14

11.5K 1.6K 495
                                    

"Teh Sakha..." gumamnya, aku merapatkan tubuhku padanya. Kepalanya tenggelam dalam ceruk leherku.

"Jangan pergi..."

Aku masih dapat mendengar deru nafasnya, aku mengusap punggunya dengan lembut. Menepuk nya sesekali agar memberi perasaan tenang.







"Aku mohon, Disini terus, jangan pergi."









"Jangan pernah tinggalin aku."

-o-







"Ha..."

Aku memberhentikan mobil tepat di depan rumah. Mengusak kepalaku yang dirasa pusing. Hari ini benar-benar berat.

Renjun masih tertidur di kursinya, setelah kejadian di rumah Bintang, dimana kami mengalami pemadaman bergilir, Renjun kembali kambuh. Ia terus menangis dalam pelukkanku hingga mau tau mau, aku memberikannya obat tidur yang biasa kugunakan.

Bintang menyuruh kami menginap, tapi aku merasa tidak enak dengan anak-anaknya, yang sudah ketakutan dengan Renjun. Maka akupun terpaksa membawanya pulang.

"Gelap dan Mama." Monologku, teringat dengan kata di sela tangisan Renjun.

Beberapa kali, dua kata itu terucap, aku merasa bahwa ada sangkut pautnya dengan ibunya.

Ralat, mendiang ibunya.

Ya, yang kutahu istri Pak Huang yang tak lain ibunda Renjun ini, sudah Meninggal dunia.

Lama sekali, sebelum aku bisa bertemu dengan Renjun ataupun ayahnya, dan tentu aku tidak tahu sebabnya.

Aku memutuskan keluar dari mobil dan membuka pintu gerbang, memasukkan mobil lalu membangunkan Renjun. Begitu Rencananya, tapi setelah aku memasukkan mobil, Renjun terbangun dari tidurnya.

"Ngh... dimana?" Gumamnya, dengan wajah yang mengantuk itu, ia melihat sekeliling mobil yang sengaja kunyalakan terus lampunya.

Ku sibak rambut depan yang menghalangi kedua mata yang kini menjadi kesukaanku. "Kita dirumah, kamu ketiduran." Ucapku.

"Pusing gak? Mau di pegangin?"

Lelaki itu menggeleng, namun aku tahu kalau efek obat itu tentu membuat kepala sedikit berat. Akupun keluar dari mobil, memutuskan untuk masuk kedalam rumah terlebih dahulu, menyalakan semua lampu dan kembali pada Renjun yang masih terdiam di dalam mobil.

Ia memegangi kepalanya, sesekali meringis merasakan pusing. Aku menarik lengannya dan mengalungkannya pada leherku, menuntunnya masuk kedalam rumah dan Kamarnya.

Syukurlah dia tidak seberat yang kubayangkan.

"Lanjut tidur lagi aja." Ucapku, setelah membawanya keatas kasur. Ia terbaring lemah, mungkin masih terkena efek obat tidur. Aku mengusap dahinya takut-takut ia menjadi demam, syukurnya tidak. Ia hanya berkeringat dingin.

Aku pergi setelah menyelimutinya, membuatkannya segelas susu—yang ternyata obat itu. Setelah ku simpan diatas nakas dekat kasurnya, aku hanya bisa duduk berdiam diri menatap wajahnya yang damai karna kembali tidur.

Frustasi, aku mengusak anak rambutku kebelakang. Aku sudah tidak bisa memikirkan apa yang yang harus kulakukan, aku sendiripun bingung.

Takut sekaligus bingung lebih tepatnya.

Hanya aku disini yang bertanggung jawab atas Renjun, tapi melihat nya seperti ini saja, sudah cukup merasa bahwa aku tidak pantas untuk menjaganya.

Aku merasakan gelisah pada diri ini, hingga aku memutuskan mengambil ponselku dan menghubungi seseorang.

Yang kubutuhkan sekarang adalah dia.

Noona! ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang