28

11.9K 468 24
                                    

Luna mundur dua langkah, begitu juga temannya. Terkejut dengan kehadiran Aries saat mereka membuka pintu.

"Lo gak punya malu, ya?" tanya Aries kepada Luna.

"Udah ditolak malah gangguin Elara!"

Luna kicep, tidak berani menjawab saat Aries mengatakan hal itu dengan tenang.

"Coba simak pake otak lo yang tinggal separuh itu," Aries menarik baju Luna agar keluar dari toilet. Diikuti oleh dua temannya. "Kalo lo sampe ganggu Elara lagi, gue bakal telanjangin lo di lapangan basket!"

Aries tidak pernah main-main dengan ucapannya. Ia tidak segan menghilangkan orang yang sudah mengganggu Elara dari muka bumi.

Elara-nya tidak boleh terluka.

Luna membelalak kaget, tanpa sadar menggeleng kuat-kuat lalu berjalan menjauh tanpa pamit bersama dua temannya yang lain.

Aries mendengus kesal saat melihat Elara di dalam. Tangannya terkepal menahan amarahnya. Tidak terima akan perlakuan laknat seorang Luna.

Cowok itu memasang wajah datar dengan satu tangan di masukkan ke dalam saku. Ia menguap sekali, kemudian menerobos masuk. Menghampiri Elara yang sudah sesenggukan.

Tangannya membuka kancing kemejanya satu persatu, meninggalkan kaus oblong putih. Ia kemudian memakaikan kemejanya pada tubuh basah Elara.

"Baju kamu basah kalo di pasangin ke aku."

Aries tidak menggubris. Ia mengusap wajah Elara dengan tangannya.

"Lo pake lagi aja, Ar!" kata Elara melepaskan kembali kemeja putih Aries.

Aries memang mengambilnya, tapi cowok itu kembali memasangkan ke tubuh Elara. Karena matanya bisa melihat dengan jelas warna dalaman yang dipakai oleh Elara.

"Coba besok-besok lo bawa toilet sendiri aja dari rumah."

Elara melongo mendengar perkataan Aries. Bagaimana bisa? Memangnya toilet itu seperti uang yang bisa dilipat lalu dimasukkan ke dalam sakunya. Kan tidak mungkin.

"Elo ngomong biar beneran dikit coba, Ar!"

"Atau enggak tiap mau ke toilet gue anter aja nanti."

"Gak usah lebay, oke?"

"Abisnya elo itu kalo gak sama gue pasti selalu celaka. Kemarin-kemarin ditabrak kakak kelas sampe luka, sekarang disiram gini sampe basah kuyup."

"Itukan kecelakaan, Ar!"

Aries mendengus, "semuanya aja lo bilang kecelakaan, besok-besok kalo ada orang yang nyulik terus mutilasi lo, bakal lo bilang kecelakaan juga pasti."

Bukannya kesal Elara justru tergelak. Menikmati Aries yang banyak bicara seperti ini.

"Mana ada?"

"Lo diem dulu disini, gue ambil baju olahraga gue di loker."

Tanpa menunggu jawaban Elara, Aries keluar dari toilet. Berjalan dengan langkah lebar menuju loker siswa. Lalu kembali dengan baju dan celana olahraga miliknya.

"Buruan pake! untung aja kelas lagi kosong."

Elara menerima sodoran baju dari tangan Aries, "kosong lagi?"

"Bagus juga gitu, gue bisa tidur."

Elara memperhatikan baju Aries di tangannya. Menimang agar mau memakainya atau tidak.

"Buruan pake!"

"Ini pasti gede banget di gue, Ar!"

"Terus lo mau pake baju basah kaya gitu?"

Elara menggeleng.

"Makanya kalo dibuli, lo buli balik!"

Kali ini Elara melongo, "gak ada bedanya dong sama gue?"

Aries tidak menyahut, ia mengambil kembali kemejanya yang menutupi tubuh bagian depan Elara. Lalu berjalan menuju pintu.

"Gue tunggu diluar!" katanya menutup pintu.

Selang sepuluh menit Elara keluar memakai seragam olahraga miliknya. Agak kebesaran walaupun tidak terlalu longgar.

"Entar gue dikira gila pake baju olahraga padahal gak lagi ada pelajaran olahraga." Elara mengeluh. Tangannya memegang baju basah miliknya.

"Daripada dikira gak waras gara-gara pake baju basah ke dalam kelas?"

Elara tidak ada pilihan lain. Ia kemudian berjalan di samping Aries menuju kelas.

"Ar," panggil Elara.

"Hm,"

"Gue emang penghalang masa depan lo?"

Aries berhenti melangkah. Ia memutar tubuh agar bisa berhadapan dengan Elara.

"Siapa yang bilang?"

"Jawab aja!"

Tanpa ragu Aries memegang kedua bahu Elara, ia menundukkan tubuhnya agar bisa sejajar dengan wajah Elara.

"Enggak Ra!"

"Padahal gue selalu ngerepotin elo?"

Memang benar. Elara itu selalu memaksanya untuk menjadi apa yang ia mau. Cerewet untuk segala hal yang berkaitan dengannya, sering mengganggu waktu tidurnya hanya untuk mengantarkannya ke toko buku atau sekedar keluar berbelanja, sering meminta dibelikan eskrim dalam jumlah banyak, dan tak jarang selalu menekankan jika perkataannya harus selalu dituruti.

Tapi dibalik itu semua, Aries juga sadar jika Elara merupakan sosok yang paling memperhatikan kesehatannya. Ia yang paling perduli padanya, ia yang pertama akan tahu jika Aries belum makan. Dan menjadi satu-satunya orang yang dengan sabar mau merawatnya saat sakit.

Maka dari itu, Aries tidak pernah keberatan menjadi apapun yang Elara mau. Bukan hanya karena rasa terima kasih, tapi karena dirinya juga tahu jika Elara teramat berarti untuknya.

"Elo tau gak Ra?" Aries bertanya.

Elara menggeleng, tidak mengetahui apa yang akan ditanyakan oleh Aries.

"Gue lebih baik direpotin sama lo daripada sehari aja gak denger kabar dari lo!"

"Kenapa?"

"Seenggaknya itu ngebuktiin kalo elo masih ada disamping gue, bukan di tempat lain."

Elara memberengut kesal, tanpa ragu memeluk Aries dan membenamkan wajah di dada cowok itu.

"Gue sayang banget sama lo, Ar!"

"Gue juga, Ra."




Bersambung...

Dua Sayap Elara (TAMAT)Kde žijí příběhy. Začni objevovat