(52)

458 58 7
                                    

Rasa panik seperti saat berada di dalam air, sekarang menyerangku. Ucapan Bara terus berulang di kepala seiring semakin gelapnya warna langit.

Andres menepuk-nepuk bahuku dan mengatakan, "Kita akan bawa Don pulang dengan napasnya sekalian."
Andres menjelaskan rencana yang sudah mereka susun. Hiro dan Andres akan mengamankan dari luar, sementara aku dan Marlon dari dalam.
Aku benar-benar terkejut saat mengetahui tujuan kami. PI05. Pulau pribadi Marlon yang ada bungkernya.

Demi keselamatan Mbak Tata, yang walau dia sudah berkhianat padaku, Marlon menyuruhnya turun. Nanti ada orang yang akan menjemputnya dan membawanya ke tempat aman. Di sana juga ada Liza.

Aku makin penasaran, apa yang membuat Luna melakukan semua ini pada kami? Sependek ingatanku, tidak ada permusuhan yang berarti di antara kami. Memang kami sering bercanda dan berkompetisi, tapi Luna lebih banyak unggul dariku. Sprint, berenang, memanah, dan kemampuannya memanipulasi lawan. Sedangkan aku, entahlah. Kalau urusan menembak, rasanya kami seimbang. Ah, kalau urusan stamina dan curigaan, aku jauh lebih baik.

Setelah Mbak Tata diturunkan, Andres memacu mobilnya. Kurang dari satu jam, kami sudah tiba di pelabuhan. Di antara tali tambat kapal-kapal besar, kami berlari. Melompatinya satu per satu, hingga tiba diujung. Roy sudah menunggu kami dengan kapal lain milik Don. Hanya aku dan Marlon yang menumpanginya. Hiro dan Andres menaiki kapal cepat lainnya. Dalam perjalanan, Roy bercerita tentang kehebatan kapal ini.

Aku harus berpengangan lebih kencang, jika tidak ingin terlempar ke laut. Dengan mesin yang begitu banyak, kecepatannya nyaris dua kali lipat dari speed boat  biasa. Radar di kapal menunjukkan titik-titik merah di sekitar pulau. Ada sebuah titik hijau yang datang dari arah kami. Aku yakin itu kapal Andres. Titik hijau itu mendekat ke titik merah, lalu titik merah itu lenyap satu per satu dari radar.

Marlon memberiku sebuah earphone yang ukurannya seperti kuku jempol. Meski kecil, suaranya bisa bikin budek. Marlon membantuku menyetel ulang volumenya. Benda itu berfungsi sebagai alat komunikasi dua arah. Siapa pun yang bicara, semua orang yang satu frekuensi bisa mendengarkan.

Daratan aman!" seru Hiro. "CCTV di nonaktifkan.

Marlon melompat dari kapal dan aku mengikutinya. Roy langsung berputar haluan. Tak aman baginya jika berada di sekitar sini. Marlon menarik ikat pinggangnya, lalu mengayunkan benda itu seperti cemeti, dan tiba-tiba wujudnya berubah. Bukan Marlon, tapi ikat pinggangnya. Lebih panjang dari belati, tapi terlalu pendek jika disebut pedang.

"Bukan cuma kamu yang punya barang multifungsi," ucap Marlon saat melihatku yang terkejut.

Sempat-sempatnya dia pamer. Aku tak mau kalah darinya. Kupasang dengan cepat ponselku yang dibilang rusak oleh Mbak Tata. Ini senjata andalanku, dan aku sudah memodifikasinya, agar hanya aku yang bisa memakai benda itu. Marlon melihatku, dan aku menggangguk. Aku siap.

"Situasi?" ucap Marlon.

Ruang tengah, tiga. Belakang, dua. Lift bungker, dua. Bagian dalam lima. Termasuk target," sahut Hiro.

"Perhatikan posisi kami dan tunggu aba-aba." Dengan isyarat tangan, Marlon memintaku menangani bagian belakang. Lalu kami akan bertemu di ruang tengah.

Aku langsung menyelinap. Dari tempat persembunyianku, tampak dua orang bersenjata yang sedang berjaga. Mereka mengawasi perairan, tapi posisi mereka terlalu jauh dari pintu. Kuperhatikan sekitar. Bara dan Luna, sepertinya sudah mempersiapkan tempat ini. Jika aku belum pernah ke sini, mungkin aku akan masuk dalam jebakan. Aku akan bermain sebentar dengan mereka. Terlalu enak, jika langsung ditembak begitu saja.

Kuambil batu berukuran sedang, lalu meleparkannya ke pasir yang ada di depan pintu belakang. Terdengar ledakan kecil. Kupalingkan wajah dan melindungi kepala saat mendengarnya. Dua orang penjaga itu lari mendekati kepulan asap. Aku pun melakukan hal yang sama. Mereka mengipas-ngipas udara, menghalau kabut putih. Saat itulah kulancarkan serangan.

Kupuntir salah satu lengan penjaganya ke belakang, lalu kutendang kakinya hingga dia berlutut. Kugetok ubun-ubunnya. Dia berteriak. Akhirnya kuhantam pelipisnya dengan gagang pistol. Asap mulai menipis. Penjaga kedua sudah melihatku. Dia mengokang senapannya. Sebelum selesai, aku sudah lebih dulu berlari dan meluncur di bawah selah kakinya yang terbuka lebar. Kurebut senjata itu hingga berputar 180 derajat dan menariknya ke atas. Penjaga kedua menjerit, menahan sakit di kemaluannya. Begitu senjatanya terlepas, kuhantamkan ke kepalanya.

=================================

Ayoooo! 8 part lagi. Makin dekat dengan kata -T.A.M.A.T-

Chiara's Little Secret [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang