09: MULAI TAK PEDULI

36.6K 1.1K 605
                                    

“Senyuman yang dulunya membuat hari-hariku berwarna, kini berubah menjadi sesuatu yang paling aku benci. Bukan karena apa, itu karena kekecewaan yang luar biasa."

*************

Selepas pulang dari Kafe Monokrom. Inara masih memikirkan apa yang sudah diceritakan oleh Arjuna. Sebenarnya ia masih merasa ragu, namun entah kenapa memori bayangan dan juga kalung itu membuatnya sedikit percaya dengan Arjuna.

Tapi, jika pun itu benar adanya. Lantas kenapa Inara sulit untuk mengingatnya? Kenapa yang teringat olehnya hanyalah rumah sakit, almarhum Ayahnya, dan selain itu tidak ada lagi.

Inara merasa kesal, dan memukul pelan kepalanya sendiri karena tidak bisa mengingat begitu jelas semasa waktu di rumah sakit.

"Argh! Nyebelin!"

"Ira beneran enggak inget!"

"Kenapa Ira baru tahu kalau Kak Arjuna anak kecil yang suka ngasih Ira permen, nyebelin banget jadinya." Inara jadi sedih, sebab tentang apa yang diceritakan Arjuna memang tak bisa dia ingat.

Semua begitu sulit untuknya. Setiap ia berusaha untuk mengingat, rasa sakit di kepalanya malah muncul. Padahal sebelumnya ia tak pernah merasakan sakit kepala yang seperti ini. Kenapa terasa sangat menyiksa?

Inara menghela napas panjang, dan menggelung rambutnya ke atas. Kemudian dia berniat untuk cuci muka dan melakukan rutinitas perawatan wajah di malam hari. Meski penampilannya mulai berubah, tapi Inara juga akan tetap menjaganya.

Lima menit berlalu. Kini ia mendudukkan diri di kursi meja make up, dan mulai melakukan step by step perawatan wajah. Mungkin sedikit ribet, tapi mau bagaimana lagi. Kalau mau cantik, harus merasakan susahnya juga. Karena tidak ada yang instant, layaknya ulat yang bermetamorfosis menjadi kupu-kupu, semua memerlukan proses untuk menjadi cantik.

"Kalau bukan karena dukungan orang-orang yang peduli sama Ira, mungkin Ira masih insecure. Padahal memang fisik bukan penentu dari bagaimana sifat orang itu, tapi namanya juga mau memperbaiki penampilan ya enggak papa lah," ucap Inara berkaca di depan cermin.

"Lagipula dari insecure Ira juga belajar bahwa ada suatu hal yang sebenarnya bisa diubah untuk menjadi lebih baik. Insecure juga bukan patokan untuk kita menyerah tapi sebagai patokan agar kita semangat untuk mengubahnya," lanjut Inara memyemangati diri sendiri.

Setelah semuanya selesai. Inara tersenyum lebar memandangi dirinya di depan cermin.

"Semangat Ira! Jangan pernah menyerah terhadap apapun. Harus bisa tidak peduli dengan apa yang menyakitkan."

Ting!

Bunyi notifikasi pesan masuk membuat matanya teralihkan dan langsung mengecek ponselnya. Ketika membaca nama siapa pengirim pesan online itu, matanya melebar.

Kak Nolan:

Hai, apa kabar?
Bsok boleh ngobrol sebentar?

Seketika itu juga Inara mendengkus kasar. Kemudian mengabaikan pesan tersebut, dan juga mematikan data ponselnya. Ia merasa enggan sekali untuk bercengkerama dengan Nolan lagi. Karena luka yang telah diberikan oleh Nolan masih membekas, dan Inara juga benci alasan picik mengapa Nolan mengakhiri hubungannya.

365 Days with ArjunaWhere stories live. Discover now