekuatan cintamu yang mampu menarik kembali hatinya".

"Hatinya sedang patah bun. Aku tidak bisa apa apa biarkan dulu. Aku akan menemuinya setelah pemakaman nanti. Rahman mau pulang bun".

"Mau kemana kamu pulanglah kerumah nak"

"Rahman mau kerumah temen bun. Tapi baiklah Rahman akan pulang".

" kamu bawa Ira ya dia masih tertidur hati hati" .

Melihat anak ini sama persis cantik seperti ibunya. Aku membawanya kedalam rumah bunda dan menidurkannya.

Jam sudah menunjukkan tengah malam aku belum bisa tidur . Pikiranku kacau seakan semuanya begitu rumit kenyataan pahit ini yang menimpaku.

"Omm ciapa?". Tanya anak ini padaku membuyarkan lamunanku. "Om culik dek Ira ya. Om jahat dek ira mau pulang huaaaa". Ia menangis sambil memukuliku.

"Adek ini rumah nenek kamu. Ini om anak nenek".

"Om boong anak nenek cuman abi". Ia berbicara masih sambil terisak.

"Lihat aja ini rumah nenek kamu sayang. Om gak jahat kok sini tidur lagi".

"Benelan lo ya". Ucapnya padaku aku hanya tersenyum mengangguk ia kembali tertidur lagi.

Aku mulai memejamkan mataku untuk bisa tidur. Sungguh hari ini hari yang melelahkan dan menyakitkan. Aku terbangun jam 3 pagi aku langsung menunaikan sholat tahajud dan kembali berzikir.

Tiada tempat meminta selain Allah. Dan tiada pula ketenangan tanpa mengingat Allah. Semuanya Allah karena Allah pemilik segalanya.

Pagi ini aku kaget karena anak kecil yang menyebut namanya Ira terbangun dan meminta sholat subuh.

"Omm.omm temenin dek Ira wudhu". Ucapnya begitu menggemaskan.

"Adek bisa wudhu".

"Bisa dong".

"Siapa yang ngajarin?".

"Umi yang ngajarin dek Ira setiap pagi umi ajak dek Ira sholat". Batinku mengapa ia bukan anakku kenapa harus begini. Wanita yang dulu kunikahi masih bocah sekarang menjadi ibu yang shalehah bahkan mendidik anaknya dengan baik.

Setelah anak itu berwudhu aku ingin meninggalkannya untuk sholat subuh di masjid namun bunda belum juga pulang dan dirumah tak ada orang akhirnya aku terpaksa sholat di rumah bersama anak ini.

"Omm dengerin dek ira baca ya biar adek nggak lupa lupa lagi".

"Iya". Anak ini membaca surat yang ada di juz 30 bahkan aku tak menyangka Ana mampu mendidik anak sebaik ini ia jadikan anaknya penghafal quran. Dan lagi lagi kenapa bukan aku ayahnya.

****

Kalian sedih ya? Ah sama aku juga dan ini detik detik terakhir menuju ending :( huhuuu aku gak tega deh mau mengakhiri cerita ini.

Imam SurgakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang