Video

5.2K 217 2
                                    


Aku tersenyum bahagia. Mas Heri! Apakah kamu akan bisa menutupi kebusukan ini selamanya? Apa kamu pikir aku sebodoh itu? Maaf, Mas. Kami hanya tidak mengenal diriku yang sesungguhnya. Walaupun aku pendiam dan terlihat baik hati, tetapi aku bisa membunuh karaktermu secara perlahan.

******
"Assalamualaikum. Wen ... Wenda!" pekikku dari pagar rumah Wenda.

Lama. Cukup lama aku menunggu Wenda menyahut salamku. Kesal? Iya, aku sangat kesal, dengan cuaca yang lumayan panas menambah panas hati ini. Akan tetapi aku harus bisa mengontrol diri, agar semuanya berjalan dengan baik.

"Assalamualaikum. Wee-----"

"Wa'alaikum salam. Eeh, Kak Mila. Maaf aku tadi ada di dapur, nggak dengar, Kak," balasnya seraya berjalan mendekatiku.

"Oh! Ya udah nggak apa."

"Apa kabar, Kak?"

"Alhamdulillah sangat baik. Aku hamil, Wen."

"Hah! Hamil!!"

"Iya, hamil. Kok kamu kaget?"

"Aah, enggak, Kak. Selamat." Wenda menunduk dan sepertinya sangat kesal.

"Kamu sibuk nggak? Udah makan, belum?" tanyaku.

"Nggak sibuk, Kak. Aku belum makan juga, lagi nggak nafsu makan," jawab Wenda sembari bersandar ke tembok rumahnya.

"Kebetulan dong. Ya udah gimana kalau kamu makan di rumah aku aja."

"Aaa .... hmmm .... gimana, yah, Kak," ujarnya terbata.

"Iih udah nggak usah pake tapi ... tapi. Kamu kunci pintumu sekarang, sana!" perintahku.

"A-anu, Kak. Aku ganti baju dulu deh. Kakak pergi duluan aja, nanti aku nyusul," balasnya berkelah.

"Ok! Janji, yah kamu datang. Awas kalau enggak datang," ucapku sambil memukul perlahan pundaknya.

"I-iya, Kak."

"Ngomong-ngomong, ini mobil kamu?" tanyaku sembari menunjuk mobil yang terparkir itu.

"Iya, Kak. Aku dibelikan Papaku."

"Oh seneng dong, yah. Pokoknya kamu harus ke rumah. Aku tunggu, loh."

Aku berjalan menuju rumah.  Wenda ... Wenda. Aku sudah tahu hubunganmu dengan suamiku. Kau pikir aku akan tinggal diam dan menyerahkan Mas Heri dengan begitu mudah? Salah! Kau salah sayang. Aku akan memberikan atau membuat perhitungan pada kalian yang telah mendzolimiku dan anak-anak.

"Sayang. K-kamu dari mana?" tanya Mas Heri yang sudah berdiri di depan rumah.

"Aku? Aku dari rumah Wenda, Mas. Kenapa? Kamu kok kayak nggak seneng aja aku ngajak Wenda makan bareng kita? Jangan ... jangan, kamu ...."

"Jangan ... jangan apa, Dek? Kamu nggak boleh banyak pikiran, enggak baik untuk kesehatan anak kita," balas Mas Heri sembari merangkulku untuk masuk ke dalam.

'Mas ... Mas. Ini baru permulaannya, Sayang.'

"Mil, mana temanmu itu?" tanya ibuku.

"Dia akan datang, Buk."

Aku dan Mas Heri menghidangkan makanan yang sudah siap, sembari menunggu kedatangan tamu istimewa. Semur ayam, tumis buncis dengan udang, sambal terasi, kerupuk,  teri campur puyuh yang digoreng untuk anak-anak, juga beberapa buah dibawa ibuku sudah tertata dengan rapi di atas meja makan.

Semua orang sudah duduk menghadap hidangan itu. Seperti biasa. Aku akan menyajikan makanan untuk Mas Heri dan anak-anak. Zidan sudah bisa makan sendiri, sedangkan Safa harus tetap disuap.

Video di Dalam Gawai Suamiku. [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang