ALYSSA SAUFIKA UMARI atau yang biasa akrab disapa Ify, adalah perempuan cerdas dan amat sangat mandiri. Tanpa sadar dia selalu berusaha membantu menyelesaikan masalah orang-orang disekitarnya, dan orang lain pun bisa mengandalkannya. Apapun dia laku...
Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.
Pagi ini tidak seperti biasa beberapa hari terakhir kemarin. Saat turun dari kamar untuk sarapan sebelum berangkat ke WCF, Ify bisa mendengar dentingan sendok yang beradu dengan piring seperti ada seseorang yang tengah sarapan.
Sesampai di ruang makan, Ify mendapati Rio yang tengah menikmati sarapan buatan Bi Iyem dengan santai, seperti tengah menunggunya untuk sarapan bersama. Ify mengambil tempat duduk seperti biasa dan langsung menikmati sarapannya sendiri tanpa menegur suaminya.
Selesai sarapan, Rio tidak langsung beranjak, Ia tidak mengeluarkan sepatah katapun, namun Ify tau Rio sedang menunggu dirinya selesai sarapan untuk berbicara.
Begitu Ify selesai sarapan, Rio menahan Ify yang hendak beranjak untuk merapikan piring kotornya. Ify kembali duduk.
“Aku minta maaf.” Kata Rio sambil menggengam tangan Ify diatas meja.
Ify menatap lurus ke arah Rio. Bukan itu yang ingin dia dengar, selalu ada kata maaf untuk Rio meskipun laki-laki itu tidak memintanya. Ia hanya ingin mendengar penjelasan lebih.
“Seharusnya aku jelasin dari awal.” Rio memikirkan sejenak kata-kata yang ingin disampaikannya. “Atau mungkin seharusnya aku juga menolak saat pertama kali diminta tolong untuk menjemput Alby oleh kakeknya.” Rio menghela nafas berat.
“Aku bener-bener nggak tau, di hotel itu ada Shanin dan para asistennya yang sibuk mempersiapkan pagelaran Jakarta Fashion Week. Ya mungkin sebenernya dia bisa aja menyuruh salah satunya untuk menjemput anaknya.”
Rio menggelengkan kepalanya dan menatap lurus kearah Ify.
“Oke, maaf. Seharusnya aku nggak mencari alasan lagi dibalik orang lain. Mungkin diri aku sendiri aja tergerak karena melihat Alby mirip Bian, hal itu membentuk tanggung jawab aku untuk...” Rio kesulitan memilih kata-kata.
Ify menunduk untuk menguatkan hatinya melanjutkan kata-kata Rio. “Bertanggung jawab karena seharusnya kamu udah menjadi sosok Ayah yang sampai saat ini belum bisa aku wujudin?” Ify menggigit bibirnya, matanya berkaca-kaca.
“Nggak begitu, Fy.”
“It’s okay. Aku nggak apa-apa.” Ify menjawab dengan suara serak.
“Fy...” kedua tangan Rio menggapai pipi Ify. Ify menunduk ke salah satu sisinya, menenggelamkan wajahnya ditangan besar itu.
Satu tangan Rio terasa basah.
“Maaf...”
“Aku yang minta maaf.” Potong Ify sebelum Rio menyelesaikan perkataannya.
Rio bangkit dari duduknya untuk memeluk Ify. Ify hanya pasrah saat Rio menariknya dalam pelukan yang selama beberapa hari ini ia rindukan.
“Maaf... aku bener-bener sama sekali nggak ada maksud apa-apa. Apalagi soal yang jadi headline dibeberapa media beberapa saat lalu. Kamu masih, dan akan selalu jadi satu-satunya.” Bisik Rio sambil mengeratkan pelukannya.