1 - hospital

11.6K 1.5K 68
                                    

Seisi kelas riuh mendengar kabar mengenai kecelakaan yang menimpa orangtua Na Jaemin se pekan yang lalu. Tidak sedikit penggemar Na Jaemin yang menulis surat penyemangat untuknya, bahkan menghampiri Jaemin secara langsung diantara bondongan penggemar yang lainnya. Semenjak kejadian itu, Na Jaemin berubah 180 derajat menjadi pendiam.

Asal kalian tahu, sebenarnya aku bukanlah salah seorang diantara penggemar Na Jaemin yang histeris setiap kali melihatnya berkeringat ketika bermain basket, namun sebatas merasa iba sebagai teman sekelas---dan teman satu komplek dengannya.

Kuakui, rasanya aneh jika kelas menjadi sepi semenjak Na Jaemin menjadi pendiam, namun mau bagaimana lagi? bertanya-pun rasanya tidak etis, aku kan bukan siapa-siapa nya Na Jaemin.



Bukan siapa-siapa nya Na Jaemin.



Dan tidak kusangka, sore ini aku mendapati Na Jaemin mengetuk pintu rumahku dengan kondisi yang terengah-engah. Hidungnya kembang kempis, menatapku sendu seperti sedang memohon.

"Liv, kumohon, tolong aku!" kata-kata tersebut terlontar dari bibir tipis Jaemin yang pucat kering. Aku membuka mulut tidak mengerti, "Maksudmu? ada apa?"

Jaemin menggeleng tanpa suara, kehabisan kata-kata untuk menjelaskan maksud dari kedatangannya yang seperti orang kalut."Ada apa? ada yang bisa kubantu?"

"Kepala kak Brian berdarah, Liv! tolong antar kakakku ke rumah sakit!"

Aku menaikkan alis tidak percaya. Jaemin sepertinya tahu maksudku yang ingin menanyakan penyebab berdarahnya kakak laki-laki Jaemin tersebut, ia segera menepis lamunanku dengan tepukan ringan di pundakku. "Kumohon, secepatnya!"

Tanpa basa-basi, kunci mobil milik Ibu berada dalam genggamanku secara ilegal---mumpung Ibu sedang mandi. Ya, ilegal hukumnya bagi seorang siswi di bawah umur sepertiku untuk mengendarai mobil menuju rumah sakit. Namun, jika taruhannya adalah nyawa, persetan dengan hukum tersebut. Uang bisa diganti, namun tidak dengan nyawa.

Jaemin tidak henti-hentinya berterima kasih padaku setelah sampai di lobby rumah sakit. "Terima kasih, Liv, terima kasih!" ucapnya berulang kali. Aku menggeleng, "Jangan berterima kasih padaku, Jaemin. Aku tidak berbuat banyak." namun sepertinya ia tidak menghiraukan perkataanku, masih membungkuk berterima kasih padaku meski perhatian orang-orang tertuju pada kami.

Kami makan malam bersama di kantin rumah sakit. Aku menatap Jaemin yang memakan sop dihadapanku dengan lahap---seperti belum makan setahun. "Kau... yakin tidak apa-apa?" tanyaku membuka percakapan.

Jaemin menelan makanan yang masih tersisa di dalam mulutnya, mengangguk, "Ya, jangan khawatirkan aku."

Aku tersenyum, sedikit lega melihat Jaemin tidak begitu terpuruk setelah mendengar kabar kritisnya kak Brian. Kalau dipikir-pikir maklum saja jika Jaemin menjadi pendiam. Ditinggal oleh kedua orangtuanya, dan sekarang, kakak satu-satunya malah jatuh kritis. Mental siapa yang tidak jatuh jika keluarganya seperti ini?

"Kalau boleh tahu, kenapa Kak Brian bisa berdarah?" tanyaku pada Jaemin. Bibir tipis Jaemin kembali merapat, ia mengatupkan rahangnya rapat-rapat. "A-ah, maaf," ucapku buru-buru. Jaemin menggeleng. "Bukan salahmu." katanya singkat.

Ia kembali bersuara, "Sepulang dari sekolah, aku mendapati kak Brian sedang mabuk berat di kamarnya. Bau alkoholnya sangat menyengat, aku tidak kuat menciumnya. Setelah keluar kamar dari tidur siang, ia sudah tergeletak di bawah tangga dengan kepalanya yang berdarah-darah."

Aku mengangguk-angguk tanda mengerti ucapan Jaemin barusan. Sepertinya Kak Brian stress berat, karena yang kutahu Kak Brian sangat jarang mengonsumsi alkohol. Jika sampai mabuk berat begitu, entah sampai seberat apa stress yang dipikul oleh kak Brian.

"Terima kasih traktirannya, Liv," ucap Jaemin lagi. Senyumnya merekah lebar padaku, membuatku sedikit tersipu mengingat penggemar-penggemarnya yang akan iri jika mengetahui hal ini. "Y-ya, sama-sama..."

Semenjak hari itu, Jaemin menjadi sedikit lebih bawel di kelas. Hubungan kami pun menjadi lebih akrab, bahkan teman-temanku keheranan melihat Jaemin yang jadi menempel padaku kemana-mana. Kukira permasalahan yang menyangkut soal Na Jaemin akan selesai sampai di sini,





Namun ternyata tidak. Ini adalah awal dari sebuah malapetaka.


SirenWhere stories live. Discover now