V

2.4K 380 45
                                    

Jung Jaehyun sebenarnya tidak suka kalau sosok itu selalu menganggapnya sebagai anak kecil yang harus dilindungi. Walaupun memang benar adanya. Jaehyun tiada lebihnya dari sesosok cengeng yang rapuh, berkali-kali terluka baik raga maupun hatinya.

Johnny Seo, pemuda yang baru-baru ini mendapatkan penghargaan Penulis Lagu Terbaik tahun ini datang bagaikan malaikat. Ia seperti penggambaran yang sempurna akan Dewi Fortuna, dimana pemuda itu adalah orang pertama yang memberi keberuntungan padanya saat ia kabur dari apartemen kekasihnya —Jaehyun bahkan ragu ia bisa menyebutnya sebagai 'kekasih'.

Dan di sinilah dia, di kondominium mewah sang Song-writer dengan keadaan takut dan terluka. Takut pertemuannya dengan Johnny sesungguhnya adalah malapetaka. Takut ia menderita seperti saat dirinya berada di bawah kukungan Nakamoto Yuta. Walaupun seperti yang kujelaskan tadi, eksistensi Johnny Seo tiada bedanya dengan malaikat tanpa sayap, tipikal orang kaya yang senang berbagi tanpa meminta imbalan. Termasuk berbagi tempat di kondominium yang sepi itu.

Jauh dari ekspektasi Jaehyun, hidupnya lancar-lancar saja. Ia hidup enak tanpa biaya. Diberi makan dan pakaian, seakan Johnny bertanggung jawab akan dirinya. Jaehyun merasa aman, namun malu di sisi lain —menyadari seberapa tak berdayanya dia.

Tapi di balik sosok karismatik itu, sesungguhnya Johnny selalu berlaku selembut "itu" padanya. Jaehyun sudah tinggal di kondominium itu selama tiga bulan, dan Johnny sudah memberanikan dirinya untuk mengecup lembut keningnya setiap pagi dan sebelum tidur. Ia memasuki kamar tamu yang kini menjadi kamar Jaehyun, memeluknya dengan erat saat mendengar isakan pilu dari sana. Tanpa lupa, membiarkan si pria ringkih mendekam dalam pelukannya semalaman suntuk. Karena ia tahu, Jaehyun masih terpenjara dalam rasa takut. Bekas luka sayatan panjang di hampir seluruh tubuhnya menjadi bukti kalau pemuda itu sudah cukup menderita —entah kenapa, sulit dihilangkan.

Haruskah ia menolak semua afeksi yang Johnny berikan padanya? Tidak bisa. Afeksi-afeksi itulah yang membuatnya hidup. Ia sudah hidup menderita, tertekan dibawah perasaan traumatis. Mana bisa ia hidup tenang tanpa afeksi Johnny? Walau ia sendiri merasa tidak pantas mendapatkannya.

Jaehyun bukan siapa-siapa.

Johnny lebih dari sekadar 'siapa-siapa'.

Johnny tidak tahu bagaimana harus membalas semua kebaikan Johnny. Dengan uang? Ia pernah tidak sengaja melihat koleksi jam tangan Johnny di lemari, gaji kerja part-timenya selama satu tahun tidak bisa membayar setengahnya.

Ya, selain selembut "itu", pemuda itu juga sekaya "itu".

Johnny saat itu hanya tertawa ketika Jaehyun bertanya mengenai balasan yang ingin ia terima dari kebaikannya. Pemuda itu mengacak-acak surai mahoninya.

"Panggil aku Hyung," ujarnya.

Saat mendengarnya, Jaehyun tidak menyangka sesederhana itu untuk membalas kebaikan . Panggilan 'Hyung' nampaknya bukan kata yang penuh arti. Mungkin pemuda itu hanya ingin merasakan rasanya dipanggil dengan panggilan itu. Kebetulan juga ia memang lebih tua dari Jaehyun.

Jaehyun tidak keberatan, setidaknya sampai Johnny melanjutkan kalimatnya yang menggantung.

"Jadilah adikku dan hiduplah bersamaku sampai nanti."

'Hiduplah bersamaku sampai nanti.'

Seperti yang Yuta katakan padanya dulu.

×××
⚠🔞⚠

Jaehyun terbangun kalau tangan dingin menyentuh epidermis pipinya secara tiba-tiba. Ia menyeka air liur yang menggumpal di sudut bibirnya dengan gugup, kekehan ringan terdengar mengudara dari si pemilik tangan.

"Kenapa tidur di sini?" tanya Johnny. Ia mendapati Jaehyun tertidur pulas di meja makan. Jarum pendek dari jam dinding menunjuk angka sebelas untuk memperjelas kalau malamnya langit di luar sana sudah berjalan selama hampir enam jam.

