20

10.2K 1.6K 572
                                    

Aku kembali tersenyum, tersenyum sinis lebih tepatnya. "Gapapa Bang, gue udah biasa kok. Bahkan sebelum lu jelasin tanpa perlu gue tanya dulu, gue udah maklumin."

Kini netra Jaehyun berubah, pupilnya mendadak besar dan ia menelan salivanya. Aku masih menatapnya mantap sebelum akhirnya berkata.

"Jadi lu bisa jelasin juga kan sebelum-sebelum itu tanpa perlu gue pancing?"

-o-



"Liat Ren, siapa yang dateng?" Jeno menunjuk ke arah ku, ketika aku baru saja membuka pintu kamar rawat pasien ini.

Renjun yang duduk diatas kasurnya, menoleh. Ia tersenyum, tidak seperti hari-hari kemarin yang terus murung.

"Pagi banget." ucapanya, memandangku yang berjalan mendekat menyimpan sekantung plastik makanan keatas nakas.

"Baru pulang dari Mahmud ini, jadi langsung kesini." jawabku, aku membuka tas yang kubawa. Mengeluarkan sebotol kecil parfum yang kubeli disana.

"Buat kamu." Ujarku, mengasongkan botol kecil itu, Renjun menatapnya bingung. Aku memperlihatkan stiker bertuliskan 'Melati' diatasnya.

"Ini wangi melati, dirumah kan pewanginya kaya melati, kamar kamu juga wanginya gitu. Jadi aku beliin ini." Ujarku, seraya melepaskan tutup botol dan menggosokkan ke kedua tangan Renjun.

"Melati banget." Celetuk Jeno setelah mencium wangi semerbak dari parfum. "Iya, ini saringan air melati asli, makanya kuat banget."

Jeno terkekeh sebelum akhirnya berbicara. "Kaya Ngundang Neng Kunti, deh, baunya." Aku menepuk pelan dadanya. "Heh! Kalo ngomong."

Renjun yang sedari tadi diam, tiba-tiba menyentuh rambutku yang terikat. "Kenapa?" Tanyaku, Renjun menatapku kemudian pandanganya jatuh pada selendang yang menggantung di leherku.

"Abis ngapain?" Ujarnya, aku menoleh kemana ia memandang, "Ini? Pasmina? Abis dari Mahmud kan, disana harus berhijab, makanya pake ini." Renjun kembali diam, bahkan kepalanya bergantian memandangku dan Jeno.

Aku duduk di hadapannya, kugosok lagi parfum itu di kedua pergelangan tangannya. "Cium deh." Tawarku, mengangkat kedua tangannya agar bersentuhan dengan hidung.

Renjun menghirup wangi parfum tersebut, nafasnya kali ini sangat pelan. Ia seperti tenang, "Enak?" Tanyaku, ia mengangguk, seraya terus menghisap aroma melati dari tangannya.

"Pasti Teteh tau kalo Melati cocok buat Aromaterapi?" Celetuk Jeno, aku mengangguk. "Aku baca, katanya lavender lebih bagus, tapi karna disana nggak ada aroma lavender, trus keinget dirumah wangi melati semua jadi aku beli yang melati."

"Karna kalo di pindahin ke Cisarua, nggak mungkin ruangannya bau melati kan?"

Setelah ucapanku itu, Renjun dengan cepat menoleh kearahku. Aku yang sadar hanya tersenyum dan mengusap lututnya santai. "Renjun nggak mau di pindahin?"

Lelaki di hadapanku menggeleng. "Mau pulang." Ujarnya, aku kembali menggosokkan parfum Roll-on itu, disekitar leher dan belakang telinganya.

"Tapi kamu belum sepenuhnya Sembuh Ren."

"Tapi aku mau pulang."

Dari nada terakhir, Renjun terdengar menekan setiap ucapannya. Aku yang tak ingin mengambil Resiko lebih, memutuskan menatapnya lamat. "Iya kita pulang, kalo kamu nggak nangis lagi."

Lelaki bernama Huang Renjun itu terdiam, dalam diamnya ia menatapku seolah ragu dengan ucapanku. "Tapi aku masih nangis." Jawabnya, aku terkekeh mendengar ucapan lugunya itu.

Noona! ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang