39. pemakaman

13.9K 427 12
                                    

Rahman PoV

"Assalammualaikum".

Suara pintu terbuka dan aku yakin pasti itu bunda.

"Waalaikumussalam bun. Gimana bun?".

"Jenazah nya sudah dirumah tolong kamu bawa Ira kesana bantu ia menenangkan kedua anaknya. Lihat betapa kuat Ana menghadapi ini".

"Dimana rumahnya bun?".

"Dirumahmu". Aku kaget mengapa selama lima tahun ini Ana tidak pindah rumah dan mengapa setelah menikah ia menempati rumahku. Sungguh tak habis pikir aku padanya.

Aku berjalan menuju rumahku bersama Ira anak kecil yang polos.

"Umiiii..." teriak Ira sambil lari memeluk Ana.

Aku hanya menatapnya dari jauh mendengarkan pembicaraan mereka.

"Nak abi mau ke surga duluan kita harus ditinggal abi".

"Adek mau ikut abi mii.. adek gak mau jauh dari abi. Adek sayang abi mii.. huaaaaaa"

"Adek dengerin umi ya adek disini sama kakak sama umi. Abi ditunggu sama Allah. Nanti kalau sudah waktunya kita di surga sama sama ya".

"Gamauu mii.. adek mau abiii huaaa".

Aku melihat mengapa Ana begitu tegar menghadapi ini. Terlihat anak yang masih kecil merengek padanya. Dan anak laki laki yang kira kira berumur 5 tahun itu berusaha menguatkan Ana. Apakah ia anakku jika ia anak Ferdi maka umurnya tidak akan ada 5 tahun.

Hari ini pemakamannya aku hanya menunggu dirumah Ana. Aku tidak ikut ke pemakaman aku tidak ingin Ana melihatku dan membuatnya sedih.

Ketika Ana pulang bersama bunda dan mamahnya ia kaget aku di dalam rumahnya.

"Kenapa kamu disini?". Tanya nya sambil menahan amarah.

"Bukankah ini rumahku juga".

"Kamu sudah memberikannya padaku".

"Tapi aku masih berhak kesini. Lantas kenapa kamu bisa tinggal disini bersama lelaki lain padahal ini rumah dariku".

"Kamu keterlaluan mas aku masih bersedih kamu membahas rumah ini. Kamu tidak tau aku tak ingin meninggalkan rumah ini karena aku mengharap kamu akan kembali ke rumah ini".

"Aku sudah kembali an".

"Kamu kembali dengan melukai ku. Kamu datang dengan membawa duka besar bagiku. Lihat anak anakku ia menjadi tak punya ayah karenamu".

"Aku bisa menjadi ayahnya".

"Setelah semua ini begitu mudahnya kamu berkata seperti itu. Setelah semua aku perjuangkan berusaha hidup tanpamu. Dikala aku harus berjuang sendirian memikul perih di hati ini"

"Lalu bagaimana dengan aku an. Aku kembali kamu sudah menikah memiliki anak dengan orang lain. Aku juga sakit an melihatmu menikah lagi".

"Sudah nak.. ana menikah karena bunda yang menginginkan". Sela bunda padaku.

"Apakah bunda mampu setega itu padaku bun".

"Bunda lakukan ini karena tak ingin lihat anakmu lahir tanpa ayah"

"Anakku? Mana bun".

"Itu anakmu mas, Fatih". Ucap Ana.

Sungguh ia mirip denganku menjadi laki laki yang kuat dan tampan.

"Bunda tak ingin mengganggu kalian berdua kami akan kembali ke rumah bunda"  bunda pergi meninggalkanku dengan ana dan anak anaknya.

Kini dirumah hanya ada aku ana dan anak anak bersama pembantunya.

"An aku minta maaf karena melukaimu".

"Tidak apa apa Allah sedang mengujiku". Jawabnya tanpa menatapku.

"Apakah kamu masih mencintaiku".

"Entahlah. Hatiku kembali mati untuk kedua kalinya".

"Aku benar benar tak sengaja an".

"Aku tau. Ini semua takdir Allah".

"Bolehkah aku memberi tau Fatih aku ayahnya".

"Jangan sekarang kumohon pergilah. Aku tak ingin melihatmu"

"Baiklah aku akan kembali lagi untuk menjadi suamimu".

Ana tak menjawab akupun pergi ke rumah bunda.

Aku disambut oleh adekku Rahma.

"Mas Rahman ini beneran mas?".

"Iya adekku sayang".

"Mas lihatlah perusahaanmu begitu maju ketika kujalankan".

"Tak rugi mas nyekolahin kamu di mesir"

"Ayo mas kembali ke kantor kita pimpin perusahaan ini berdua"

"Iya adekku sayang".

Kini aku menyibukkan diri untuk kembali berbisnis di perusahaan. Aku ingin menenangkan hatiku dan menyibukkan diri. Aku selalu melihat Ana dari jauh bersama anak anaknya. Aku selalu melihat anak anaknya berangkat sekolah.

Aku melihat Ana mulai mengurus restorannya. Bahkan ia sudah begitu dewasa meskipun usianya masih muda ia begitu kuat menghadapinya. Aku tak tau kenapa kami dipertemukan dengan melukai satu sama lain. Entah Allah menguji cinta kami atau ingin memisahkan kami.

"Mas.. apa mas masih mencintai mbak Ana?".

"Ya dek"

"Mas hibur dia. Dia butuh seseorang untuk teman berbagi aku tau ia rapuh mas. Ia berusaha kuat untuk anak anaknya".

"Bagaimana bisa bahkan ia sangat membenciku".

"Ia tak membencimu mas. Dia mencintaimu".

"Itu tidak mungkin dek".

"Percayalah mas cinta kalian adalah cinta sejati kalian pasti akan bersatu".

"Aamiin".

Aku ingin sekali mendekati Ana namun aku takut semakin menyakitinya.

****

Assalammulaikum wah kurang beberapa part lagi bakal the end. Terimakasih buat kalian yang nyemangatin author buat up terus.

Imam SurgakuOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz