3 - goodbye

7K 1.2K 155
                                    

"Loh—Liv, mau ke mana??"

Selontar pertanyaan dari kak Jeno sedikit mengagetkanku hingga hampir terpeleset saat menuruni anak tangga. Belum sempat menjawab pertanyaannya, aku langsung mengambil jaket biru di atas sofa ruang tamu, bergegas pergi ke luar rumah tanpa sepatah katapun. Kak Jeno hanya mengusap-usap pelipisnya keheranan di tempat.





"Haechan!!" teriakku dari kejauhan. Haechan menaikkan stang sepedanya sebelum kembali memasukkan ponselnya ke dalam kantong celana.

"Lama banget! ngapain aja neng?" cibirnya. Aku berdecak memutar bola mata.

Ya, sebenarnya setelah menerima pesan tersebut aku langsung meminta Haechan untuk menjemputku di luar rumah. Kami sudah bersepakat akan menguntit Jaemin di dasar jurang. Jangan salah sangka—ini idenya Haechan.




-Flashback
18.41 pm

Haeeechan

Serius g boong!

Eh, ikutin yuk?

Olivia

Eum.... gpp?

Haeeechan

Gpp, aku yang jemput

Olivia

Okay



Haechan menegakkan tubuhnya supaya bisa memboncengku di belakang dengan posisi kaku. Di sepanjang perjalanan menuju ke jurang, detak jantungku berdebar tidak karuan, mungkin jika suasananya sedang tepat Haechan akan meledek tanganku yang bergetar hebat—tremor maksudnya. Namun karena tegang, Haechan merelakan pinggangnya untuk dijadikan tempat tanganku berpegang erat.

"Maaf ngerepotin," suaraku dipaksakan keras beradu dengan siulan angin di dekat jurang. Haechan terdiam menatap lurus ke depan—kupingnya memerah.













"Serius, tadi ada di sini!"

Haechan memekik setengah kesal. Ia mengacak-acak rambutnya frustrasi sambil menyelidik setiap inci jurang. Sudah setengah jam kami mengelilingi dasar jurang dan mengamati lautan yang berada di bawahnya, namun nihil, Jaemin tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali. Aku menghela napas kecewa.



"Memangnya apa yang dia lakuin tadi?"

"Dia cuma komat-kamit nyebut mantra aneh, terus langsung tenggelam ke laut gitu aja!" pekiknya, masih bersikukuh dengan apa yang ia lihat. Aku menggaruk-garuk kening frustrasi.

Bagaimana jika yang Haechan katakan itu benar?

"Kita lihat lagi deh besok. Kalau ternyata dia masih masuk sekolah–awas lho!" ancamku sambil melotot. Haechan mengerucutkan bibirnya ngambek.

Aku harap Haechan cuma salah lihat. Tapi kalau memang benar... apakah Jaemin depresi lalu bunuh diri? Tidak, tidak, tidak. Memikirkannya saja sudah membuatku bergidik. Aku akan menyesalinya dan merutuki diri sendiri karena gagal menjadi seorang teman baginya.

Na Jaemin, apakah selama ini aku tidak berarti apa-apa bagimu?











SirenWhere stories live. Discover now