Niat Terselubung - 37

3.5K 519 50
                                    

Ponsel yang dipegang Devine tidak rusak, meski kadang ia membantingnya di meja. Namun, ia merasa ingin sekali kembali ke Indonesia menemui pujaan hatinya dan membicarakan soal pernikahan mereka yang akan segera digelar. Kedua orangtua Devine menginginkan pernikahannya dilangsungkan di Singapura saja, terlebih kedua orangtua Erchilla berada di sini. Erchilla menolak dengan alasan Indonesia adalah tanah kelahirannya, juga ada neneknya yang masih bermukim di Jakarta.

Devine mengembuskan napasnya bosan, menunggu tamu yang belum jua datang dari waktu yang ditentukan. Ia meneguk kopinya yang hampir dingin, terasa tak enak dan eneg padahal itu jenis kopi kesukaannya.

"Masih belum datang juga?" tanya Devine pada sekretarisnya.

"Mereka berkata sudah di jalan akan segera kemari, Pak."

Devine mengangguk pelan, "Kalau lewat pukul sebelas, batalkan saja."

"Baik, Pak."

Devine sudah tahu siapa yang akan menemuinya, utusan dari Norio, dan tahu benar siapa pentolan Norio. Ia belum berencana menemui pemiliknya dalam waktu dekat, terlebih lagi di saat suasana hatinya yang tak bersahabat karena teleponnya tak jua tersambung dengan pemilik hatinya, Erchilla.

Sekretaris Devine muncul dan memberitahukan bahwa tamunya sudah datang, Devine mempersilakan tamunya masuk, sedikit terkejut bahwa utusan Norio adalah kedua adik kembar Dean. Devine berusaha bersikap netral menghadapi tamunya, terlebih lagi ia tak ada masalah dengan adik kembar Dean, Alerion dan Arion Reynard.

Arion dan Alerion mengajukan kerja sama dengan perusahaan Devine, mereka berusaha tak mengecewakan Devine telah meluangkan waktunya demi menemui mereka. Devine melihat peluang baik untuk Xander Group jika menerima kerja sama itu, distribusi produksinya akan semakin meluas dan mendatangkan pundi-pundi kekayaan.

Sementara kedua adik kembar Dean membicarakan kerjasama untuk perusahaannya, Dean melihat itu sebagai peluang lain untuk mendekati Erchilla. Saat jam makan siang, Dean menelepon salah satu adik kembarnya, Alerion.

"Udah ketemu sama dia?"

"Udah, tapi masih belum ada ketok palu, ini mau makan siang."

"Jangan bilang kalau dia dengar percakapan kita?" tanya Dean.

"Enggaklah, dia sama Arion ngobrol soal makanan, ini jam makan siang, Kak."

Dean menghela napas. "Baguslah, Arion bisa diandalkan soal rayu-merayu."

"Iya, enggak kayak Kakak, bisanya gantungin dan ngerayu wanita."

"Pulanglah dan kugetok kepalamu!"

"Ya udah urusin sendiri gih!"

"Bahh! Pokoknya urusin itu dulu sama dia, sampai matang dan jangan cepet-cepet balik. Tarik ulur dulu biar kita bisa meraih persenan keuntungan yang banyak."

"Ya kayak biasanyalah, Kak. Kenapa enggak boleh cepet pulang?"

Dean kelabakan dengan pertanyaan Alerion. "Ya pokoknya jangan balik dulu, tawar kek, apa kek!"

"Lah kalau udah kelar ya balik, ngapain aku sama Arion lama-lama di sini?"

"Ya liburan kek, kulineran kek, udah aku sibuk! Pokoknya urusin sampai ketok palu, awas kalau sampai celakakan Norio, aku jadiin kalian gantungan kunci!" Dean mematikan sambungan teleponnya dengan Alerion.

Di seberang Alerion merasa terkesan dimanfaatkan daripada bekerja untuk perusahaan warisan mendiang kakeknya. Arion yang memberi kode lewat kedua matanya, meminta saudara kembarnya itu kembali ke meja makan. Sedangkan Dean di ruang kerjanya kaget bukan main karena mendapati papanya ada di balik kursi kerjanya setelah berbuat sesuatu.

Equanimous #4 - ENDDonde viven las historias. Descúbrelo ahora