Sembilan

91.8K 2K 27
                                    

"Gimana Kar ujian lo? kayaknya punya gue yang salah banyak deh." ucap Leta sambil membuka lembar demi lembar buku yang baru saja diambil dari tas, bahkan tasnya masih terbuka lebar menyatol di pundaknya.

Kemudian mereka berjalan ke kantin, dengan Leta yang terus menyerocos tanpa henti. Temannya yang satu ini kalo energinya masih banyak, aktifnya nggak ketulungan. Sama dengan Kara sebenarnya. Makanya sampai sekarang mereka jadi teman bagai ulat bulu, kalo udah deket tingkahnya bikin geli, tapi mereka enggak gatel ya. Enak aja.

Pokoknya kalo Kara sama Leta udah ketemu, dari Sabang sampai Merauke obrolan selalu ada. Tapi kalo Kara dan Aa' Fatih ketemu, bawaannya pengen langsung ke kamar aja. Aww..

"Yo bisa duong. Aku gitu loh." Bangga Kara. Tak ingin terlihat kalah di depan temannya.

"Lah, sombong-sombong. Belagu amat lo. Tau deh yang udah jadi istri dosennya sendiri. Dapet les tambahan kagak bagi-bagi. Gitu lo ya sama gue sekarang. Kita putus." Leta memalingkan wajahnya. Pura-pura merajuk.

"Biasa aja kali mbak. Selow. Lagian yakin mau tau ilmu yang dibagi sama bapak dosen rasa suami ke gue. Yakin jiwa jomblo lo enggak bergetar?"

"Emang Pak Fatih ngajarin apa aja ke lo kalo di rumah? Jangan-jangan Lo disuruh ngerjain soal-soal banyak banget ya? Ya ampun kasihan banget sih temen gue ini. Sini-sini dedek peluk." Leta merentangkan tangannya, memasang muka prihatin.

"Suami gue enak kok ngajarinnya kalo di rumah. Segala macem cara dia ajarin."

"Serius?" Leta tak percaya.

"Iyalah." Kara terkekeh dalam hati.

"Dia ngajarin apa aja?"

"Sini deketan gue bisikin." Leta mendekatkan telinganya ke Kara.

"GILA!! astaghfirullah ya Allah. Ampuni dedek yang masih kecil ini. Aku merasa kotor! Jangan diulangi lagi ngomong begituan ya Kar. Aku tuh masih kecil. Nggak boleh diginiin. Dosa!" Mulut Leta terus beristighfar sambil mengelus dada. Kepalanya menggeleng tak menyangka Kara akan menceritakan hal-hal berbau dewasa.

Kara tertawa tapi juga setengah mencibir. Siapa suruh jadi orang kepo banget.

Mereka tak peduli dengan pandangan orang-orang yang memandang mereka terganggu. Orang seneng mah bebasss.

Ingatan Kara kembali ke kemarin malam. Di mana Fatih menepati janjinya untuk membantu Kara menyelesaikan tugas. Fatih bahkan semalam juga membantu Kara memahami materi kuliah yang akan diujikan hari ini. Padahal Kara yakin bahwa suaminya itu pasti lelah setelah seharian mengajar. Dan saat Kara menyuruhnya istirahat, Fatih malah tetap diam dan memilih menemani Kara belajar hingga malam. Ya ampun, manis banget sih suamiku, gemas Kara jika ingat itu.

"Hayoo, mikirin apa lo." Kara menyingkirkan tangan Leta yang menunjuk-nunjuk kepalanya.

"Nggak sopan tau." Kara mendengus kesal. Jari Leta terlalu dekat dengan kepalanya, nanti kalo matanya kecolok gimana?

"Ya lo diajak ngobrol malah senyam-senyum nggak jelas. Dedek kezelll!" Protes Leta.

"Berisik. Kakak cantik mau makan dulu."

"Iya iya yang cantik. Tau deh yang remahan debu kayak aku. Sekali tiup kelempar sana-sini" jawab Leta mengeluhkan dirinya sendiri.

Padahal jika Leta sadar, dirinya tak kalah menarik dengan Kara. Leta malah lebih manis dan tertutup dibanding Kara yang belum berhijab. Banyak laki-laki yang datang untuk melamarnya. Tapi selalu ditolak dengan alasan belum siap nikah. Padahal...

