SEMBILANBELAS

17 1 0
                                    

"Mengembalikan sesuatu yang sudah rusak itu sulit. Sesulit mengembalikan rasa percaya yang sudah dikecewakan."

======

Sebulan berlalu begitu saja sejak meninggalnya Om Agus. Sunny merasa semuanya berjalan seperti sedia kala, kecuali perubahan sikap Arka. Cowok itu jadi lebih pendiam dan menutup diri. Iya, Sunny tau kalau sejak lahir Arka memang pendiam, maksud Sunny lebih pendiam dari sebelumnya. Arka berubah menjadi pribadi kutub utara yang dingin, tak tersentuh.

Seperti ada dinding raksasa tak kasat mata yang menghalangi hubunganya dengan Arka. Dulu tidak seperti ini. Sunny sangat menyesalkan perubahan sikap Arka yang drastis. Kadang, ia menyalahkan dirinya sendiri. Kenapa harus begini? Dulu, Arka adalah orang pertama yang paling Sunny libatkan dalam semua hal dihidupnya. Sekarang tidak lagi. Tidak peduli sekeras apapun Sunny mencoba memperbaiki, Arka tetap tidak tersentuh.

Tidak peduli walaupun Sunny sering bolak balik ke rumah Arka. Entah itu untuk mengantarkan cake buatan ibu atau hanya sekedar main dengan Rara, cowok itu hanya menganggapnya angin lalu. Sesekali Arka juga ke rumahnya untuk mengantarkan makanan karena di suruh Mamanya. Itu semua tidak merubah apapun. Sunny jadi serba salah, tidak tau harus seperti apa lagi. Ia sudah berkali-kali minta maaf, namun Arka hanya menjawab. "Ngapain minta maaf? Lo nggak salah."

Sunny sudah menyerah. Arka seperti sedang memusuhinya. Memang cowok itu tidak terang-terangan, Arka masih suka senyum walaupun seadanya. Cowok itu bicara pada Sunny hanya seperlunya saja. Tapi, itu sudah Sunny anggap kalau Arka sedang memusuhinya.

Pernah, disuatu hari ibu menanyainya: "Kamu lagi berantem sama Arka?"

Saat itu, Sunny hanya menggeleng. Ibunya saja sampai sadar perubahan sikap Arka. Namun cowok itu berlaga seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Seolah-olah memang seharusnya begini.

Pagi ini, Sunny agak sedikit kesiangan. Biasanya ia di jemput Darel, namun hari ini cowok itu tidak bisa menjemputnya. Seharusnya, Sunny harus bangun lebih awal. Mengingat harus mengayuh sepedanya menuju sekolah.

Sunny mengeluarkan sepeda pink miliknya dengan sedikit tergesa. Takut terlambat. Sebentar lagi ujian kenaikan kelas, tidak lucu kalau ia harus kena masalah akibat datang terlambat.

"Kak Sunny?!"

Sunny menoleh, disebrang jalan ada Rara dan cowok yang Sunny kenal, sudah siap berangkat sekolah. Yang memanggilnya tadi adalah Rara. Pandangan mata Sunny jatuh pada sosok jangkung yang sedang memegangi stang motornya. Cowok itu nampak rapi seperti biasanya, kemeja seragam dimasukan kedalam celana, dasi yang terpasang sempurna, rambutnya juga tertata rapi. Namun, cowok itu sama sekali tidak menatapnya, hanya sempat melirik sekilas.

Sunny memasang senyum lebarnya, menaikan kardigan yang sempat melorot dilengannya. "Eh-hai, Ra! Hai, Ar!" sapa Sunny. Sebenarnya Sunny agak sangsi menyapa Arka, takut diabaikan. Tapi, cowok itu tersenyum tipis.

"Nggak dijemput Kak Darel?" tanya Rara. Sunny menggeleng.

"Duluan, ya. Takut telat." Sunny hendak mengayuh sepedanya. Namun Rara berteriak, "Eh, tunggu dulu Kak!" gadis berbalut seragam putih biru itu menyebrang menghampiri Sunny.

Sunny bingung. Pasalnya kini Rara sudah mengambil alih sepedanya, dan memasukan kembali kedalam gerbang rumahnya. Sunny mengernyit, "Ra, kamu ngapain?!" pekik Sunny.

Rara cuma senyum, menodorong bahu Sunny sampai ke sebrang jalan, tepat di samping Arka. "Kalau jam segini Kak Sunny mau naik sepeda, udah pasti telat. Mending bareng bang Arka aja, ya."

Apa-apaan, Rara. Dilihatnya, Arka yang sudah ada diatas motornya. Cowok itu menoleh kearah adiknya, "Tadi maksa-maksa minta bareng. Nggak jadi?" tuturnya.

Back To YouOnde as histórias ganham vida. Descobre agora