A Father's Love

12.4K 1.5K 232
                                    

Part santai ya genks!

***

Kara mencuri pandang lewat sudut mata setelah mempersilahkan kedua orangtua Airin duduk. Ia mengambil dua botol air mineral dan menyuguhkannya di atas meja.

"Maaf, Om, hanya ada air putih. Karyawan masih pada di luar istirahat siang."

Kedua orang tua paruh baya tersebut tersenyum canggung. "Terima kasih, Ka."

"Om dan Tante, ada apa kemari?" Tanya Kara setelah mereka berdiam diri cukup lama.

Ayah Airin mengangkat kepala dan menoleh sebentar pada istrinya.

"Kami kesini, mau meminta maaf atas segala hal yang terjadi antara kamu, Airin dan Bram."

Kara menghela napas. Dahulu, ia sangat dekat dengan keluarga Airin, termasuk Viko, adik Airin satu-satunya yang saat ini masih duduk di bangku SMA.

Sebelum ia diangkat anak oleh keluarga Akvari, kedua orangtua inilah yang menjadi orangtuanya. Rumah Airin berada dekat dengan panti asuhan tempat ia dibesarkan. Mereka punya usaha warung makanan yang cukup laris. Setiap hari, seringkali Kara ikutan makan enak di warungnya.

"Sudahlah Om, semua sudah terjadi. Tidak ada yang perlu disesali lagi. Jika pun saya memilih tidak mau bertemu lagi dengan Airin, semata-mata hanya untuk menyelamatkan hati saya sendiri." Jawab Kara lirih.

Ia tidak bisa ikut membenci kedua orang tua ini. Airin adalah manusia dewasa yang sepatutnya mampu mengambil keputusannya sendiri ketika menikah dengan Bram. Dan ikut menyalahkan orangtuanya atas perbuatannya sebelum mengetahui alasan dibaliknya, menurut Kara bukanlah tindakan yang tepat.

"Sebenarnya, Om seperti menukar nyawa Airin dengan nyawa Om sendiri." Ayah Airin kembali bersuara. Matanya berkaca-kaca.

Kara mendongak. "Maksud Om?"

"Kamu tahu, Airin semenjak dahulu fisiknya lemah?"

Kara mengangguk.

"Kami memiliki penyakit yang sama. Penyakit jantung bawaan, yang diwariskan turun-temurun."

Kara terkesiap. Ia menutup mulut dengan telapak tangannya.

"Om bukan bermaksud mencari pembenaran atas perbuatan Airin. Dia menikah dengan Bram, untuk menyelamatkan nyawa Om, Kara.

"Empat tahun yang lalu, Om sekarat, sama dengan kondisi Airin saat ini. Orangtua Bram menawarkan donor jantung yang langsung disambut oleh Airin dengan senang hati. Belakangan kami baru tahu, Airin membayarnya dengan syarat harus menikah dengan Bram.

"Hancurnya hubungan persahabatan kalian adalah bayaran mahal yang harus ia tanggung. Om merasa bersalah dan menyesal sekali. Om minta maaf. Dan mengenai Airin, Om memohon padamu untuk memaafkannya. Jika ada yang harus disalahkan disini, salahkan saja Om yang harus hidup di atas kehancuran kalian."

Tanpa di sadari air mata Kara sudah melaju deras tak dapat di bendung.

"Kami sudah mencari donor jantung kemana-mana, tetapi tidak ada yang cocok. Jika saja bisa, Om rela memberikan jantung Om pada Airin. Tetapi, resikonya terlalu besar dan Airin menolaknya."

"Jika saya Airin menceritakannya pada saya, hubungan kami tidak akan serumit ini, Om." Jawab Kara setelah lama terdiam.

"Kami mohon maaf, harus seperti ini adanya. Jika boleh kami meminta sekali lagi, Airin hanya ingin bertemu denganmu sebelum ia pergi. Kami sudah pasrah. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan nyawanya. Mungkin setelah kalian bertemu, ia benar-benar lega dan pergi menghadap Tuhannya dengan tenang, Kara." Ujar lelaki itu mengakhiri dengan isak tangis yang berusaha ia redam.

Chasing Loyalty (END) - TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang