XII

1K 102 18
                                    

Selagi kereta yang mereka tumpangi bergerak dengan kecepatan tinggi, Jaehyun mengunci pandangannya pada langit dan laut. Jaehyun tidak ingat sejak kapan ia menyukai warna biru, pasti sudah lama sekali.

Ingatan Jaehyun tentang masa kecilnya sudah terlalu samar, yang ia ingat hanyalah ia senang bermain di tepi pantai lalu mengejar ombak. Namun di usianya yang menginjak dua belas tahun, ia harus pindah ke Seoul. Laut yang biru harus digantikan dengan gedung-gedung pencakar langit yang membuat lehernya sakit untuk melihat puncaknya.

Setelah sekian lama, akhirnya Jaehyun pulang. Ia beruntung, kini ia bisa kembali ke rumahnya walau tidak akan ada yang menyambutnya.

"Ayo turun, Jaehyun."

Suara Johnny mengudara kala laut mulai tergantikan dengan suasana perkotaan. Mereka sampai di pemberhentian terakhir mereka. Jaehyun yang awalnya ingin pergi sendirian merasa keputusan implusifnya kemarin sangatlah bodoh. Ia sangat beruntung Johnny berada di sampingnya saat ini. Pemuda itu tidak banyak bertanya soal urusannya di kota kelahirannya, ia hanya mengatakan kalau ia akan mengikuti dan menjaga Jaehyun. Pemuda itu sampai repot-repot memesan tiket first class untuk perjalanan mereka karena ingin ia merasa nyaman.

Jaehyun menghirup udara dalam-dalam saat keduanya sudah berdiri di depan stasiun Busan. Senyum kecil terpampang di wajah sosok yang lebih muda, membuat cacat di pipinya muncul. "Aku rindu Busan."

Johnny tidak menjawab. Ia hanya tersenyum memandangi Jaehyun yang mungkin sedang melempar dirinya ke masa lalu. Pemuda itu memberhentikan taksi lalu memasukan koper mereka ke dalam bagasi. Setelah memberi isyarat pada Jaehyun untuk memasuki mobil, keduanya masuk ke dalam mobil lalu membiarkan sang supir membawa mereka ke alamat yang disebut oleh Jaehyun.

"Apartemenku tidak sebesar kondominiummu, Hyung," cicit Jaehyun. Ia tidak ingin membuat Johnny terkejut. Mengingat Johnny tinggal di tempat yang sangat mewah sedangkan ia tinggal di apartemen yang tidak seberapa. "Apalagi sudah hampir dua tahun lebih tidak aku tempati. Harus dibersihkan dulu pasti, banyak debunya."

"Tidak masalah. Bisa aku bantu," jawab Johnny.

Tidak pernah sekalipun Johnny merepotkannya. Pemuda itu selalu berusaha memberikan yang terbaik pada Jaehyun. Bahkan walaupun hubungan yang mengikat mereka masih samar.

Mereka terlalu intim untuk disebut teman.

Tapi, keduanya juga tidak pernah menanyakan keseriusan hubungan mereka.

Terakhir, Johnny ingin Jaehyun menganggapnya sebagai saudara, entah sekarang. Tidak ada saudara yang saling mencumbu dan bercinta. Mereka sudah melewati batas.

Kadang Jaehyun ingin bertanya. Tapi, ia tidak ingin membuat suasana canggung dan membingungkan. Kalau ditanya apa Jaehyun ingin menjalin hubungan dengan Johnny, tentu ia tidak keberatan.

Iblis yang menorehkan luka padanya sudah menjalani sidangnya dan didakwa dengan tuntutan serius seperti penculikan, penyekapan, penganiayaan dan pemerkosaan. Ia akan menghabiskan banyak tahun di penjara. Saat ini kedutaan Jepang sedang berusaha agar ia bisa dipenjara di negara asalnya.

Berita baik untuk Jaehyun, ia tidak akan pernah melihat Iblis itu selamanya.

Kini ia tinggal hidup bahagia, 'kan?

"Jaehyun," panggil Johnny. "Di sini tempatnya?"

Mobil yang mereka tumpangi berhenti di sebuah gedung apartemen. Gedung itu tidak setinggi apartemen-apartemen di Seoul, tapi terlihat bersih dan nyaman.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 19, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

1004 || JohnjaeWhere stories live. Discover now