Johnny akhir-akhir ini pulang larut. Membuat musik mungkin perkara yang mudah, tapi, membuat musik yang berkualitas itu perkara lain. Ia pulang lebih malam semenjak mendapat penghargaan itu beberapa waktu lalu. Ketika orang berleha-leha dengan waktu kala ia mendapat suatu pencapaian, Johnny Seo, seorang intelektual, bekerja lebih keras dua —atau mungkin lebih— kali lipat dari mereka.

Jaehyun juga sebenarnya selalu pulang larut walau tidak selarut Johnny. Ia sudah kembali ke bangku perkuliahan. Hanya saja hari ini ia tidak dipadati dengan proyek kuliah. Sehingga hari ini ia hanya menjalankan pekerjaan paruh waktunya di Platte Cafe lalu pulang dan memasak —bagaikan istri yang membantu suaminya mencari nafkah.

"Kamu 'kan memintaku untuk memasak, jadi—"

"' 'Hyung'. Kamu lupa?"

Jaehyun dibuat gugup sekali lagi. Dan sekali lagi pula, seorang Johnny Seo membuatnya membeku. Tangan yang seharian ini bergerak entah di atas laptop, keyboard atau alat mixing itu kembali membelai pipinya, mengangkat dagunya dengan lembut. Kecupan ringan menempel di bibir plum Jaehyun, tanpa sempat pemuda itu memprotesnya.

Sensasi ini lagi, batin Jaehyun menjerit.

"Tidurlah di kamar, setelah menghabiskan ini aku akan tidur."

"Aku sudah menunggu Hyung daritadi untuk melihat Hyung makan."

"Kamu tidak menungguku, Jaehyun. Kamu tertidur."

"Tapi... Aku tertidur karena aku menunggumu, Hyung."

Johnny tidak banyak berkata. Ia dengan sigap mengangkat tubuh kurus Jaehyun, merasakan tulang rusuk yang menyembul di balik kulit berlapis kain menyentuh dadanya. Entah apa yang Jaehyun inginkan, menolak atau menerima perlakuan lembut itu, tapi lengannya sudah melingkar di leher sosok yang lebih tua.

Pria itu membawanya ke kamarnya, membaringkan tubuhnya perlahan di atas ranjang. Tubuh mereka saling berhimpit, bibir saling bertautan. Bukan hal yang tidak biasa ketika keduanya saling melilitkan lidah. Tapi hal yang baru bagi Jaehyun ketika tangan dingin itu menyusup di balik kaos hitamnya, membuat lingkaran-lingkaran abstrak dan mencari titik lemahnya. Ia dibuat kaget olehnya, tapi, pemuda Jung itu berusaha mempertahankan ketenangannya.

"Apa yang—"

"Kamu sesensitif ini?" potong Johnny ketika titik itu ditemukan. Ia mendapati Jaehyun menahan lenguhannya ketika tangannya yang awalnya menyentuh perutnya turun ke pusar dan pahanya. Tangan dingin Johnny berhasil membuatnya meremang.

"Pahaku sensitif, Hyung."

"Begitu? Haruskah aku berhenti menyentuhnya dan menyentuh yang lain?"

Jaehyun tidak bisa berkata lagi ketika Johnny menggeser tangannya lalu menyentuh apa yang seharusnya tidak disentuh, memainkan telapak tangannya di atasnya dengan sensual. Johnny benar-benar ingin menghancurkannya dengan membuatnya menginginkannya. Poin tambahan: Jaehyun benar-benar menginginkannya kalau sudah begini.

"Bukannya Hyung mau makan?" Jaehyun mendongakan kepala, jemarinya meremas pundak Johnny, berusaha menyalurkan sensasi menggelitik di bawah sana pada apapun yang bisa ia gapai.

"Bagaimana kalau kita makan bersama saja nanti pagi?"

Dan semuanya terjadi begitu saja tanpa bisa Jaehyun prediksi. Ranjang berdecit, mengiringi suara keduanya yang saling meneriaki nama, berbagi kenikmatan dan saling membantu mencapai klimaks.

Jaehyun terisak di antara kenikmatannya, tapi Johnny tidak menyadarinya.

Ini salah.

Kakak beradik tidak bercinta.

— TBC.

Hanya ingin bertanya... Kalau 1004 jadi Project yang pakai peringatan 'Mature Content' apa kalian keberatan? tapi bukan gara gara ada 'adegan dewasa' aja sih... :') Terima kasih!

1004 || JohnjaeWhere stories live. Discover now