Bumi S2| 20

354 15 5
                                    

Author's PoV

Luna menatap Celestia miris, sahabatnya yang mengingatkannya pada seseorang. Mengingat orang itu, sebuah kenangan lain mulai kembali menyeruak kedalam kepalanya.

"Luna, kamu mau Kakak belikan apa?"

"Luna mau Kakak kembali dengan selamat, itu sudah cukup untukku."

"Terimakasih, Luna. Tentu aku akan kembali."

Luna tersenyum tipis.

"Kakak, Kak Star kan sedang mengandung. Kalau itu laki-laki, kau ingin beri nama siapa?"

"Brian. Aku dapat itu dari salah satu Klan yang kukunjungi."

"Kalau perempuan?"

"Aku belum tau. Tapi, aku akan cari. Nama yang berarti sama dengan nama seseorang yang sangat kusayangi. Aku ingin dia menjadi sepertinya."

"Wow, orang itu pasti merasa beruntung sekli. Tapi, aku ingin nama Aries. Kau ingat kata dokter? Dia akan lahir saat konstelasi Aries sedang ada dilangit."

"Itu ide yang bagus, aku akan bicarakan dengan Star."

Luna menutup matanya, menggigit bibir saat suatu kenangan pahit menutupi kenangan manis tersebut.

"KAK! JANGAN KAK!!! BERHENTI, KAK!!! JANGAN, JANGAN AYAH!!! AYAH!!!!"

"Tak perlu berteriak, Luna. Dia sudah mati."

"KENAPA KAU MELAKUKAN INI, KAK?! AKU MEMBENCIMU! AKU DAN KAK SHINE SANGAT KECEWA PADAMU!!!"

"Luna, dia benar. Ayah sudah mati."

"Kak... Shine? Kenapa Kak, kalian?"

Luna memegangi kepalanya yang terasa nyeri, air matanya mengalir saat menyentuh bagian yang terasa sakit. Ditengah bau anyir darah, dia menoleh kearah suara yang terdengar dari sampingnya.

"Apa maumu lagi?" Kata Luna, terisak. Ia sudah terlalu banyak terjatuh. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Terjatuh lagi? Melihat seseorang yang ia sayangi adalah orang yang akan menjadi seorang yang buronan dari seluruh dunia paralel. Tak terhitung lagi masalah yang akan dia dapatkan jika terus bersamanya.

"Maafkan aku, aku tak pernah ingin melakukan ini." Katanya pelan, Luna menatapnya benci.

"Kenapa? Kenapa kau mengulangi tragedi yang Ayahmu lakukan? Kau ingin membuatku menderita? Kau puas sekarang?" Tanya Luna bengis, air mata menyeruak lagi. Namun, air mata Luna terjatuh, saat dia melihat satu tetes air bening mengalir dari lawan bicaranya.

"Hanya... Sudah terlambat untuk semuanya." Dia ber-teleportasi, bersama dengan Luna dan Celestia yang hanya melihat percakapan keduanya.

Saat itu, Luna tau.

Kalah.

99% kemungkinan, dia akan kalah. Karena dia pun, takkan bisa mengalahkan duplikat kakaknya sendiri.

* * * * *

Moon's PoV

Aku menatap resah sekelilingku, melihat Aslan yang tak kunjung bangun walau diobati oleh salah satu dokter dari Klan Matahari. Sudut mataku melihat hal lain, Lio baru saja datang.

"Moon!" Dia sudah berlari, langsung menerjangku dan memelukku. Wajahku terasa panas, rasanya dadaku bergejolak.

"Syukurlah, syukurlah..." Gumamnya sedikit tidak jelas karena terlalu cepat. Aku membalas pelukannya, mataku mulai terasa panas. Aku terisak pelan.

BUMIDonde viven las historias. Descúbrelo ahora