(2)

1.2K 122 8
                                    

Dengan pekerjaanku saat ini, aku bisa keluar kantor kapanpun aku mau. Alasan yang paling ampuh adalah meeting dengan klien. Dua dari sepuluh klien yang kutemui benar-benar untuk urusan travel, sisanya ... pikir sendiri!

Jam sepuluh pagi, setelah mengirimkan semua laporan ke Pak Dasim, aku langsung mengemas barang-barangku.

"Apaan, nih?" tanya Mbak Tata sambil mengangkat kotak hitam kecil dari atas mejaku. Aku mendelik kesal dan dia hanya menyeringai. "Sorry! Gue balikin nih," tuturnya sambil menyodorkan benda itu, "itu HP kan? kok bentuknya begitu sih? Kayak HT."

"Gak masalah bentuknya kayak gimana, yang penting itu fungsinya," sahutku asal sambil menyimpan ponsel di saku celana.

"Lo mau ke mana, sih, Chi? Iri deh gue sama lo. Bisa keluyuran ke mana-mana. Nah gue! Jamuran di kantor." Mbak Tata bersedekap sambil mengawasiku. "Chi! Kayaknya ada sesuatu yang misterius deh sama lo. Kayak ada yang lo rahasiakan gitu."

Aku hanya mengangguk-angguk mendengar ucapannya.

"Ih, resek banget! Ngomong apa kek, masa cuman manggut-manggut," protesnya.

Kali ini aku tertawa. "Lo kebanyakan nonton film Conan, sih! Bawaannya curiga mulu. Oiya, gue mau ke Ancol. Klien minta ketemuan di sana. Kemungkinan gue nggak balik ke kantor," jelasku sambil menuliskan catatan di selembar kertas dan menempelkan di monitorku. "Gue berangkat, ya! Nggak enak kalau kliennya yang datang duluan."

*

Aku malas sebenarnya kalau menghadiri pertemuan di pulau milik Marlon, tapi yang lain justru merasa senang. Aku benci harus melintasi laut. Meski memakai speedboat, tetap saja aku harus berada di atas air lebih dari enam puluh menit.

Sesampainya di Marina, aku menuju dermaga khusus yang biasa dipakai klanku untuk menambatkan beberapa kapal. Don memilih tambatan yang paling dekat dengan laut. Katanya biar lebih mudah merapat. Aku menaiki kapal bercat putih dan bertuliskan huruf DC di bagian sisinya.

On time seperti biasa, sapa Roy, nakhoda  pribadi Don, begitu aku menginjakkan kaki di benda terapung itu.

"PI 05, Roy! Dan cepat! Aku tak suka lama-lama di atas air," sahutku dan langsung mengambil tempat di bagian bawah.

"Aye-aye, Miss Chiara!"

Speedboat yang kutumpangi ini milik Don. Ada beberapa lagi dengan ukuran serupa yang bebas dipakai anggota klan dengan tugas khusus. Menjelang tengah hari, aku sudah tiba. Roy menambatkan kapal ke dermaga kecil. Setelah aku turun, kapal pun memutar haluan menuju pulau lainnya. Bersembunyi.

Ada tiga buah pondokan permanen di tempat ini. Marlon memang suka menyewakannya. Walau tarifnya selangit, pulau-pulau pribadinya laris manis. Kebanyakan untuk private party para artis dan konglomerat. Aku menuju pondok yang berada di tengah. Suasana di dalam lengang. Sepertinya yang lain sudah ada di bungker.

Semua pulau pribadi Marlon dilengkapi dengan bungker. Sesuai fungsinya, bungker memang dipakai sebagai tempat sembunyi, tapi milik Marlon, mirip kapal selam. Ah, dia memang menggunakan teknologi kapal selam. Investasi yang dikeluarkannya cukup besar untuk itu.

Aku menghampiri lukisan matahari tenggelam yang ada di salah satu dinding, meraba piguranya mencari sensor, lalu menyentuhkan tiga jari bersamaan. Meja dan lantai yang ada di tengah pondok bergeser. Aku berdiri di ambang dan mulai menapaki anak tangga. Satu per satu lampu menyala di bawah sana seiring langkahku.

Ujung tangga berakhir di depan pintu besi. Aku menekan kombinasi angka pada sisi pintu. Lampu berwarna merah berkedip sebentar, lalu berganti warna menjadi hijau, dan pintu pun terbuka. Di dalamnya ada ruangan kecil yang mirip lift pada umumnya. Dinding elevator terbuat dari akrilik tebal. Begitu menginjakkan kaki di dalamnya, benda itu bergerak turun dengan cepat. Pintu otomatis membuka setelah lift berhenti. Aku harus melewati lorong sempit sebelum mencapai bungker.

Kali ini Marlon menggunakan sensor mata sebagai sandi untuk membuka pintu. Dia memang begitu rumit untuk segala hal, tapi dia adalah perencana yang hebat. Pintu bergeser begitu sensor mengenali iris mataku.

"Adik kecil, kau terlambat!"

=================================

Akhirnyaaaaa aku bisa mampir ke sini lagi. Walaupun tertinggal jauh dari teman-teman yang lain, aku gak akan nyerah. Aku akan selesaikan event ini. Doakan yaaaaa.

Eh , tau nggak sih! Aku tuh sebenarnya rada galau mau bawa CLS ini. Pengennya sih ada humor-humornya gitu biar gak kaku,  kan ceritanya tentang bangsa gangster (prikitiw), tapi ngeri garing juga. Hahaha.

We'll see lah jadinya kek gimana nasih si Chiara ini.

Jangan lupa vote n komen apa kek, biar si author koplak ini makin semangat.

See yaaaa,
San Hanna

Chiara's Little Secret [COMPLETED]Where stories live. Discover now