"Eh Kar, tapi gue beneran penasaran deh. Pak Fatih ngasih bocoran soal nggak ke lo?" Gimana nggak penasaran, temennya yang pinter ini jadi keliatan makin pinter setelah nikah. Yakan kalo nikah bikin nambah pinter orang, Leta juga mau cepet-cepet nikah.

"Boro-boro taa.. Yang ada pipi gue kena cubit terus. Yaaa walaupun setelah itu diusap-usap sama dicium sih." Kara senyum-senyum saat mengingat itu. Dimana Fatih mengelus-elus pipi dan menciumnya sambil berkata maaf.

Leta mendengus jijik. Dasar bucin. Dulu aja nolak sampai nangis-nangis ke dirinya. Tapi coba lihat sekarang?

"Eh Let, kemarin Raka ke rumah ku loh."

"Terus aku mesti bilang wow gitu, amazing gitu, mending aku bilang oh. " jawab Leta tak peduli.

"Heh, jangan gitu. Gue sumpahin lo lebih bucin dari gue tau rasa lo." Kara mencibir. Kara ingin temannya itu sadar, bahwa teman suaminya itu cinta mati dengan Leta.

"Eh kok gitu. KAR! WOI! MAU KEMANA LO!" teriak Leta saat melihat Kara pergi begitu saja setelah menghabiskan makanannya.

"Dasar, suami kaya tapi makan minta bayarin mulu." Leta menggurutu kesal.




*****




"Aa' ku, cintaku, pipinya embul-embul." Kara mencolek-colek pipi Fatih. Dirinya gabut. Nggak ada kerjaan.

"Apa sih." Fatih menyingkirkan tangan Kara dari wajahnya. Merasa terganggu.

"Kemana yuk A'." Ajak Kara.

"Hm?" Fatih menatap Kara. Berhenti memeriksa jawaban para mahasiswanya.

"Yuk jalan-jalan. Ke depan komplek nggak papa. Jalan kaki juga nggak papa. Yang penting sambil gandengan tangan dan pulangnya bawa jajan. Ya A' ya. Ayo keluar." Ajak Kara, mengeluarkan jurus andalan jika ingin mengajak Fatih keluar. Mengedip-ngedip genit dan memasang senyum lebar. Matanya membentuk bulan sabit, menambah kecantikan alami Kara.

Hahhhh.....

Fatih menghela nafas pelan. Pekerjaannya masih banyak. Kertas ujian mahasiswa yang harus dia koreksi masih menumpuk di depannya. Tapi menolak keinginan Kara adalah hal terakhir yang dia inginkan.

Cuaca sore yang cerah memang mendukung untuk pergi keluar. Apalagi setiap sore di pinggir-pinggir jalan banyak yang menjual makanan, dari yang ringan hingga yang berat. Dari yang kering hingga basah. Semua makanan hampir ada. Dan itu kesukaan Kara sekali. Setiap dia kuliah hingga sore, pulangnya ia selalu membeli sesuatu untuk dimakannya sambil mengendarai motor. Bahaya memang. Tapi Kara selalu tak sabar jika menunggu sampai rumah.

"Pengen beli apa?"

"Ya liat dulu apa aja yang ada disitu." Kalo suaminya ini nggak mau diajak keluar, nggak papa deh kesana sendiri. Deket juga. Paling sebelum maghrib juga sudah pulang.

"Makanan di rumah juga banyak." Diusap-usapnya kepala Kara sayang. Bingung caranya menolak tanpa bikin tersinggung.

"Yahhh." Kara menunduk lesu. Tapi ditatapnya lagi Fatih dengan senyuman lebar. "Yaudah, aku beli sendiri ya. Naik motor. Bolehkan?" Kara harap-harap cemas. Sejak menikah, suaminya ini jarang mengizinkannya keluar sendiri. Apalagi membawa motor.

"Yaudah ayok."Fatih mengalah. Dia meletakkan lembar jawab yang sedari tadi dipegangnya. Dibereskan meja yang berserakan kertas-kertas. Disusunnya rapi menjadi satu.

"Aku naruh ini bentar." ucap Fatih berjalan ke arah ruang kerjanya.

"Oke." Kara sumpringah, sangat bersemangat.

Makanan I'am Comingggggg!!!!!






*****
7 Agustus 2022


SuamiKu PemaluWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu