SALING MENJAGA

71 5 0
                                    

********


Keluarga adalah tempat di mana kita bisa selalu berpulang, bukan tempat di mana kita selalu di buang.

Araka mengunjungi bibinya malam ini, di temani oleh Ahra yang mengantarnya sampai di depan rumah Senaya dan Dedi.

"Kamu mau langsung pulang?" tanya Araka.

Ahra mengangguk, menyunggingkan senyuman kepada Araka "Kamu buruan masuk, tante Senaya pasti khawatir."

"Ra" panggil Araka "Maafin aku ya, enggak bisa antaerin kamu pulang"

"Enggak apa apa, yang penting aku baik baik saja kan"

"Ra, maaf" Araka benar benar menyesal, merasa dirinya menjadi lelaki bodoh yang tidak berguna untuk Ahra.

"Araka, kita ini team hidup. Enggak ada yang perlu di sesali" Ahra menarik Araka ke dalam pelukannya.

"Hati hati di jalan, kalau udah sampai nanti kabarin aku"

"Iya, yang penting Bibi kamu enggak khawatir lagi"

Araka mengangguk, kemudian melepas pelukan .

"Dah, cepet masuk" perintah Ahra.

"Kamu pergi duluan"

"Udah masuk" Ahra memukul pundak Araka.

"Aku masuk ya, kamu hati hati"

"Iya"

Araka melangkahkan kakinya menuju rumah yang sudah sepuluh tahun ia anggap tempat untuk ia berpulang. Kemudian Ahra berangsur pergi mencari taxi untuk pulang.

Araka masuk ke dalam rumah, di sana semua orang sudah duduk khawatir menunggunya pulang. Mata Senaya berkaca kaca, satu tetes air mata lolos begitu saja.

"Kenapa?" tanya Araka mencoba tegar.

Senaya berdiri medekati Araka "Sini, sayang" Senaya memeluk erat tubuh Araka, tangisnya semakin besar dan terdengar jelas di telinga Araka. Begitu juga dengan Dedi dan Aldi juga ikut merasakan apa yang tengah Araka rasakan,

"Bunda, Araka baik baik saja" tutur Araka dengan air mata berderai.

Senaya melepas pelukannya "Ada kami, kamu ini keluarga kamu" tutur Senaya, tak ingin Araka merasa sendiri dan terasingkan.

"Araka tau, kalian keluarga Araka. Terus di sisi Araka ya, Araka enggak mau sendirian"

"Iya, sini peluk Ayah" Dedi mendekap keponakannya itu penuh haru.

Anak laki laki yang sudah di anggapya sebagai anak kandung, keponakan yang sudah memanggilnya Ayah itu benar benar sedang rapuh.

*****

Araka duduk di atas kasur kamarnya, menatap dekapan kedua tangannya dengan penuh beban. Mungkin hatinya terasa sakit karena perlakuan dari Mamanya, namun dia juga bisa merasakan kasih sayang dari keluarga Bibinya membuat ia merasakan adanya keinginan untuk terus berdiri dan berjuang dalam setiap keadaan. Tiba tiba pintu kamarnya terbuka, masuklah Aldi dengan sebuah nampan berisi sepiring nasi dengan lauk pauk dan segelas susu cokelat kesukaan Araka.

"Makan dulu" Aldi meletakkan nampan itu di atas meja kamar.

"Apa gue kelihatan bener bener perlu di kasihani, ya?" tanya Araka dengan sedikit kekehan.

"Enggak" jeda Aldi "Mungkin, lo harus jadi lebih baik dengan ujian hidup lo"

Araka tersenyum, kemudian mencicipi susu cokelat yang tadi di bawa Aldi "Enak" jeda Araka "Gue juga ngerasa gitu."

"Gue punya reservasi Universitas di Italia, Papanya temen gue salah satu orang penting di sana" jeda Aldi "Kalau lo perlu memulai hidup baru yang lebi baik, lo bisa coba buat kuliah di sana" saran Aldi.

"Italia?"

"Ya, Italia. Toh Bunda sama Ayah juga ada usaha di sana jadilo bakalan sering di kunjungi"

Benar, mungkin Araka juga perlu sedikit angin untuk hidupnya, dan dengan kuliah di luar negeri adalah pilihan terbaik. Lalu bagaiamana dengan hubungannya bersama Ahra? Nanti saja, Araka harus mencari cara agar bisa memberi tahu Ahra secara perlahan, agar ia tidak kaget nantinya.

"Lalu, Mama gue?"

"Mama lo, akan membaik seiring berjalannya waktu. Ingat, semua buka salah lo, tapi Mama lo saja yang salah faham"

"Gue tunggu kabar baiknya, yaudah tidur. Gue balik ke kamar gue dulu" kemudian Aldi keluar dari kamar Araka.

ANyeong semuanya,,,, selamat membaca di akhir pekan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 26, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AHRAKAWhere stories live. Discover now