"Angga," panggil Maula di tengah perjalanan pulang mereka dengan mata yang masih terpejam. Ah, dia masih terlalu nyaman dalam gendongan laki-laki itu.
"Ya?"
"Ada yang mau aku tanyain sama kamu. Engga terlalu penting sih tapi aku penasaran aja..," ujar Maula ketika ia teringat akan satu hal.
"Apa ituu?"
Mata Maula kali ini terbuka tapi dengan tatapan kosong menatap trotoar karena ia membiarkan pikirannya berkelana ke saat itu.
"Waktu itu, waktu ada tawuran di sekolah kita sama sekolah sebelah, kenapa kamu nggak ikut?"
Angga terdiam sejenak. Dia tidak menjawab apapun selama beberapa saat sebelum akhirnya mengangkat ringan bahunya. "Males," ujarnya acuh tak acuh. Tapi yang tidak Maula sadari adalah tubuh laki-laki itu sedikit menegang.
"Kenapa? Bukannya bagi kalian, para kaum Adam yang masih bau bawang, ikut tawuran pelajar itu seru ya?" tanya Maula membuat Angga terkekeh.
"Untung aku wangi sabun," gumam laki-laki itu yang langung berhadiahkan sebuah tempelengan dari belakangnya, lagi.
Maula mendengus. "Aku serius nanyaa, Angga."
Angga tersenyum sebelum akhirnya mengangkat bahunya lagi, "Buat aku, yang kayak gituan cuma buang-buang waktu. Mending kalau menang. Kalau kalah? Udah capek, badan luka-luka, hasilnya apa? Engga ada. Mending aku makan di wartegnya Bu Dedeh," jawabnya yang pada akhirnya berubah sedikit lebih serius.
"Tapi temen-temen kamu semuanya 'kan ikutan," timpal Maula.
"Iya aku tau. Mereka juga sering kok maksa aku buat ikutan."
Maula mengangguk paham. "Untung kamu engga tertarik."
"Aku emang.. udah anti sama yang begituan. Tapi jangan kamu kira aku bener-bener lepas mereka tawuran gitu aja," ujar Angga membuat Maula menoleh dan menatap wajah yang terlihat begitu dekat dengannya itu.
"Maksudnya?"
Mata Angga masih tetap terfokus pada jalanan di depannya. "Setiap mereka tawuran, aku selalu siap siaga di warteg Bu Dedeh."
"Ha?"
Angga mengangguk. "Iya. Karena tempatnya strategis banget, aku jadi bisa awasin mereka semua dari jauh. Jadi kalau ada satu di antara mereka yang 'jatuh', aku bakal jadi yang paling pertama nolongin mereka."
Maula hanya diam dan menyimak.
"Mungkin aku di mata mereka cuma cowok penakut yang nggak berani ikut tawuran. Tapi tanpa mereka tau, aku engga pernah bener-bener ninggalin mereka gitu aja," lanjut Angga membuat Maula tersenyum bangga dan kembali mengeratkan pelukannya pada Angga.
"Hebat," gumam Maula tanpa menghilangkan senyumannya.
"Apa?"
Maula menatap mata Angga dari samping. Ah, bagaimana bisa laki-laki itu terlihat begitu tampan dari sini!?
Maula menghembuskan napas ringannya dan kembali tersenyum. "Mungkin di mata mereka, kamu laki-laki pengecut. Tapi di mata aku, kamu laki-laki yang hebat," jawab Maula membuat Angga terkekeh.. salah tingkah.
Jantungnya berdebar mendengar suara lembut gadis itu yang terdengar begitu... manis. Oh, Maula bahkan mampu melihat rona merah yang mulak merekah di wajah laki-laki itu. Menggemaskan..
"Ah, rasanya aku jauh lebih hebat karena udah berhasil gendong kamu dari UKS sekolah sampai sini dengan selamat," ujar Angga menyadarkan Maula yang benar-benar tidak sadar mereka sudah sampai di depan pagar rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Manggala (TAMAT)
Teen Fiction"Aku menyukaimu." Oh, Maula terkejut bukan main. Ia kemudian menggeleng tidak percaya. "Kamu... gila..," gumamnya tanpa sadar. Tapi laki-laki itu hanya tersenyum teduh dan berkata, "Ya. Aku tau. Selalu memikirkan kamu, merindukan suaramu, senyumanmu...