5

2.8K 177 10
                                    

Author pov.

Didalam ruangan berukuran 4x4 meter Mutia beserta kedua jagoannya sedang saling bercengkrama, tak jarang juga mereka tertawa mendengar salah satu di antara mereka menceritakan hal yang lucu.

Sementara itu di depan pintu ruangan Ilham berusaha mengontrol emosinya di depan anak dan istrinya. Ia genggam gagang pintu dengan kuat dan menarik nafas kasar sebelum membuka daun pintu yang memisahkan mereka.

"Assalamu'alaikum," ucap Ilham yang sedikit mengatur suara yang keluar dari bibirnya.

"Wa'alaikumsalam," ucap Mutia dan anak-anaknya.

Ilham merasakan hatinya begitu remuk melihat wajahnya istri serta anak-anaknya yang terlihat bahagia.

Remuk karena mengetahui kenyataan yang membuatnya tak berdaya.

Ya Allah jangan kau ambil kebahagian kami saat ini
Harap Ilham dalam hati.

"Abi dari mana?" tanya putra sulungnya
"Abi habis beli makanan. Siapa yang mau?" ucap Ilham berusaha untuk tersenyum.

"Abang mau!"
"Ade mau!" ucap kedua anaknya bersamaan.

Mereka dengan semangat membuka bungkusan yang Ilham bawa. Sementara Ilham mendekati istri tercintanya.

"Gimana keadaan kamu? Masih sakit?" tanya Ilham sembari mengenggam tangan Mutia.

"Engga bi, sudah ga begitu sakit. Apa kata dokter?" tanya balik Mutia

"Engga, dokter cuma bilang kamu ga boleh capek, apa lagi kamu sekarang lagi hamil," jawab Ilham dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya.

Maaf sayang, aku ga ingin kamu terlalu banyak pikiran dan semakin membuat kondisimu memburuk

Batin Ilham terus berbisik untuk memohon ampun pada Allah dan maaf pada istrinya.

"Mas ketemu ummi dan abi?" tanya Mutia yang melihat suaminya melamun.
"Iya tadi abi dan ummi lagi ngobrol sebentar di taman."

"Oh begitu, mas kapan ya aku bisa pulang?"
"Insyaa Allah, kalau kondisi kamu sudah stabil besok atau lusa kamu bisa pulang,"

"Aku udah ga sabar pengen buru-buru pulang,"
Ilham mengusap kepala Mutia dengan perlahan.

"Assalamu'alaikum," ucap ummi dan abi Mutia
"Wa'alaikumsalam," jawab ke empat orang itu bersamaan.

"Gimana kabar kamu sayang?" tanya wanita paruh baya itu
"Alhamdulillah lebih baik mi,"
"Alhamdulillah, nanti kalau kamu sudah pulang tinggal saja dirumah ya, biar ada yang bantuin kamu,"

"Ga usah mi, aku bisa ko dirumah ngurusin anak-anak,"
"Sayang, sekali aja denger permintaan ummi,"
"Aku gimana mas Ilham aja mi," jawab Mutia tak semangat.

"Mas setuju dengan usulan ummi de," papar Ilham
"Ya udah aku ikut aja,"

Merekapun saling berbincang hingga sore hari.

***

"Bunda, abi abang pulang dulu ya," ucap Fatih
"Al juga," mereka mencium tangan bunda dan abinya bergantian dan segera pergi meninggalkan kamar rawat bunda mereka.

Sesampainya dirumah Al dan Fatih segera merapihkan buku dan PR yang akan mereka bawa esok hari ketika sekolah.

Sementara itu nenek dan kakek mereka sedang berbicara serius di taman belakang.

"Bagaimana bi, Ilham ga mau ngasih tau kondisi yang sebenarnya sama Muti,"
"Ya mau gimana lagi mi, mungkin memang sudah jalannya seperti itu, yang penting mereka tetep melakukan pengobatan. Insyaa Allah ada jalannya."

"Ummi takut kalau Mutia cuma sampai sini saja umurnya bi,"
"Huss! Ga boleh mikir yang macem-macem berdoa saja semoga penyakitnya segera Allah angkat."

"Tapi kenapa firasat ummi bilang begini ya bi?"
"Itu karena setan sedang menguasai emosi ummi jadilah ia membisikkan hal yang bukan-bukan pada ummi, istighfar mi yang banyak,"

"Astagfirullah, Astagfirullah, Astagfirullah," ucap wanita paruh baya itu

"Nanti kalau Muti sudah pulang kita adakan syukuran dan sedekah serta makan bersama anak yatim. Biar mereka mendoakan Muti, bukankan doa anak yatim itu akan di jabah oleh Allah?"

"Iya bi ummi setuju,"
"Alhamdulillah, kalau gitu tolong bikinkan abi air teh ya abi haus,"

"Astagfirullah ummi lupa,"

Selepas sang istri masuk kedalam lelaki itu mulai menghubungi sanak saudara mereka. Tak ia pungkiri iapun memiliki firasat yang tak enak kepada anak ketiga mereka.

***

"Bang?" tanya Al pada Fatih
"Kenapa de?" ucap Fatih yang masih asik dengan berbagai macam buku dihadapannya.

"Kalau bunda ga ada, abang tetap abang Al kan?" tanya Al lagi.

"Ko Al ngomong kaya gitu? Bunda kan masih ada!" jawab Fatih sedikit menaikan suaranya.

"Al denger nenek dan kakek bicara kalau bunda akan pergi ninggalin kita, abang janji ya abang bakal tetep jadi abangnya Al kalau bunda meninggal,"

"Al ga boleh ngomong gitu! Kamu mau bunda meninggal?"

Al menjawab dengan gelengan yang dihiasi dengan deraian air mata.

"Ya udah ga usah bilang bunda mau meninggal!" Fatih masih emosi mendengar adiknya bicara tentang kematian.

Fatih pernah merasakan kehilangan seorang ibu, ibu yang melahirkannya bahkan ketika ia baru lahir di dunia ia tak pernah tau bagaimana rasa dari belaian sang ibu kandung.

Tapi Fatih merasa beruntung karena ia bisa merasakan kasih sayang yang sama yang ia dapatkan dari ibu sambungnya.

Fatih tidak ingin jika ia harus kehilangan sosok ibu di hidupnya lagi.

Baginya kehilangan umminya adalah hal terberat yang pernah ia rasakan, dan tak akan pernah ia inginkan untuk mengulang rasa kehilangan itu lagi.

Baginya bundanya adalah surga keduanya
Surga yang harus ia jaga
Bagaimana mungkin jika suatu saat hidupnya akan kehilangan surga keduanya itu.

Haii...
Mohon maaf ya agak sedikit ga jebo

Tp semoga part ini bisa mengobati kangen kalian sama cerita ini

Jangan lupa di vote dan commen
Karena dukungan kalian membuat author lebih percaya diri

See youu....

Surga KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang