6. Gadis Pembully #1

844 84 1
                                    

Aku berjalan perlahan, menelusuri trotoar di pinggir kota, menendang kecil daun-daun kering kekuningan yang berguguran dari pohon yang berdiri kokoh di samping jalan

Setelah lama terperangkap dalam gelap, aku merasakan kembali teriknya matahari siang, dengan semilir angin lembut yang membelai kulit. Aku berusaha untuk tidak lagi memikirkan perkataan makhluk itu, atau apapun yang kualami akhir-akhir ini, semua kejadian yang terasa ganjal

Entah aku yang terlarut dalam permainan ilusi ku sendiri, atau kenyataan yang tak bisa aku pikirkan baik-baik dengan logika. Tapi, kejadian kali terakhir itu membuat ku berfikir, mungkin saja yang selama ini kualami murni kenyataan, bukan campur tangan ilusi di otakku

Dan 2 bulan yang dimaksud makhluk itu.. apa yang akan terjadi, apakah ini ada hubungannya dengan jawabanku tempo hari? Apa yang harus aku lawan, ah ngomong-ngomong tentang makhluk itu, dia tak lagi mendatangiku 2 hari terakhir ini, aku bersyukur akan itu. Ku harap dia tak lagi muncul dihadapan ku

Esok aku harus memulai lagi kehidupan sekolah ku, bertemu dengan orang-orang yang membenciku, bertemu dengan para pembully itu.

Aku memasukkan kedua tanganku kesaku celana, menghembuskan nafas kasar, memikirkannya saja sudah membuatku kesal. Aku berbelok di persimpangan, memasuki mini market yang berjarak 50 meter dari persimpangan 2 arah itu

Membeli kebutuhan ku sehari-hari, aku menyempatkan diri untuk memakan se-cup pop mie, jujur perutku sudah berbunyi sedari tadi minta diisi. Aku memilih duduk di depan kaca bening yang menghadap jalan, memperhatikan orang-orang yang sibuk dengan dunianya sendiri

"Ayah! Pokoknya aku gak mau pulang sebelum ayah beliin aku sepatu sama hp baru! Apa susahnya sih beli itu doang"

Aku menajamkan lagi penglihatan ku, gadis berambut sebahu itu terlihat kesal, mungkin sangat kesal. Mendengar perdebatan nya dengan orang di ujung saja, yang sempat aku dengar di panggil ayah olehnya.
"Bukankah itu Amira?"

Keningku berkerut, melihat tingkah nya. Dia menghentakkan kakinya beberapa kali, berdiri tidak nyaman di bawah lampu penyebrangan itu, masih dengan seragam sekolahnya lengkap dengan tas dan sepatu sekolah. Telpon genggamnya di jauhkannya sesaat kemudian di tempelkan lagi di telinganya

"Makanya ayah kerja kerja kerja! Kerja yang rajin, ayah tau gak sih seberapa malunya aku dengan ayah? Bahkan rasanya untuk kesekolah saja aku sangat malu!"

Kemudian dia memutuskan sambungan itu, aku mengeryit heran, apa yang terjadi di sekolah selama aku tidak ada? sampai-sampai dia berkata seperti itu. Setahuku dia selalu membanggakan perusahaan ayahnya, dengar-dengar ayahnya memiliki perusahaan besar. Dan dari apa yang baru saja kudengar, sepertinya hal itu berbanding terbalik dengan ucapannya sekarang

Aku melanjutkan makanku, berusaha tidak ikut campur dengan masalah orang lain, mie ku sudah dingin dan tampak mengembang ternyata, apa aku terlalu fokus tadi

*****

Pagi ini kelas sudah ramai, dengan rumor yang beredar baru-baru ini. Tadi di koridor aku bisa mendengar mereka membicarakan Mira, tentang keluarganya

"Dih Si Mira mira itu sok banget anj*r. Sok tajir, gue kira beneran dia tajir melintir, tiap hari bangga banggain bokapnya yang punya perusahaan gede. Eh taunya cuma anak OB"

"Gak nyangka tuh dia ampe bisa bohongin satu sekolah, gedeg gue dengar dia tiap hari ngomongin itu itu mulu. Gak taunya cuma tukang tipu, PANSOS banget, pengen banget jadi pusat perhatian"

"Mana sok cantik lagi, muka dempul juga"

Jika di pikirkan lagi, aku kasihan dengannya.. berpura pura setiap harinya pasti sangat melelahkan, berusaha menjadi sempurna demi mendapatkan pengakuan dari orang-orang.

Memenjarakan diri sendiri dalam kebohongan, tapi... Hanya menyalahkan satu sisi saja rasanya tidak adil, memojokkan nya membuat dia berpikiran bahwa dia telah melakukan dosa besar.

Aku duduk tenang di kursiku, meletakkan tasku kemudian mengeluarkan buku tebal, sebuah novel yang sudah menanti untuk kubaca. Tapi.. hari ini rasanya kurang jika tidak ada gangguan dari luar dan benar saja

"Woi Kalana!"
Panggil seseorang di sampingku, aku mendongak berhadapan langsung dengan mata hitam yang menatapku remeh, aku terkejut kecil dan berusaha menguasai air muka, memundurkan diri sedikit dari posisi awal

"Kenapa?" Tanyaku, dia selalu memberiku tatapan intens, remeh dan mengintimidasi. Sungguh rasanya sangat tidak nyaman

"Hari ini gantiin gue piket, gue sibuk. Eh sekalian kerjain nih tugas gue, besok di kumpulin kan"
Buku tulis itu di letakkan nya kasar di atas meja, kemudian berlenggak pergi tanpa mendengar jawaban ku

Aku merutuki diriku sendiri
"Kalana.. kenapa kamu gak pernah bisa ngelawan sih? Kenapa mau di jadiin pesuruh? Kemana kalana yang dulu, yang selalu bisa sautin omongan orang, kemana kalana yang gak pernah mau di tindas. Kenapa Aku jadi setakut ini"

Iyah itu dulu, sebelum semuanya direnggut dariku, kebahagiaan, senyum, tawa, keluarga, bahkan keberanian diriku sendiri. Semuanya hilang.. yang tersisa hanya ketakutan yang mendalam

Begitu menyedihkannya aku, dan aku masih saja bisa merasa iba dengan orang lain. Lihat dirimu sendiri Kalana, bahkan kamu tidak bisa menolong dirimu sendiri

Ingin rasanya teriak sekeras-kerasnya, memberontak, mengeluarkan semua isi hatiku. Tapi... Lagi-lagi yang kulakukan hanya diam membisu, menangis keras dalam hati

Hatiku sudah terlanjur hancur..

*****

Jangan membaca di tempat gelap dan jauhi pandangan dari layar. Happy reading!

Jika suka jangan lupa, vote, komen dan share ke temen temen kalian!

Filitia a.m

KUTUK!! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang